Rinaldi Adam Firdaus,
PERKENALKAN, saya Ari. Saya merupakan staf pajak di salah satu perusahaan pembiayaan konsumen konvensional yang telah terdaftar serta diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan berdomisili di Jakarta. Sebagai informasi, perusahaan kami mencatat dan menghitung pembentukan cadangan piutang tak tertagih atas setiap kelompok kualitas piutang berdasarkan tahapan (staging).
Belakangan ini, kami mendengar adanya aturan pajak baru sehingga berdampak pada adanya perubahan mekanisme penghitungan saldo awal cadangan piutang tak tertagih untuk tahun pajak 2024. Pertanyaan saya, bagaimana mekanisme penghitungan saldo awal cadangan piutang tak tertagih tersebut berdasarkan aturan pajak terbaru? Mohon penjelasannya. Terima kasih.
Ari, Jakarta.
TERIMA kasih atas pertanyaannya, Bapak Ari. Untuk menjawab pertanyaan Bapak, kita perlu merujuk terlebih dahulu pada Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU PPh s.t.d.t.d. UU HPP).
Sesuai beleid tersebut, dapat diketahui bahwa pembentukan dana cadangan piutang tak tertagih untuk perusahaan pembiayaan konsumen diperbolehkan menjadi biaya pengurang penghasilan bruto (deductible expense). Simak ‘Koreksi Fiskal atas Pembentukan atau Pemungutan Dana Cadangan’.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c angka 1 UU PPh s.t.d.t.d UU HPP jo. Pasal 20 Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PP 55/2022).
Belum lama ini, pemerintah menerbitkan ketentuan teknis terkait pembentukan cadangan piutang tak tertagih yang diperbolehkan menjadi deductible expense. Ketentuan teknis yang dimaksud merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan No. 74 Tahun 2024 tentang Pembentukan Cadangan Piutang Tak Tertagih yang Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto (PMK 74/2024). Simak ‘Terbit, Peraturan Baru Soal Pembentukan Cadangan Piutang Tak Tertagih’.
Berdasarkan beleid tersebut, terdapat beberapa hal yang perlu Bapak perhatikan dalam menghitung pembentukan cadangan piutang tak tertagih. Pertama, salah satu wajib pajak yang diperbolehkan untuk membebankan penghapusan piutang tak tertagih melalui pembentukan cadangan adalah perusahaan pembiayaan konsumen baik secara konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (3) PMK 74/2024.
Kedua, sesuai Pasal 4 ayat (1) PMK 74/2024, pembentukan cadangan piutang tak tertagih dihitung berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia sepanjang tidak melebihi batasan tertentu. Simak ‘Ini Batasan Tertentu untuk Penghitungan Cadangan Piutang Tak Tertagih’.
Ketiga, pembentukan cadangan piutang tak tertagih merupakan biaya yang diperoleh dari nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada akhir tahun pajak dikurangi dengan cadangan piutang tak tertagih awal. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) PMK 74/2024.
Keempat, sesuai Pasal 4 ayat (3) PMK 74/2024, cadangan piutang tak tertagih awal merupakan nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada awal tahun pajak setelah memperhitungkan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih selama tahun pajak berjalan sebagai pengurang.
Kelima, batasan tertentu diterapkan pada penghitungan nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada akhir tahun pajak. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (4) PMK 74/2024. Keenam, sesuai Pasal 4 ayat (5) PMK 74/2024, nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada akhir tahun pajak harus menggunakan nilai yang lebih kecil antara (i) nilai yang dihitung berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia atau (ii) nilai batasan tertentu.
Ketujuh, apabila hasil penghitungan biaya bernilai lebih kecil dari nol maka nilai tersebut diakui sebagai penghasilan pada tahun pajak berjalan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (9) PMK 74/2024. Simak juga ‘Aturan Baru Pembentukan Cadangan Piutang Tak Tertagih, Unduh di Sini’.
Kedelapan, apabila terdapat selisih nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada awal tahun pajak 2024 dengan cadangan piutang tak tertagih pada akhir tahun pajak 2023, berlaku ketentuan sebagai berikut: (i) untuk selisih lebih, diakui sebagai biaya yang dibebankan paling lama dalam jangka waktu 2 tahun pajak, yaitu pada tahun pajak 2024 dan/atau tahun pajak 2025 dan (ii) untuk selisih kurang, diakui sebagai penghasilan pada tahun pajak 2024.
Untuk memudahkan, berikut ini ilustrasi adanya selisih dalam penghitungan nilai awal cadangan piutang tak tertagih pada tahun pajak 2024 sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B angka 3 PMK 74/2024.
Ilustrasi:
PT X merupakan wajib pajak perusahaan pembiayaan konsumen yang memiliki izin dan diawasi OJK. Sebelum PMK 74/2024 berlaku, nilai awal cadangan piutang tak tertagih tahun pajak 2024 berdasarkan nilai akhir cadangan piutang tak tertagih tahun pajak 2023 sebesar Rp8.500.000.000.
Namun, pasca PMK 74/2024 berlaku, nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih pada awal tahun pajak 2024 berdasarkan nilai akhir cadangan piutang tak tertagih tahun pajak 2023 PT X menjadi sebesar Rp16.000.000.000 dengan rincian perhitungan (dalam jutaan rupiah) sebagai berikut.
Berdasarkan perhitungan di atas, terdapat selisih lebih dalam penghitungan nilai awal cadangan piutang tak tertagih pada tahun pajak 2024 sebesar Rp7.500.000.000 dengan rincian perhitungan sebagai berikut.
Dengan demikian, selisih lebih dampak perubahan nilai tercatat cadangan piutang tak tertagih sebesar Rp7.500.000.000 tersebut dapat dibebankan sebagai biaya paling lama 2 tahun yaitu di tahun pajak 2024 dan/atau tahun pajak 2025.
Demikian jawaban yang dapat disampaikan. Semoga membantu.
Sebagai informasi, artikel Konsultasi Pajak hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik [email protected]. (sap)