KEBIJAKAN PAJAK

Dorong Proyek Ramah Lingkungan, Kemenkeu Singgung Lagi Insentif Fiskal

Dian Kurniati
Senin, 22 Agustus 2022 | 14.01 WIB
Dorong Proyek Ramah Lingkungan, Kemenkeu Singgung Lagi Insentif Fiskal

Staf Ahli Menteri Bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal Suminto. (tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan kembali menegaskan komitmen untuk mendukung proyek-proyek yang lebih ramah lingkungan.

Staf Ahli Menteri Bidang Jasa Keuangan dan Pasar Modal Suminto mengatakan partisipasi dari sektor swasta untuk proyek ramah lingkungan perlu terus didorong karena kapasitas dari APBN yang terbatas. Dalam hal ini, pemerintah juga memberikan insentif dan fasilitas fiskal untuk mendukung proyek tersebut.

"Berbagai insentif dan fasilitas telah diberikan untuk mendorong pengembangan proyek-proyek pembangunan yang ramah lingkungan," katanya dalam acara Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (LIKE IT) Kementerian Keuangan 2022, Senin (22/8/2022).

Suminto mengatakan kapasitas APBN untuk mendanai proyek ramah lingkungan hanya berkisar 20%-27%. Sementara itu, peranan dari sektor swasta dalam pendanaan tersebut diharapkan dapat mencapai sekitar 25%.

Dia menjelaskan dukungan APBN untuk penanganan perubahan iklim dapat tercermin dari implementasi kebijakan penandaan anggaran perubahan iklim (climate budget tagging), yang kini bahkan berjalan di tingkat pemerintah daerah. Berdasarkan hasil climate budget tagging pada 2016-2021, APBN telah secara konsisten mengalokasikan anggaran perubahan iklim rata-rata Rp96,78 triliun per tahun atau setara 4,1% dari total belanja.

Setelah pandemi Covid-19, anggaran perubahan iklim mengalami pertumbuhan 35%. Namun di balik pertumbuhannya, porsi anggaran mitigasi justru turun hanya mencapai 11%, padahal sejak 2018 anggaran itu biasanya memiliki porsi terbesar rata-rata 55%.

Suminto menyebut anggaran mitigasi pun masih didominasi oleh anggaran untuk sektor energi dan transportasi yang mencapai 82%. Sedangkan anggaran pada sektor kehutanan baru sekitar 3%.

Kepada sektor swasta yang masuk dalam proyek ramah lingkungan, pemerintah menyediakan berbagai insentif yang dapat dimanfaatkan. Dalam beberapa kesempatan, pemerintah sempat memaparkan insentif fiskal diberikan melalui skema tax holiday, tax allowance, pembebasan bea masuk impor, pengurangan pajak pertambahan nilai (PPN), serta pajak penghasilan (PPh) yang ditanggung pemerintah.

Meski ada peran APBN dan sektor swasta, Suminto menjelaskan ternyata masih terdapat celah pendanaan sebesar 40%-55% yang harus dimobilisasi dari berbagai sumber. Oleh karena itu, pendanaan ini juga harus didorong agar upaya penurunan emisi karbon dapat berjalan optimal.

Beberapa langkah yang dilakukan di antaranya inovasi Global Green Sukuk untuk mendanai program penanganan lingkungan. Selain itu, pemerintah juga mengajak berbagai lembaga internasional turut terlibat dalam upaya pengendalian perubahan iklim di Indonesia.

Saat ini, pemerintah juga tengah mematangkan rencana implementasi instrumen nilai ekonomi karbon atau carbon pricing untuk menurunkan emisi. Carbon pricing akan dilaksanakan melalui mekanisme perdagangan karbon, pembayaran berbasis kinerja, pungutan atas karbon, dan mekanisme lain yang ditetapkan oleh menteri lingkungan hidup dan perhutanan.

"Pemenuhan kebutuhan pendanaan mitigasi perubahan iklim memerlukan strategi yang komprehensif," ujar Suminto. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.