ITF 2023

Pilar 2 untuk Cegah Perang Tarif Pajak, Indonesia Tak Bakal Dirugikan

Muhamad Wildan | Rabu, 25 Oktober 2023 | 12:00 WIB
Pilar 2 untuk Cegah Perang Tarif Pajak, Indonesia Tak Bakal Dirugikan

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Kehadiran pajak minimum global sebagaimana dimaksud pada Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) berperan penting untuk mencegah perlombaan penurunan tarif PPh badan atau race to the bottom oleh yurisdiksi-yurisdiksi guna menarik investasi.

Direktur Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP) Mekar Satria Utama menilai pajak minimum global seyogianya tidak dipersepsikan merugikan negara berkembang seperti Indonesia lantaran mengurangi ruang untuk memberikan insentif.

"Pilar 2 ini jangan kita lihat sebagai menguntungkan negara maju atau negara berkembang. Pilar 2 ini mencegah race to the bottom dan memastikan perusahaan multinasional dipajaki di manapun dia berada," katanya, dikutip pada Rabu (25/10/2023).

Baca Juga:
Pusat Bayar Gaji Karyawan Cabang, Siapa yang Potong PPh Pasal 21-nya?

Lebih lanjut, penetapan tarif pajak efektif minimal sebesar 15% tidak hanya berlaku di Indonesia saja, tetapi juga di negara lain. Artinya, daya saing Indonesia dalam menarik penanaman modal asing sesungguhnya tidaklah tergerus.

Dengan adanya pajak minimum global, batas bawah atau floor bagi yurisdiksi dalam memberikan perlakuan pajak preferensial kepada calon investor adalah sebesar 15%, bukan 0% sebagaimana yang terjadi sebelum tercapainya konsensus atas Pilar 2.

"Kami tidak melihat Pilar 2 ini menguntungkan negara tertentu, tetapi lebih kepada bagaimana kita bersama-sama memerangi perilaku dari perusahaan multinasional yang memanfaatkan perbedaan tarif pajak. Ini yang menjadi latar belakangnya," tutur Mekar.

Baca Juga:
Penerbitan SP2DK Tak Boleh Ganggu Usaha Wajib Pajak

Akibat globalisasi dan perkembangan transaksi digital, lanjutnya, perusahaan multinasional selama ini dapat dengan mudah memindahkan induk usahanya ke yurisdiksi-yurisdiksi lain yang memiliki tarif pajak rendah.

Oleh karena itu, kondisi tersebut ingin dicegah melalui pajak minimum global. Bila tidak ada pajak minimum global, satu-satunya langkah yang bisa diambil yurisdiksi untuk mendorong modal kembali ke dalam negeri adalah dengan menurunkan tarif.

Untuk diperhatikan, kebijakan pajak minimum global dengan tarif efektif sebesar 15% berlaku atas grup perusahaan multinasional dengan pendapatan global lebih dari €750 juta atau kurang lebih Rp11 triliun per tahun.

Baca Juga:
Mendagri: Pemda dengan Rasio PAD di Bawah 20% Jangan Mimpi Bisa Maju

Pajak tambahan atau top-up tax dikenakan oleh yurisdiksi tempat ultimate parent entity (UPE) berlokasi dalam hal terdapat anak usaha di yurisdiksi lain yang dibebani pajak dengan tarif efektif di bawah 15%.

Pengenaan top-up tax oleh yurisdiksi tempat UPE berlokasi dilakukan berdasarkan income inclusion rule (IIR).

Walau terdapat hak oleh yurisdiksi tempat UPE berlokasi untuk mengenakan IIR, yurisdiksi pasar memiliki hak untuk terlebih dahulu mengenakan qualified domestic minimum top-up tax (QDMTT) atas anak usaha perusahaan multinasional di yurisdiksinya.

Baca Juga:
Penelitian Kepatuhan Formal, DJP Lihat SPT PPh, SPOP, dan Laporan Lain

Dengan adanya QDMTT, yurisdiksi pasar dapat mengenakan top-up tax atas laba anak usaha grup korporasi multinasional yang dipajaki dengan tarif efektif kurang dari 15%.

Apabila QMDTT dikenakan dan tarif efektif naik menjadi 15%, yurisdiksi tempat UPE berlokasi kehilangan hak untuk mengenakan top-up tax berdasarkan IIR. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 09 Mei 2024 | 13:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pusat Bayar Gaji Karyawan Cabang, Siapa yang Potong PPh Pasal 21-nya?

Kamis, 09 Mei 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Penerbitan SP2DK Tak Boleh Ganggu Usaha Wajib Pajak

Kamis, 09 Mei 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK DAERAH

Mendagri: Pemda dengan Rasio PAD di Bawah 20% Jangan Mimpi Bisa Maju

Kamis, 09 Mei 2024 | 08:41 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Penelitian Kepatuhan Formal, DJP Lihat SPT PPh, SPOP, dan Laporan Lain

BERITA PILIHAN
Kamis, 09 Mei 2024 | 16:30 WIB KABUPATEN BANYUMAS

Tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu Ditetapkan Paling Tinggi 40%

Kamis, 09 Mei 2024 | 15:30 WIB KONSULTASI PAJAK

Angsuran PPh Pasal 25 bagi WP Masuk Bursa, Bagaimana Ketentuannya?

Kamis, 09 Mei 2024 | 14:30 WIB BEA CUKAI BOJONEGORO

Bea Cukai Musnahkan Jutaan Rokok dan Ribuan Liter Miras Ilegal

Kamis, 09 Mei 2024 | 13:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pusat Bayar Gaji Karyawan Cabang, Siapa yang Potong PPh Pasal 21-nya?

Kamis, 09 Mei 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Penerbitan SP2DK Tak Boleh Ganggu Usaha Wajib Pajak

Kamis, 09 Mei 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Batas Waktu Pembayaran dan Pelaporan SPT Masa Pajak Penghasilan

Kamis, 09 Mei 2024 | 10:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Resign di Tengah Tahun dan Sudah Lapor SPT, Tetap Minta Bukti Potong?

Kamis, 09 Mei 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN MONETER

Stabilisasi Nilai Tukar, Cadangan Devisa Turun 4,2 Miliar Dolar AS