Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan materi yang dipaparkannya. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan APBN 2023 masih dihadapkan pada tantangan dari sisi pendapatan.
Menurut Sri Mulyani, anggaran belanja relatif aman dan mampu memenuhi kebutuhan pada tahun ini. Berbanding terbalik, kinerja pendapatan masih memiliki potensi tertekan oleh pergerakan harga komoditas.
"Ketidakpastian yang ada adalah dari sisi penerimaan negara, yaitu harga komoditas dan prospek perekonomian global," ujar Sri Mulyani, Kamis (26/1/2023).
Pada 2023, penerimaan perpajakan ditargetkan hanya senilai Rp2.021,2 triliun. Angka ini menurun bila dibandingkan dengan realisasi pada tahun lalu yang mencapai Rp2.034,5 triliun.
Penurunan kinerja perpajakan disebabkan oleh harga komoditas yang diekspektasikan sedikit turun dibandingkan dengan tahun lalu serta tidak adanya penerimaan PPh final yang berasal dari Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pada tahun ini.
Adapun belanja negara ditargetkan senilai Rp3.061,2 triliun dengan subsidi dan kompensasi energi senilai Rp339,6 triliun, sedikit menurun bila dibandingkan dengan belanja pada tahun lalu yang mencapai Rp3.090,8 triliun.
Meski belanja tampak menurun, Sri Mulyani mengingatkan pemerintah sudah tidak lagi mengalokasikan anggaran untuk penanganan pandemi pada tahun ini.
Menurut Sri Mulyani, belanja negara dijaga tinggi untuk memenuhi kebutuhan subsidi. "Kalau kita sudah tidak mengeluarkan dana untuk vaksin lalu uangnya kemana? Uangnya pada 2022 itu untuk subsidi BBM senilai Rp551,2 triliun," ujar Sri Mulyani.
Pada tahun ini, harga migas diperkirakan akan sedikit menurun bila dibandingkan dengan tahun lalu. Harga ICP pada tahun ini diasumsikan senilai US$90 per barel, lebih rendah dari tahun lalu yang senilai US$97 per barel.
Bila harga migas benar-benar turun dan kebutuhan subsidi energi dapat diturunkan dari yang dianggarkan Rp339,6 triliun, pemerintah bakal memiliki ruang yang lebih besar untuk mendanai kebutuhan-kebutuhan belanja lainnya. (sap)