KONSULTASI UU HPP

UMKM Bisa Tidak Perlu Bayar PPh Lagi, Bagaimana Ketentuannya?

Redaksi DDTCNews
Kamis, 10 Februari 2022 | 10.30 WIB
ddtc-loaderUMKM Bisa Tidak Perlu Bayar PPh Lagi, Bagaimana Ketentuannya?
DDTC Fiscal Research & Advisory.

Pertanyaan:
Saya Saskia, pedagang UMKM perorangan dengan usaha penjualan baju batik di Surabaya. Selama 2021, saya memperoleh omzet senilai Rp200 juta. Omzet tersebut menurun cukup drastis dibanding tahun-tahun sebelumnya karena kondisi pandemi Covid-19.

Jika pembatasan sosial masih berlangsung pada tahun ini, omzet penjualan saya memiliki kemungkinan untuk stagnan pada angka tersebut. Meski demikian, saya telah memanfaatkan insentif PPh final DTP yang diberikan pemerintah bagi UMKM pada tahun lalu.

Oleh karena aturan yang diberikan hanya berlaku hingga Desember 2021, saya ingin memastikan apakah saya harus kembali membayar PPh final seperti dahulu? Mohon pencerahannya. Terima kasih.

Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaannya Ibu Saskia.

Memang benar, dalam Pasal 18 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2021 (PMK 82/2021), jangka waktu pemanfaataan insentif pajak penghasilan (PPh) final ditanggung pemerintah (DTP) hanya sampai masa pajak Desember 2021.

Hingga pada hari jawaban ini dituliskan, tidak ada aturan resmi yang diterbitkan terkait perpanjangan insentif tersebut. Simak pula artikel ‘Insentif PPh Final DTP Tak Diatur di PMK Baru, Begini Kata Sri Mulyani’.

Lebih lanjut, ketentuan terkini PPh final dapat dicermati pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang diundangkan pada Oktober 2021.

Wajib pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu dalam 1 tahun pajak tidak dikenakan PPh. Ketentuan ini dapat dijumpai pada Pasal 7 ayat (2a) UU HPP yang berbunyi sebagai berikut:

“Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e tidak dikenai Pajak Penghasilan atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun pajak.”

Adapun Pasal 4 ayat (2) huruf e yang dimaksud berbunyi sebagai berikut:

“Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final ... (e) penghasilan tertentu lainnya, termasuk penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, yang diatur dalam atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.”

Dengan demikian, sepanjang nilai omzet atau peredaran bruto usaha Ibu belum melebihi Rp500 juta pada tahun ini, penghasilan tersebut tidak dikenakan pajak.

Apabila besarannya sudah melebihi angka tersebut, omzet usaha Ibu dapat dikurangi terlebih dahulu dengan Rp500 juta sebelum dikalikan dengan tarif sesuai ketentuan yang berlaku. Simak pula ‘Sederet Fasilitas Pajak UMKM dalam UU HPP, Ini Pernyataan Resmi DJP’.

Lalu, bagaimana aspek perpajakannya jika bertransaksi dengan rekanan yang merupakan pemotong atau pemungut pajak?

Dalam situasi tersebut, kita dapat mengacu pada Pasal 9 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 (PP 23/2018) yang berbunyi:

“Dalam hal Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini bertransaksi dengan Pemotong atau Pemungut Pajak …. Wajib Pajak harus mengajukan permohonan surat keterangan kepada Direktur Jenderal Pajak."

Mengacu pada Pasal 4 ayat (7) dan (8) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK/03/2018 (PMK 99/2018) yang merupakan aturan pelaksana dari PP 23/2018, dapat kita pahami lebih lanjut bahwa copy Surat Keterangan tersebut bisa diberikan kepada pihak tersebut agar pemotongan atau pemungutan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.

Namun, perlu dicatat, PMK tersebut masih disusun sebelum disahkannya UU HPP. Dengan demikian, belum memperhitungkan kondisi adanya omzet yang tidak dikenakan pajak. Oleh karena itu, sebaiknya kita menunggu ketentuan teknis lebih lanjut sebagai pelaksanaan dari UU HPP.

Hal yang terpenting adalah Ibu tetap melaporkan SPT Masa PPh sesuai dengan data dan informasi yang ada dengan jelas, lengkap, dan benar. Perlu dicatat pula, PPh yang perlu disetor sendiri harus dilakukan paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir.

Demikian jawaban yang dapat disampaikan. Semoga membantu.

Sebagai informasi, artikel Konsultasi UU HPP akan hadir setiap Selasa guna menjawab pertanyaan terkait UU HPP beserta peraturan turunannya yang diajukan ke email [email protected]. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan langsung mengirimkannya ke alamat email tersebut.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.