Kendaraan melintas di Gerbang Tol Semanggi, Jakarta, Rabu (6/5/2020). Penerimaan pajak daerah dari pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) di Provinsi DKI Jakarta pada 2021 secara gabungan diproyeksikan mencapai Rp13,35 triliun. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/foc.)
JAKARTA, DDTCNews - Penerimaan pajak daerah dari pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) di Provinsi DKI Jakarta pada 2021 secara gabungan diproyeksikan mencapai Rp13,35 triliun.
Secara lebih terperinci, penerimaan dari PKB diproyeksikan Rp8,95 trilliun, tumbuh 25,6% dari target 2020. Adapun BBN-KB diproyeksikan mencapai Rp4,4 triliun atau tumbuh 70,8% dari target 2021.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta Edi Sumantri menjelaskan beberapa asumsi yang menjadi landasan dari proyeksi kedua jenis pajak ini.
"Pertama, jumlah kendaraan roda 4 yang diproduksi berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia Gaikindo bakal mencapai 824.000 unit," ujarnya di hadapan Komisi C DPRD DKI Jakarta, Rabu (3/6/2020).
Sementara itu, sambungnya, untuk kendaraan roda 2 dan 3 akan mencapai 5,1 juta. Sebanyak 15% dari kendaraan roda 4 yang dijual bakal berada di Jakarta, sedangkan untuk kendaraan roda 2 dan 3 hanya ada 5% yang dijual di Jakarta.
Menurut Edi, porsi Jakarta tergolong kecil karena pasar kendaraan bermotor di Jakarta sudah mencapai titik jenuh dan produsen pun lebih banyak menjual kendaraan bermotor di daerah.Â
"Kalau mobil rata-rata perhari terjual 800 unit dan hampir 1.700 untuk roda 2, karena sudah jenuh jadi penjualannya turun," katanya.
Dengan asumsi penjualan tersebut, diperkirakan penerimaan dari PKB sebesar Rp8,95 triliun dengan asumsi semua kendaraan yang diproduksi terjual secara keseluruhan.
Edi menerangkan peningkatan target PKB hanya dimungkinkan bila target intensifikasi berupa penagihan piutang pajak dan belum daftar ulang (BDU) ditingkatkan. Tercatat, dari Rp8,95 triliun target PKB, hanya sebesar Rp741 miliar yang bersumber dari penagihan piutang dan BDU.
Hal yang sama juga terjadi pada BBNKB. Edi mengatakan BBNKB hanya mungkin tumbuh apabila penjualan kendaraan bermotor di Jakarta meningkat.
BBNKB kendaraan pertama atau BBN-I tarifnya mencapai 12,5%. Tidak ada piutang yang bisa ditagih dari BBN-I karena pada praktiknya, BBNKB harus dibayar agar pembeli bisa mendapatkan BPKB.
Pada sisi lain BBNKB penyerahan kendaraan kedua dan seterusnya atau BBN-II tidak memiliki kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan oleh karena tarifnya yang hanya sebesar 1%. "Peluang peningkatan BBNKB hanya pada peningkatan produksi dan penjualan," kata Edi. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.