Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pembebasan bea meterai atas dokumen terms and condition (T&C) e-commerce memerlukan dukungan dari Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Pasal 6 ayat (3) UU 10/2020 mengatur pemberlakuan tarif bea meterai yang berbeda hanya dapat dilakukan untuk mendukung program pemerintah dan mendukung pelaksanaan kebijakan moneter atau sektor keuangan.
"Ini dikunci dia di kebijakan moneter dan sektor keuangan. Kalau mau diperluas, pasal ini harus mencakup tadi yang T&C," ujar Kasubdit PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Ditjen Pajak (DJP) Bonarsius Sipayung mengatakan, Kamis (16/6/2022).
Untuk mengubah besaran tarif tetap yang sudah ada, pemerintah mengonsultasikannya dengan DPR dan menetapkannya melalui peraturan pemerintah (PP).
“Perlu ada dukungan dari bank sentral selaku pengendali kebijakan moneter atau dari OJK selaku pengendali kebijakan sektor keuangan untuk kemudian dikonsultasikan dengan DPR dan ditetapkan dalam suatu PP,” ujar Bonarsius.
DJP memandang dokumen T&C e-commerce berjenis click-wrap agreement adalah objek bea meterai sesuai dengan UU 10/2020. Click-wrap agreement sendiri adalah dokumen perjanjian yang memerlukan tindakan afirmatif atau persetujuan dari pengguna platform dengan menekan tombol I Agree, I Accept, dan sejenisnya.
T&C berupa click-wrap agreement memenuhi persyaratan perjanjian antara 2 pihak pada KUH Perdata, sehingga dokumen elektronik tersebut seharusnya terutang bea meterai. Meski demikian, saat ini sistem elektronik pelunasan bea meterai dan peneraan meterai atas dokumen berupa T&C masih dipersiapkan oleh Perum Peruri.
Tak seperti dokumen pada sektor keuangan dan perbankan, dokumen T&C memiliki sifat yang berbeda, sehingga memerlukan skema penerapan bea meterai tersendiri. "DJP masih dalam konteks mempersiapkan. Kita akan melihat secara menyeluruh," ujar Bonarsius. (kaw)