Aktivitas di salah satu supermarket di Muscat, Oman. Pemerintah Oman akan mulai memungut pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyerahan barang dan jasa paling lambat 6 bulan mendatang atau April 2021. (Foto: Mohammed Mahjoub/AFP Photo/thenational.ae)
MUSKAT, DDTCNews - Sultan Oman, Haitham bin Tariq Al-Said, memutuskan Pemerintah Oman akan mulai memungut pajak pertambahan nilai (PPN) atas penyerahan barang dan jasa paling lambat 6 bulan mendatang atau April 2021.
Tarif PPN yang dikenakan bakal sebesar 5% seperti yang disepakati oleh negara Gulf Cooperation Council (GCC) dalam GCC Value Added Tax (VAT) Framework. Meski demikian, akan terdapat beberapa pengecualian atas penyerahan barang tertentu dalam penerapan PPN di Oman.
"Implementasi PPN diperlukan untuk menjaga sustainabilitas fiskal Kesultanan Oman, meningkatkan daya saing, menjalan komitmen internasional dan regional, serta meningkatkan iklim usaha," tulis Pemerintah Oman dalam keterangan resmi, seperti dikutip Selasa (13/10/2020).
Pengecualian atas pemungutan PPN diberlakukan atas penyerahan barang dan jasa yang bersifat strategis seperti komoditas makanan dasar, pelayanan pendidikan dan kesehatan, jasa keuangan, sewa rumah, hingga minyak mentah serta BBM dan gas bumi.
Lebih lanjut, barang-barang seperti produk tembakau, minuman berenergi, minuman beralkohol, dan daging babi akan dikenai tarif penuh, sedangkan minuman ringan akan dikenai tarif PPN sebesar 2,5%.
Dengan komitmen Oman untuk mengenakan PPN pada tahun depan, tinggal 2 negara GCC yang belum mengenakan PPN meski sudah menandatangani GCC VAT Framework pada 2016 yakni Qatar dan Kuwait.
Saat ini, Uni Emirat Arab dan Bahrain telah memungut PPN dengan tarif sebesar 5%, sedangkan Arab Saudi baru saja meningkatkan tarif PPN dari 5% menjadi 15% pada Juli 2020.
"Dimulainya pemungutan PPN di Oman merupakan pertanda positif bagi pasar. Langkah ini menunjukkan komitmen Oman untuk mereformasi kebijakan fiskalnya," ujar Chief Economist Abu Dhabi Commercial Bank Monica Malik seperti dilansir dari khaleejtimes.com.
Akibat pandemi Covid-19, ekonomi Oman terkontraksi -2,8% dan defisit fiskal melonjak hingga 16,9% dari PDB. International Monetary Fund (IMF) mencatat Oman telah melakukan pengetatan fiskal dengan memangkas belanja pada bidang pertahanan dan keamanan hingga belanja modal.
Meski melakukan pemangkasan, defisit anggaran Pemerintah Oman tetap tercatat tumbuh tinggi hingga 25,1% pada semester I/2020 dengan nominal mencapai OMR826,5 miliar (Rp31,7 triliun).
"Penyesuaian postur fiskal yang lebih baik dari sisi penerimaan dan belanja sangat diperlukan seiring dengan tingginya outlook defisit dan utang jatuh tempo pada 2021. PPN diperkirakan menghasilkan penerimaan kurang dari 2% terhadap PDB ketika konsumsi mulai stabil," ujar Malik. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.