Ilustrasi mobil listrik.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menggelar rapat panitia kerja (Panja) dengan Badan Anggaran DPR tentang rencana kerja pemerintah (RKP) 2020. Empat program prioritas pemerintah dibahas mendalam oleh anggota Banggar.
Pimpinan rapat Teuku Riefky Harsya mengatakan pendalaman atas empat prioritas kerja pemerintah tersebut adalah pertama,pembangunan manusia dan pengentasan kemiskinan. Kedua, pembangunan infrastruktur. Ketiga, ketahanan pangan, air, energi, dan lingkungan hidup. Keempat, ketahanan dan keamanan.
Pada sesi pendalaman, anggota Banggar dari Fraksi PAN Primus Yustisio mengatakan perlunya pemerintah mengubah pungutan pajak atas kendaraan bermotor. Hal ini, menurutnya, berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam menjaga ketahanan energi dan persoalan lingkungan hidup.
“Pajak atas kendaraan bermotor itu baiknya diubah dari berdasarkan cc [kapasitas mesin] menjadi berdasarkan polusi yang ditimbulkan,” katanya di ruang rapat Banggar, Rabu (26/6/2019).
Wakil ketua Komisi VI DPR tersebut menambahkan perubahan skema pungutan berdasarkan emisi gas buang sudah jamak dilakukan oleh banyak negara. Menurutnya, Singapura dan Malaysia merupakan dua contoh negara yang sudah menerapkan skema pungutan pajak berdasarkan emisi gas buang.
Oleh karena itu, idealnya Indonesia mengikuti pilihan kebijakan pajak yang sama untuk kendaraan bermotor yang berdasarkan seberapa tinggi polusi yang dihasilkan. Dengan demikian, perubahan kebijakan tersebut diyakini dapat menjadi insentif bagi pelaku usaha untuk memproduksi kendaraan yang rendah emisi karena beban pajak yang semakin kecil.
“Kalau kita buat kebijakan insetif pajak itu dalam rangka mendukung mobil yang rendah emisi. Ini pemerintah harus jeli karena akan dihadapkan masalah seperti ini [energi dan lingkungan hidup]. Jadi, harus sigap dan tentu harapannya pungutan pajak ditentukan dari seberapa besar polusinya,” paparnya.
Seperti diketahui, rencana perubahan pungutan pajak atas kendaraan bermotor sudah digulirkan Kemenkeu sejak Maret 2019. Perubahan skema rencananya berlaku untuk pungutan PPnBM kendaraan bermotor.
Adapun inti perubahan skema pungutan adalah pada pengelompokan berdasarkan kapasitas mesin hanya akan terbagi menjadi dua yakni di bawah 3.000 cc dan di atas 3.000 cc. Selain itu, pengenaan PPnBM tidak akan berdasarkan jenis kendaraan sedan dan nonsedan. Pengaturan tarif akan didasarkan pada tingkat emisi kendaraan.
Insentif fiskal untuk kendaraan bermotor hemat energi dan harga terjangkau (KBH2) pun akan diperluas dengan memasukkan jenishybrid, flexy engine, dan kendaraan listrik. Dengan demikian, insentif PPnBM 0% untuk KBH2 akan dihapus dan disesuaikan kembali menurut tingkat emisi CO2. (kaw)