BIAYA PENANGANAN COVID-19

Butuh US$9.410 Triliun untuk Selesaikan Covid-19, Ini Sumber Dananya

Muhamad Wildan | Senin, 16 November 2020 | 16:34 WIB
Butuh US$9.410 Triliun untuk Selesaikan Covid-19, Ini Sumber Dananya

Guru dan murid menggunakan masker pada uji coba sekolah tatap muka di SMA Taruna Bangsa Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (16/11/2020). The Transnational Institute mengusulkan 10 kebijakan perpajakan dan nonperpajakan yang perlu diterapkan seluruh yurisdiksi di dunia guna memobilisasi penerimaan untuk membiayai penanganan Covid-19.(ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/hp)

AMSTERDAM, DDTCNews - The Transnational Institute (TNI) mengusulkan 10 kebijakan perpajakan dan nonperpajakan yang perlu diterapkan oleh seluruh yurisdiksi di dunia guna memobilisasi penerimaan.

Penerimaan pajak yang terkumpul diperlukan untuk memperbaiki dampak pandemi Covid-19 dan menyiapkan transisi perekonomian global yang ramah lingkungan dan terbebas dari bahan bakar fosil atau fossil fuel.

Berdasarkan penghitungan TNI, 10 kebijakan fiskal yang diusulkan mampu mengumpulkan penerimaan hingga US$9.475 triliun per tahun, setara dengan Rp134,33 juta triliun.

Baca Juga:
Utang Pemerintah Capai Rp 8.253 Triliun, Rasionya Jadi 38,75 Persen

"Penerimaan sebesar US$9.457 triliun tersebut sangat bergantung pada komitmen politik pemerintah, bukan kemampuan finansial," tulis TNI dalam laporannya yang berjudul Paying for the Pandemic and a Just Transition, dikutip Jumat (13/11/2020).

Dana tersebut sangat mencukupi untuk membiayai 6 program yang diperlukan untuk menutup biaya ekonomi yang timbul akibat pandemi Covid-19. Berdasarkan penghitungan TNI, total belanja yang dibutuhkan untuk mengkompensasi biaya pandemi Covid-19 sebesar US$9.410 triliun per tahun

Dari sisi perpajakan, kebijakan yang diusulkan oleh TNI antara lain pengenaan pajak kekayaan secara global, pengenaan pajak atas capital gains dari aset yang ditempatkan di luar negeri oleh orang orang pribadi.

Baca Juga:
Komwasjak: Instansi yang Paling Banyak Diadukan adalah DJP

Kemudian pengenaan pajak atas excess profit, pengenaan pajak atas laba luar negeri korporasi, pengenaan pajak atas transaksi finansial, dan pengenaan pajak atas emisi karbon.

Secara lebih terperinci, TNI memperkirakan pengenaan pajak kekayaan secara global mampu mengumpulkan penerimaan sebesar US$4.417 triliun per tahun.

Melalui pajak ini, kelompok masyarakat terkaya di dunia bakal membayar pajak dengan porsi yang lebih besar bila dibandingkan dengan kelompok masyarakat di bawahnya.

Baca Juga:
Tutup Kas 2023, Sri Mulyani Singgung Optimalisasi Cash Flow

Pengenaan pajak atas capital gains dari aset yang ditempatkan di luar negeri oleh orang pribadi diperkirakan mampu mengumpulkan penerimaan pajak hingga US$125 miliar per tahun.

Nominal penerimaan pajak tersebut dilandasi oleh fakta yang menunjukkan orang kaya menyembunyikan kekayaan sebesar US$7,6 triliun hingga US$32 triliun di luar negeri.

Selanjutnya, pengenaan pajak atas excess profit yang dinikmati perusahaan seperti Microsoft, Apple, Google, Amazon, dan 28 perusahaan lain selama pandemi Covid-19 diperkirakan mampu mengumpulkan penerimaan pajak hingga US$104 miliar per tahun.

Baca Juga:
Ada Ancaman Perubahan Iklim, Sri Mulyani Sebut APBN Harus Sehat

TNI juga memperkirakan penerimaan pajak yang bisa dikumpulkan melalui pengenaan pajak atas laba luar negeri korporasi mencapai US$200 miliar hingga US$600 miliar per tahun.

Penerimaan itu bisa dikumpulkan bila seluruh yurisdiksi berkomitmen menutup celah profit shifting melalui yurisdiksi suaka pajak. Pengenaan pajak atas transaksi finansial dengan tarif lebih tinggi memiliki potensi penerimaan pajak US$237,9 miliar hingga US$418,8 miliar per tahun.

Terakhir, pengenaan pajak atas emisi karbon dan penghapusan subsidi atas fossil fuel juga berpotensi menghasilkan penerimaan hingga US$3.200 triliun.

Baca Juga:
Dapat Pinjaman Rp6,24 Triliun, Filipina Modernisasi Administrasi Pajak

Selain keenam kebijakan perpajakan tersebut, 4 kebijakan nonperpajakan yang diusulkan TNI antara lain pemangkasan belanja militer sebesar 10%, pengampunan utang atau debt jubilee bagi negara berkembang.

Kemudian penambahan special drawing rights (SDR) oleh International Monetary Fund (IMF), dan pemberian official development aid (ODA) kepada negara berkembang. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 27 Februari 2024 | 13:30 WIB UTANG PEMERINTAH

Utang Pemerintah Capai Rp 8.253 Triliun, Rasionya Jadi 38,75 Persen

Jumat, 02 Februari 2024 | 16:39 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Kemenkeu: Kenaikan Tax Ratio Jadi Syarat RI Tak Tarik Utang Baru

Selasa, 23 Januari 2024 | 18:56 WIB PENGADUAN 2023

Komwasjak: Instansi yang Paling Banyak Diadukan adalah DJP

Minggu, 31 Desember 2023 | 11:30 WIB APBN 2023

Tutup Kas 2023, Sri Mulyani Singgung Optimalisasi Cash Flow

BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 08:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Cetak Kartu NPWP Tak Perlu ke Kantor Pajak, Begini Caranya

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Punya Reksadana dan Saham, Gimana Isi Harga Perolehan di SPT Tahunan?

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Cashback Jadi Objek Pajak Penghasilan? Begini Ketentuannya

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:47 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bansos Beras Hingga Akhir Tahun, Jokowi: Saya Usaha, Tapi Enggak Janji

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:31 WIB PENGAWASAN PAJAK

Data Konkret akan Daluwarsa, WP Berpotensi Di-SP2DK atau Diperiksa

Kamis, 28 Maret 2024 | 14:42 WIB PELAPORAN SPT TAHUNAN

Mau Pembetulan SPT Menyangkut Harta 5 Tahun Terakhir, Apakah Bisa?