PUTRAJAYA, DDTCNews – Studi dari Economist Intelligence Unit pada tahun lalu menempatkan Malaysia sebagai negara paling gemuk di Asia. Tidak main-main, dalam laporan tersebut tingkat obesitas di Malaysia mencapai 43,3% dari keseluruhan populasi.
Kepala eksekutif dari pusat kajian kesehatan dan kebijakan publik Azrul Mohd Khalib menyatakan pemerintah harus turun tangan menangani masalah ini. Menurutnya, instrumen pajak bisa digunakan untuk menekan angka obesitas di Negeri Jiran.
Instrumen pajak itu sendiri dibagi menjadi dua. Pertama, penerapan pajak bagi makanan atau minuman yang mengandung gula, soda, dan pemanis buatan (selanjutnya disebut pajak gula). Kedua, memberikan insentif pajak bagi segmen bisnis yang berhubungan dengan aktivitas kebugaran, seperti fitness center.
“Memberikan fitness center pembebasan pajak atau insentif untuk penjualan alat-alat olah raga dapat menjadi alternatif sehingga dapat mempromosikan gaya hidup sehat,” katanya, Senin (8/1).
Sementara itu, untuk penerapan pajak gula perlu dilakukan secara hati-hati. Pasalnya, penerapan pajak gula berbeda-beda hasilnya di masing-masing negara. Lebih lanjut, dia menilai bahwa penerapan pajak gula tidak selamanya membuahkan hasil.
Contoh sukses dari kebijakan ini adalah Meksiko, yang berhasil menekan penjualan minuman berkabonasi dengan pajak tersebut sebesar 10%. Sementara Perancis, Hungaria dan Finlandia belum ada hasil yang signifikan.
“Jika pajak harus diterapkan, maka hasil dari pungutannya harus langsung disalurkan untuk subsidi buah dan sayuran sebagaimana rekomendasi WHO. Hal ini penting untuk melindungi rumah tangga berpendapatan rendah,” pungkasnya dilansir The Malay Mail.
Hingga kini pemerintahan Najib Razak belum mempunyai rencana dalam waktu dekat untuk memperkenalkan pajak gula tersebut. Namun, langkah konkret yang sudah dilakukan terkait masalah obesitas ini adalah pembatasan jam operasional restoran di malam hari. (Gfa)