LAPORAN DDTC DARI MUMBAI (3)

'Black Money', Aliran Dana Gelap & BEPS di India

Redaksi DDTCNews | Senin, 05 Desember 2016 | 10:02 WIB
'Black Money', Aliran Dana Gelap & BEPS di India

PADA 1 hingga 3 Desember 2016, Foundation for International Taxation (FIT) India bekerja sama dengan International Bureau Fiscal Documentation (IBFD) mengadakan International Taxation Conference dengan tema ‘BEPS and Beyond BEPS: A Year Later’. Dari Indonesia, DDTC yang diwakili B. Bawono Kristiaji menjadi salah satu pembicara di konferensi tersebut. Berikut laporan ketiganya:

DI berbagai negara berkembang, persoalan penerimaan tidak hanya berkutat pada penggerusan basis pajak dan perpindahan laba (base erosion and profit shifting/BEPS) saja namun mencakup dimensi yang lebih luas.

Aliran dana gelap, pencucian uang, korupsi, aktivitas ilegal, hingga pemberian insentif pajak yang berlebihan juga memiliki kontribusi yang tidak kecil terhadap keuangan negara. India, tidak terkecuali. Negara jumlah wajib pajaknya hanya 3,01% dari populasi (2013) tersebut menghadapi hampir seluruh dimensi persoalan yang menggerogoti uang pajak.

Baca Juga:
Kebijakan Pajak India Bikin Eksportir Beras Thailand Girang, Ada Apa?

Ini terjadi terutama karena maraknya penghasilan yang didapatkan secara ilegal. Ataupun jika legal, penghasilan tersebut ternyata tidak dilaporkan kepada otoritas pajak. Penghasilan semacam ini, istilah populernya adalah black money (uang gelap).

Proporsi uang gelap terhadap produk domestic bruto (PDB) India kian hari semakin meningkat. Pada 1984, angkanya masih berkisar antara 19%-21%. Sepuluh tahun berikutnya, persentasenya meningkat hingga dua kali lipat. Dengan tren pertumbuhan tersebut, tidak mengherankan jika Pemerintah India pada tahun ini mengambil dua langkah penting.

Pertama, melaksanakan Income Declaration Scheme yaitu pengampunan pajak untuk menjaring uang gelap ke dalam sistem sekaligus meningkatkan kepatuhan pajak. Program yang dilaksanakan pada periode Juni hingga September lalu, berhasil menarik 64.275 peserta dengan jumlah deklarasi INR650 miliar.

Baca Juga:
Jelang Pemilu, Otoritas Pajak India Bekukan Rekening Partai Oposisi

Kedua, menarik peredaran uang kertas dengan denominasi tertinggi yaitu pecahan 500 dan 1.000 rupee hingga akhir tahun. Tujuannya untuk mencegah korupsi, mengurangi penggelapan pajak, sekaligus menindak kepemilikan uang gelap.

Aliran Dana Gelap

SEBAGIAN besar uang gelap tersebut kemudian dialirkan ke luar India melalui berbagai skema baik secara komersial maupun ilegal. Pelarian tersebut sering disebut sebagai aliran dana gelap (illicit financial flow/IFF).

Baca Juga:
India Targetkan Pajak Rp 26,5 Triliun dari Judi Online

Bagi negara berkembang, IFF adalah momok yang menakutkan. Menurut Global Financial Integrity, selama periode 2004 hingga 2013 saja, IFF yang ke luar negara-negara berkembang mencapai angka US$784,8 miliar tiap tahun.

Khusus untuk India, angkanya mencapai US$51 miliar. Dengan pencapaian tersebut, tidak heran jika India merupakan negara dengan aliran dana gelap terbesar nomor empat di antara negara-negara berkembang.

