DINAMIKA sektor pajak pasca-BEPS dan kebutuhan penerimaan pascapandemi ditenggarai akan mendorong maraknya sengketa pajak internasional. Risiko terjadinya pajak berganda sulit untuk dihindari.
Salah satu alternatif penyelesaian sengketa pajak internasional, khususnya untuk mencegah pajak berganda, adalah melalui Mutual Agreement Procedure (MAP). Dengan Proyek BEPS yang diinisiasi OECD dan G20, khususnya pada Aksi ke-14 yang menjadi salah satu standar minimum, proses MAP diharapkan dapat lebih memberikan kepastian.
Oleh karena itu, proses penyelesaian sengketa melalui MAP diharapkan kian efektif dan efisien. Lantas, bagaimana tren hasil dari proses MAP? Informasi tersebut tentu turut menentukan sejauh mana ketertarikan wajib pajak untuk mengajukan permohonan MAP.
Pada November 2020, OECD merilis data sebaran hasil dari upaya pencegahan pajak berganda melalui mekanisme MAP yang dianggap diselesaikan (case closed) selama 2019. Data yang disusun OECD tersebut merupakan tren yang terjadi secara global dan mencakup laporan 105 negara yang tergabung dalam BEPS Inclusive Framework.
Pola hasil permohonan MAP yang dapat diselesaikan pada 2019 tersebut terdiri atas 1.114 sengketa transfer pricing dan 1.707 kasus sengketa lainnya. Total keseluruhannya adalah 2.821 kasus secara global.
Sebagai informasi, kasus transfer pricing dalam data OECD tersebut mencakup dua area. Keduanya adalah atribusi laba dari BUT (Pasal 7 Model P3B) dan penentuan laba antarpihak yang memiliki hubungan istimewa (Pasal 9 Model P3B). Sementara kasus lainnya mencakup sengketa pajak internasional lain, seperti status subjek pajak, karakterisasi penghasilan, dan sebagainya.
Secara umum, terjadi peningkatan jumlah sengketa yang dapat diselesaikan melalui MAP. Hal ini menunjukkan komitmen setiap negara serta dorongan OECD melalui peer review untuk menciptakan kepastian MAP.
Durasi yang dibutuhkan untuk penyelesaian sengketa juga makin cepat, khususnya untuk kasus transfer pricing. Waktu penyelesaian dari 33 bulan (2018) menjadi 30,5 bulan (2019). Sementara itu, durasi penyelesaian untuk kasus lainnya justru meningkat dari sebelumnya 14 bulan (2018) menjadi 22 bulan (2019).
Sebelum melihat lebih lanjut mengenai sebaran hasil (outcome) dari permohonan MAP, ada baiknya kita memahami yang dimaksud dan dikategorikan sebagai ‘hasil dari permohonan MAP yang diselesaikan’.
Permohonan MAP yang diselesaikan pada dasarnya tidak hanya mencakup atas perundingan yang memberikan kesepakatan antarotoritas pajak, tetapi juga perundingan yang menghasilkan ketidaksepakatan. Ada pula penolakan permohonan MAP hingga penyelesaian yang justru dilakukan melalui proses hukum domestik pada saat perundingan MAP berlangsung.
Persentase hasil permohonan MAP yang dianggap telah diselesaikan tersebut memberikan banyak informasi. Pertama, mayoritas MAP yang diselesaikan berujung pada kesepakatan untuk mencegah pajak berganda secara penuh.
Hal tersebut ditunjukkan dengan tingginya persentase terhadap seluruh proses MAP yang dianggap selesai (case closed), baik atas seluruh kasus (52%), hanya kasus transfer pricing (75%), maupun kasus lainnya (46%). Kesepakatan yang hanya berhasil mencegah pajak berganda secara sebagian hanya sebesar 1% untuk seluruh kasus.
Kedua, walaupun dalam proses perundingan MAP, setiap negara juga tetap mengedepankan upaya untuk memberikan kepastian hukum. Hal ini dapat ditunjukkan dari case closed yang disebabkan adanya mekanisme eliminasi pajak berganda secara domestik (15% untuk seluruh kasus) serta penyelesaian di ranah litigasi domestik terutama pada saat proses keberatan atau banding (5% untuk seluruh kasus).
Hasil tersebut juga dimungkinkan karena OECD menyarankan adanya proses MAP tidak menghalangi penyelesaian sengketa melalui koridor hukum domestik.
Ketiga, aspek administrasi dan karakteristik kasus juga berkontribusi atas permohonan MAP yang dianggap selesai. Fenomena tersebut dapat ditelusuri dari seluruh kasus MAP yang menghasilkan kesepakatan bahwa sengketa tidak berkaitan dengan P3B (1%), penarikan permohonan MAP oleh wajib pajak (6%), pokok sengketa tidak dapat dijustifikasi (6%), serta permohonan MAP ditolak (6%).
Keempat, khusus untuk sengketa transfer pricing, mekanisme MAP memberikan kepastian lebih banyak bagi pihak yang bersengketa. Pasalnya, persentase penyelesaian sengketa transfer pricing secara unilateral (domestik) pada saat perundingan MAP (9%) relatif rendah jika dibandingkan dengan kasus lainnya (19%).
Terakhir, satu-satunya yang masih menimbulkan ketidakpastian ialah jika permohonan MAP menghasilkan ketidaksepakatan atau kedua belah pihak ‘sepakat untuk menghasilkan suatu ketidaksepakatan’. Namun demikian, dari seluruh kasus global, persentasenya hanya berada di kisaran 2-3%.
Melihat pola sebaran permohonan MAP yang dianggap selesai (case closed) tersebut, terdapat suatu sinyal positif. MAP akan kian menarik untuk dipertimbangkan sebagai cara efektif dan efisien untuk menyelesaikan sengketa pajak berganda. (kaw)