Ilustrasi. (foto: mobil123)
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah menggodok sejumlah insentif perpajakan kendaraan listrik dengan alasan untuk menekan impor bahan bakar minyak dan emisi karbon. Topik ini menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Rabu (30/1/2019).
Insentif itu adalah keringanan bahkan pembebasan bea masuk untuk impor kendaraan listrik utuh dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) lebih rendah 50% dari kendaraan konvensional berbahan bakar minyak. Kendaraan dengan emisi paling rendah (low carbon emission vehicle/LCEV) diusulkan mendapat tarif PPnBM 0%.
Insentif perpajakan yang langsung menyasar kendaraan listrik ini akan diatur dalam Rancangan Peraturan Presiden tentang Kendaraan Listrik. Insentif ini diberikan untuk mendorong pemakaian kendaraan listrik di Tanah Air.
“Kita butuh jumlah [unit] untuk kurangi konsumsi bahan bakar, tidak hanya buat satu kendaraan. Harga mahal yang gunakan sedikit, itu enggak nendang,” ujar Harjanto, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian.
Selain itu, beberapa media juga masih menyoroti masalah dana repatriasi dari kebijakan tax amnesty. Pemerintah optimistis mayoritas modal akan kembali direinvestasikan di Tanah Air, baik di perusahaan yang memiliki afiliasi maupun instrumen lain.
Terkait dengan penerimaan negara, beberapa media nasional juga menyoroti topik masih rendahnya pembayaran pajak sukarela. Ditjen Pajak (DJP) mencatat porsi extra effort melalui imbauan dan penegakan hukum sekitar 15%.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Harjanto mengatakan aturan kendaraan listrik (electric vehicle/EV) tinggal menunggu finalisasi karena telah dibahas bersama di Kemenko Maritim belum lama ini. Pemerintah, sambungnya, juga berencana menarik investor yang bisa membangun baterai EV di dalam negeri.
“Kami dorong Jepang, Korea, dan yang lainnya untuk bangun pabrik baterai. Material di sini, kami ingin bukan jadi bahan baku di negara lain, tapi bisa ada industri yang lebih dalam sehingga kita masuk EV dengan baterai diproduksi dalam negeri,” jelasnya.
Deputi Bidang Infrastruktur Kemenko Bidang Maritim Ridwan Jamaludin mengungkapkan pemerintah telah memetakan insentif untuk pengembangan EV, termasuk industri baterai, pengisian listrik, dan pembuat komponen lain di dalam negeri. Rancangan Peraturan Presiden diharapkan terbit pada Februari 2019.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Indonesia masih menjanjikan imbal hasil yang menarik. “Dalam situasi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sangat baik dan inflasi terjaga, masih memberikan expected return dari investasi yang relatif lebih baik dari negara lain,” katanya.
Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Pajak DJP Yon Arsal mengatakan dalam beberapa tahun terakhir pembayaran pajak secara sukarela mengalami peningkatan. Meskipun demikian, struktur penerimaan tidak mengalami perubahan yang signifikan.
“Penerimaan dari imbauan hingga penegakan hukum memang masih 15%. Di negara-negara maju sekitar 5% paling banyak,” ujar Yon.
Pemerintah akan mengerek tarif royalti perusahaan tambang batu bara skala besar dari 13,5% menjadi 15%. Hal ini akan diatur dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang mengatur tentang perlakuan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) terhadap pertambangan baru bara. Kenaikan ini diperkirakan menambah penerimaan hingga Rp7 triliun per tahun. (kaw)