Menurut Kuntal Dave (India), kebijakan yang dapat dipergunakan untuk mencegah IFF tidak melulu soal pajak. Banyak cara lain yang cukup efektif. Contohnya, penegakan regulasi mengenai pencucian uang, memperkuat prosedur due-diligent, whistleblower system untuk mengurangi suap, mensyaratkan pelaporan beneficial owner, hingga penerapan transparansi secara konsisten di sektor keuangan. Tidak hanya itu, upaya pemulihan aset dan merepatriasikannya ke dalam negeri juga patut dicoba.

Baca Juga:
Kemenkes Akhirnya Rilis Edaran soal Kewaspadaan Terhadap Virus Nipah

Perspektif India Melawan BEPS

BAGI India, program anti-BEPS adalah hal penting dan memberikan pengaruh yang tidak kecil. Hal ini seperti dinyatakan Kepala Komisaris Pajak Penghasilan India Akhiles Ranjan, “program anti-BEPS merupakan suatu langkah dalam menciptakan sistem pajak global yang semakin adil”.

Akan tetapi, itu bukanlah solusi final karena program anti-BEPS tersebut belum menyentuh persoalan mendasar mengenai keadilan atas alokasi hak pemajakan.

Baca Juga:
G20 Ungkap Negara Berkembang Hadapi Tantangan Rumit Kumpulkan Pajak

Sebagai salah satu negara berkembang, India sejak awal memiliki kepentingan yang besar atas program ini. Hal ini mendorong keterlibatan mereka dalam penyusunan Rencana Aksi BEPS baik yang diwakili oleh pemerintah, swasta atau individu.

Walau demikian, sepertinya terdapat perbedaan atas hal-hal yang menjadi perhatian negara berkembang dan India, serta negara maju.

India memiliki kepentingan untuk terwujudnya tatanan pajak global yang memberikan alokasi hak pemajakan kepada aktivitas-aktivitas produksi dan penciptaan nilai. Berbeda dengan negara-negara maju, India juga harus menyeimbangkan keinginan untuk mencegah penghindaran pajak di satu sisi dan upaya menarik investasi di sisi lainnya.

Baca Juga:
Dorong Penghapusan Aturan Deforestasi Uni Eropa, Jokowi Minta Dukungan

Menariknya, India termasuk salah satu negara berkembang yang menyikapi secara cepat Rencana Aksi dalam Program Anti-BEPS. Hampir seluruh Rencana Aksi telah direspons dengan revisi ataupun pembentukan aturan baru.

Satu-satunya yang menjadi tantangan bagi India terletak pada sisi administrasinya. “Menciptakan sistem penilaian risiko yang efisien dalam audit, menjamin kerahasiaan data, serta meningkatkan kapasitas merupakan tiga hal yang sedang dikerjakan selama enam bulan terakhir,” pungkas Ranjan.*

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Jumat, 17 Mei 2024 | 20:35 WIB HUT KE-17 DDTC

Bagikan Buku Baru, Darussalam Tegaskan Lagi Komitmen DDTC

Jumat, 17 Mei 2024 | 19:51 WIB UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

KAFEB UNS, Wadah Alumni Berkontribusi untuk Kampus dan Indonesia

Jumat, 17 Mei 2024 | 19:45 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Nilai Pabean atas Bea Masuk Impor Ventilator

Jumat, 17 Mei 2024 | 19:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Beralih Pakai Tarif PPN Umum, PKP BHPT Harus Beri Tahu KPP Dahulu

Jumat, 17 Mei 2024 | 17:30 WIB SEJARAH PAJAK INDONESIA

Mengenal Pajak Usaha yang Dikenakan ke Pedagang di Era Mataram Kuno

Jumat, 17 Mei 2024 | 17:00 WIB KAMUS CUKAI

Apa Itu Dokumen CK-1 dalam Konteks Percukaian?

Jumat, 17 Mei 2024 | 16:30 WIB PENERIMAAN PAJAK

Setoran Pajak Kripto Tembus Rp689 Miliar dalam 2 Tahun Terakhir