PERPU 1/2020

Perlakuan PPN dan PPh Transaksi Elektronik dalam Perppu 1/2020

Redaksi DDTCNews | Rabu, 01 April 2020 | 08:15 WIB
Perlakuan PPN dan PPh Transaksi Elektronik dalam Perppu 1/2020

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Ketentuan perlakuan perpajakan dalam kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) yang awalnya masuk dalam RUU Omnibus Law Perpajakan juga ikut diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1/2020.

Perlakuan perpajakan PMSE ini menjadi salah satu dari 4 kebijakan di bidang perpajakan dalam Perppu No.1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19. Simak artikel ‘Ini 4 Kebijakan Perpajakan dalam Perppu 1/2020’.

“PMSE … merupakan perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik,” demikian bunyi penggalan pasal 4 ayat (2) Perppu tersebut.

Baca Juga:
Pembeli Barang Sangat Mewah Bisa Kena PPh Pasal 22, Begini Aturannya

Perlakuan perpajakan tersebut ada dua. Pertama, pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dan/atau jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean melalui PMSE.

Pengenaan PPN mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang (UU) PPN. PPN itu dipungut, disetorkan, dan dilaporkan oleh pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, penyelenggara PMSE luar negeri, dan/atau penyelenggara PMSE dalam negeri, yang ditunjuk Menkeu.

“Penyelenggara PMSE … merupakan pelaku usaha penyedia sarana komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan,” demikian bunyi penggalan pasal 6 ayat (4) Perppu tersebut.

Baca Juga:
Penghitungan PPh Pasal 21 atas Jasa Sehubungan dengan Pekerjaan Bebas

Pedagang luar negeri atau penyedia jasa luar negeri merupakan orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar daerah pabean yang melakukan transaksi dengan pembeli barang atau penerima jasa di dalam daerah pabean melalui sistem elektronik.

Kedua, pengenaan pajak penghasilan (PPh) atau pajak transaksi elektronik atas kegiatan PMSE yang dilakukan oleh subjek pajak luar negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan.

Pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau penyelenggara PMSE luar negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan dapat diperlakukan sebagai bentuk usaha tetap (BUT) dan dikenakan PPh.

Baca Juga:
Cara Ajukan SKB PPh Pasal 22 untuk Hunian Mewah di KEK Pariwisata

Ketentuan kehadiran ekonomi signifikan berupa peredaran bruto konsolidasi grup usaha sampai dengan jumlah tertentu, penjualan di Indonesia sampai dengan jumlah tertentu, dan/atau pengguna aktif media digital di Indonesia sampai dengan jumlah tertentu.

PPh dibayar dan dilaporkan oleh pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau penyelenggara PPMSE luar negeri.Mereka dapat menunjuk perwakilan yang berkedudukan di Indonesia untuk memungut, menyetorkan, dan melaporkan PPN yang terutang dan/atau untuk memenuhi kewajiban PPh.

“Besarnya tarif, dasar pengenaan, dan tata cara penghitungan PPh … diatur dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah,” demikian penggalan bunyi pasal 6 ayat (12) Perppu tersebut.

Baca Juga:
Begini Penghitungan Angsuran PPh 25 Jika SPT Tahunan Telat Disampaikan

Jika penetapan sebagai BUT tidak dapat dilakukan karena penerapan perjanjian penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak, pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau penyelenggara PPMSE luar negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan, dikenakan pajak transaksi elektronik.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penunjukan, pemungutan, dan penyetoran, serta pelaporan PPN; kehadiran ekonomi signifikan, tata cara pembayaran dan pelaporan PPh atau pajak transaksi elektronik; dan tata cara penunjukan perwakilan diatur dengan peraturan menteri keuangan.

Kendati Perppu ini berlaku mulai 31 Maret 2020, sesuai Undang-Undang (UU) No.12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Perppu masih harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut (masa sidang pertama DPR setelah Perppu ditetapkan).

Baca Juga:
Empat Menteri Negara G20 Dukung Penerapan Pajak Kekayaan Global

Pengajuan Perppu dilakukan dalam bentuk pengajuan RUU tentang penetapan Perppu menjadi UU. DPR hanya memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap Perppu. Jika Perppu mendapat persetujuan DPR, Perppu ditetapkan menjadi UU.

Jika tidak mendapat persetujuan DPR, Perppu tersebut harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku. Jika Perppu harus dicabut dan harus dinyatakan tidak berlaku, DPR atau Presiden mengajukan RUU tentang Pencabutan Perppu.

RUU tentang Pencabutan Perppu mengatur segala akibat hukum dari pencabutan Perppu. RUU ini ditetapkan menjadi UU tentang Perppu dalam rapat paripurna yang sama dengan penolakan (tidak ada pemberian persetujuan) dari DPR. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN