Ilustrasi. Teknisi memeriksa saluran uap air panas dari separator di Pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) Binary Organic Rankine Cycle(ORC) berkapasitas 500 KW yang dikelola PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) di Lahendong, Tomohon, Sulawesi Utara, Senin (25/4/2022). ANTARA FOTO/Reno Esnir/YU
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah telah memberikan berbagai fasilitas fiskal untuk mendukung investasi serta produksi kegiatan hulu migas dan pengusahaan panas bumi.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Nirwala Dwi Heryanto mengatakan PMK 217/2019 dan PMK 2018/2019 mengatur pemberian fasilitas terhadap kegiatan hulu migas dan pengusahaan panas bumi.
Fasilitas yang diberikan antara lain pembebasan bea masuk termasuk bea masuk antidumping, imbalan, dan pengamanan, serta tidak dipungutnya pajak dalam rangka impor berupa PPN, atau PPN dan PPnBM, dan/atau PPh Pasal 22.
"Total pembebasan bea masuk sebesar Rp369,35 miliar untuk sektor migas, dan sebesar Rp29,78 miliar untuk sektor pengusahaan panas bumi [pada 2021]," katanya dalam laporan APBN Kita edisi April 2022, dikutip pada Senin (2/5/2022).
Nirwala mengatakan DJBC yang memiliki tugas sebagai trade facilitator dan industrial assistance berupaya membantu dan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk investasi dan produksi migas dan panas bumi. Hal itu salah satunya diwujudkan melalui pemberian fasilitas fiskal atas kegiatan usaha hulu migas dan pengusahaan panas bumi sejak Maret 2020.
Sepanjang 2021, terdapat total 1623 pengajuan permohonan oleh kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Atas permohonan tersebut, DJBC kemudian memberikan fasilitas fiskal kepada usaha sektor migas dan pengusahaan panas bumi dengan total nilai impor sebesar US$1,6 miliar.
Selain memberikan fasilitas fiskal, Nirwala menjelaskan DJBC juga melakukan inovasi dalam percepatan pelayanan. Misalnya, dengan melakukan pelimpahan wewenang pemberian fasilitas kepada Kepala Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea Cukai yang mengawasi wilayah kerja. Kemudian, pengajuan permohonan fasilitas pembebasan dilakukan secara elektronik melalui Sistem INSW (SINSW).
DJBC juga mengembangkan aplikasi Sistem Otomasi Fasilitas Kepabeanan (SOFast) yang mampu mempersingkat janji layanan penerbitan keputusan menteri keuangan (KMK) fasilitas, dari semula 5 hari kerja menjadi hanya 5 jam kerja. SOFast secara otomatis akan menarik data permohonan dari sistem INSW dan melakukan penggabungan KMK fasilitas.
Selanjutnya, permohonan akan disetujui oleh Kepala Kanwil atau KPU Bea Cukai secara elektronik dan diberikan penomoran secara otomatis. KMK pun langsung dikirim secara elektronik ke sistem INSW untuk dapat diakses oleh KKKS.
"Industri migas dan panas bumi merupakan industri padat modal, padat teknologi, dan padat risiko. Namun, pemerintah melalui Bea Cukai senantiasa melakukan inovasi dalam memberikan pelayanan yang terbaik serta kemudahan bagi para pelaku usaha di bidang industri ini," ujarnya.
Nirwala menambahkan industri hulu migas merupakan salah satu sektor industri yang sangat krusial dalam menopang perekonomian negara karena menjadi salah satu sumber utama penerimaan negara bukan pajak (PNPB) yang mendukung realisasi APBN 2021.
Di lain sisi, panas bumi menjadi energi alternatif yang saat ini menjadi perhatian pemerintah, mengingat potensi besarnya sebagai pemasok kebutuhan energi baru dan terbarukan.
Menurutnya, pemerintah memberikan berbagai fasilitas fiskal dengan harapan akan memperoleh return on investment (RoI) atau keuntungan berupa peningkatan jumlah investor di bidang industri hulu migas dan panas bumi.
Hal itu pada akhirnya akan dapat menunjang ketahanan energi nasional, meningkatkan ekspor minyak dan gas bumi untuk menunjang devisa nasional, serta meningkatkan penerimaan negara. (kaw)