ADMINISTRASI PAJAK

Coretax DJP, Kepatuhan Berbasis Risiko: Tiap Wajib Pajak Tidak Sama

Redaksi DDTCNews
Kamis, 06 Juni 2024 | 12.02 WIB
Coretax DJP, Kepatuhan Berbasis Risiko: Tiap Wajib Pajak Tidak Sama

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Pendekatan kepatuhan berbasis risiko menjadi salah satu dari 10 arah bisnis proyek coretax administration system (CTAS) yang tengah dikembangkan Ditjen Pajak (DJP).

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Iwan Djuniardi mengatakan dengan risk based compliance approach, wajib pajak diidentifikasi berdasarkan pada risiko kepatuhannya. Dengan demikian, perlakuan (treatment) yang diberikan berbeda-beda.

“Jadi kita harus mengidentifikasi risk. Wajib pajak tidak sama, masyarakat tidak sama. Yang high risk harus lebih intens [diawasi],” ujar Iwan dalam sebuah webinar, dikutip pada Kamis (6/6/2024).

Saat ini, DJP sudah menerapkan compliance risk management (CRM). Adapun CRM pertama kali digunakan oleh DJP dalam melakukan kegiatan ekstensifikasi, pengawasan, pemeriksaan, dan penagihan pada September 2019 seiring dengan ditetapkannya SE-24/PJ/2019.

Kemudian, dengan terbitnya SE-39/PJ/2021, CRM juga digunakan untuk membantu pelayanan, edukasi perpajakan, serta identifikasi risiko transfer pricing. Dengan adanya CTAS, ketentuan penerapan CRM akan disesuaikan.Jelang Penerapan Coretax System, DJP Bakal Revisi Lagi Ketentuan CRM’.

Sebelumnya, Iwan juga pernah mengatakan akan ada pembaruan CRM untuk menindaklanjuti aggressive tax planning. Menurut Iwan, pencegahan aggressive tax planning dimungkinkan lewat penggunaan data prediktif yang dihasilkan oleh deep analytics.

"CRM ini kan awal-awal hanya data deskriptif. Dari data deskriptif ini nanti akan kita olah menggunakan deep analytics. Ini yang akan kita arahkan ke mana-mana. Hasil deep analytics akan meng-update CRM," ujar Iwan.

Selain pendekatan kepatuhan berbasis risiko, ada 9 aspek lain yang menjadi business directions dari CTAS. Pertama, penyederhanaan proses (streamlined process). Kedua, pendekatan yang berpusat pada pelanggan berdasarkan pengalaman.

Ketiga, keterbukaan dan integrasi sistem. Keempat, data and knowledge driven. Kelima, proses digitalisasi dan automasi. Keenam, pemberian layanan dari berbagai macam view yang terintegrasi secara luas.

Ketujuh, akuntabilitas dan kehati-hatian (prudent). Kedelapan, beragam saluran layanan dan tanpa batas (omni channels and borderless). Kesembilan, kemampuan utama yang terpusat dalam center of excellence.

“Orang-orang pintar di sektor tertentu itu akan dikumpulkan di dalam satu unit. Dia tugasnya think thank. Dia juga turun ke lapangan, tetapi yang akan selalu melakukan kajian dalam setiap kegiatan operasional di lapangan,” jelas Iwan. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.