ANALISIS INSENTIF PAJAK

Opsi Keringanan Pajak bagi Sektor Penerbangan di Masa Covid-19

Minggu, 19 April 2020 | 11:37 WIB
Opsi Keringanan Pajak bagi Sektor Penerbangan di Masa Covid-19

Bintang Perdana Putra,
DDTC Consulting

“BABAK BELUR” merupakan istilah yang sekiranya dapat menggambarkan situasi ekonomi global saat ini. Sejak ditetapkannya Covid-19 sebagai pandemi oleh World Health Organization (WHO) pada 11 Maret 2020, sampai hari ini belum satupun negara yang sanggup menyatakan 100% telah bersih dari jeratan wabah ini. Bahkan, para ahli banyak yang memprediksi akan terjadinya resesi berskala besar jika kondisi tidak kunjung mereda.

Tidak sedikit industri yang menjadi korban akibat situasi pandemi ini. Namun, dapat dikatakan salah satu pihak yang paling merasakan pil pahit dampak pandemi ini adalah sektor industri penerbangan komersial. Pembatasan ruang gerak transportasi dalam lingkup domestik maupun lintas negara, memberikan efek yang signifikan terhadap tingkat pendapatan pada sektor ini.

Cukuplah Flybe menjadi sosok yang dapat mewakili pernyataan di atas, maskapai penerbangan raksasa asal Inggris yang telah mengudara dalam empat dekade terakhir ini, harus memutuskan gulung tikar karena ikut terpengaruh dampak ekonomi situasi pandemi ini.

Berdasarkan analisis terbaru International Air Transport Association (IATA) yang dirilis pada 14 Maret 2020, sektor transportasi udara penumpang secara global dapat mengalami kerugian penerimaan sekitar US$314 miliar pada 2020 atau 55% lebih rendah dari pencapaian tahun sebelumnya. Bahkan, pada kesempatan yang lain, IATA memprediksi secara global sekitar 25 juta jiwa dapat terancam kehilangan perkerjaannya pada sektor ini.

Kebijakan Dalam Negeri
SEJUMLAH kemudahan yang diberikan oleh pemerintah kepada publik sangat perlu dilakukan. Hal tersebut dikarenakan publik berhak menerima reaksi positif dan simpati lebih apabila menjadi korban bencana alam atau keadaan kahar (force majeure) lainnya (Barber, 2016).

Upaya meminimalkan dampak ekonomi akibat pandemi terus digencarkan sejumlah negara. Merujuk pada Indonesia Taxation Quarterly Report (Q1-2020) yang bertajuk ‘Global Tax Policy Responses to Covid-19 Crisis’. Banyak negara turut berlomba memberikan stimulus fiskal untuk menjaga stabilitas ekonomi. Indonesia termasuk salah satunya yang terbilang sangat responsif dalam mengeluarkan pelbagai kebijakan fiskal.

Lebih lanjut, Darussalam (2020) menyebutkan bahwa pemerintah telah bereaksi cepat melakukan pergeseran paradigma pajak, dari fungsi penerimaan (budgeter) menjadi fungsi mengatur (regulerend). Ada suatu kerelaan untuk mengorbankan penerimaan pajak dalam rangka menstabilkan kondisi ekonomi.

Sejumlah kebijakan fiskal dalam rangka menstabilkan kondisi ekonomi telah diluncurkan oleh pemerintah. Mulai dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2020, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28/PMK.03/2020, dan yang terbaru melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.04/2020.

Merujuk pada poin pertimbangan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 23/PMK.03/2020, melalui peraturan tersebut pemerintah menyampaikan kepada publik bahwa untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat, dan produktivitas sektor tertentu sehubungan dengan pandemi Covid-19 perlu diberikan insentif pajak dalam rangka mendukung penanggulangan dampak buruknya.

Oleh karena itu, sikap pemerintah sangat perlu diapresiasi oleh publik atas pelbagai alternatif kebijakan yang diluncurkan. Hal ini perlu disadari betul bahwa tidaklah mudah menetapkan kebijakan yang berdampak pada turunnya pendapatan negara secara langsung, ketika pada saat yang bersamaan pemerintah membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk menjalankan pelbagai program kerjanya.

Opsi Keringanan Pajak untuk Industri
SEJUMLAH negara juga telah menerapkan skema keringanan pajak (tax relief) dalam rangka mengurangi beban sektor penerbangan komersial. Sebut saja negara Kamboja yang telah menerapkan kebijakan skema keringanan pajak sebesar minimal 10% mulai Maret hingga Mei 2020 mendatang, bagi maskapai penerbangan yang telah memutuskan berhenti beroperasi sejak pandemi Covid-19 terjadi.

Lebih lanjut, skema serupa juga diterapkan oleh Amerika Serikat yang memberikan penangguhan pajak atas transportasi udara sebesar 7,5% hingga akhir tahun 2020. Hal tersebut merujuk pada Coronavirus Aid, Relief, and Economic Security (CARES Act) yang ditetapkan sejak 27 Maret 2020 (www.nbaa.org, diakses 17 April 2020).

Opsi perluasan Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) sekiranya dapat menjadi angin segar bagi pelaku usaha pada sektor penerbangan komersial. Terdapat sejumlah harapan dari pemerintah yang berencana memperluas 11 sektor usaha agar berhak menerima insentif pajak termasuk di antaranya sektor transportasi.

Sebagai penutup, diharapkan secara khusus sektor penerbangan komersial dapat segera menikmati penawaran fasilitas insentif pajak tersebut demi mengurangi beban operasional yang ada. Namun, alangkah bijaknya para stakeholder sektor ini tetap bersabar untuk menunggu kepastian hukum dari pemerintah melalui peluncuran kebijakan terkini terkait sejumlah keringanan lainnya yang coba disuguhkan untuk sektor ini. (Disclaimer)

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Jumat, 23 Februari 2024 | 09:00 WIB ANALISIS PAJAK

Simplifikasi Ketentuan Transfer Pricing Ala Pilar 1 Amount B

Rabu, 21 Februari 2024 | 11:00 WIB ANALISIS PAJAK

Menelusuri Kompleksitas dan Tantangan Penerapan Pilar 1 Amount A

Selasa, 20 Februari 2024 | 11:50 WIB ANALISIS PAJAK

Implementasi ‘Two-Pillar Solution’ Kian Dekat, Siapkah Kita?

Kamis, 25 Januari 2024 | 09:15 WIB ANALISIS PAJAK

Mendesain Pemeriksaan Pajak Berbasis Teknologi dan Risiko Kepatuhan

BERITA PILIHAN