UU HPP

Aturan Turunan UU HPP Dikebut, Begini Penjelasan Ditjen Pajak

Redaksi DDTCNews
Kamis, 04 November 2021 | 17.00 WIB
Aturan Turunan UU HPP Dikebut, Begini Penjelasan Ditjen Pajak

Penyuluh Pajak Ahli Muda Rumadi dan moderator dalam acara TaxLive DJP.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah masih menyusun aturan turunan dari UU No.7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). 

Penyuluh Pajak Ahli Muda, Rumadi, mengatakan proses percepatan pembuatan aturan turunan tak cuma dilakukan DJP saja. Instansi vertikal kementerian keuangan lainnya seperti Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dan Ditjen Bea Cukai (DJBC) juga terlibat.

"Dengan sudah diundangkannya UU HPP maka DJP, DJBC, BKF, dan beberapa pihak lainnya ini kerja keras agar peraturan turunan dapat selesai secepatnya," katanya dalam acara TaxLive DJP pada Kamis (4/11/2021).

Rumadi menerangkan terdapat 2 klaster dalam UU No.7/2021 yang mulai berlaku saat diundangkan. Kedua klaster tersebut adalah KUP dan Cukai. Sementara itu, 4 klaster lainnya memiliki periode waktu implementasi yang berbeda.

Untuk klaster PPh berlaku mulai tahun pajak 2022. Kemudian klaster PPN mulai berlaku pada 1 April 2022. Selanjutnya, klaster pajak karbon juga mulai berlaku pada April 2022. Terakhir, klaster program pengungkapan sukarela (PPS) harta bersih yang berlaku 6 bulan, mulai 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022.

Dia menerangkan dalam UU No.7/2021 tentang HPP mengatur belasan perubahan dan penambahan aturan KUP. Setidaknya terdapat 17 jenis perubahan dalam KUP yang diatur melalui UU HPP.

"Jadi ada banyak perubahan dengan 17 perubahan atau pengaturan baru dalam KUP," terangnya.

Seperti diketahui, pemerintah resmi mengundangkan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pada 29 Oktober 2021. Ada beberapa tujuan diterbitkannya UU HPP.

Pertama, untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi. Kedua, mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan nasional secara mandiri menuju masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera.

Ketiga, mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum. Keempat, melaksanakan reformasi administrasi, kebijakan perpajakan yang konsolidatif, dan perluasan basis pajak. Kelima, meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.