LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2023

Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan dengan Pajak

Redaksi DDTCNews | Jumat, 13 Oktober 2023 | 11:25 WIB
Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan dengan Pajak

Nurul Mutiara Risqi Amalia,
Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah

PESTA demokrasi akan dilaksanakan 14 Februari 2024 mendatang. Perbincangan politik mulai terasa ‘panas-dingin’ di berbagai platform digital. Baik media arus utama maupun media sosial tengah gencar membahas kelebihan masing-masing calon pemimpin.

Terlebih, masyarakat bukan hanya akan memilih presiden dan wakil presiden. Dalam gelaran pemilihan umum (pemilu) serentak, masyarakat juga memilih anggota DPR, DPD, serta DPRD kabupaten/kota untuk periode tahun 2024-2029.

Di tangah situasi tersebut, ada beberapa hal menarik yang bisa digali dari bakal calon pemimpin. Layaknya ratu kecantikan yang harus mempresentasikan jawaban dari pertanyaan para juri, para calon pemimpin pun perlu memberikan jawaban memikat saat diskusi publik diselenggarakan.

Jawaban-jawaban itu dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemilih untuk menentukan pemimpin yang layak. Sebab, calon pemimpin negara maupun anggota legislatif berkaitan dengan program dan kebijakan 5 tahun mendatang, termasuk menyangkut pajak pusat dan daerah.

Pajak merupakan tulang punggung bagi sebuah negara. Sama halnya dengan tulang punggung, bila mengalami hantaman keras, seluruh tubuh akan ikut merasakan sakit. Oleh karena itu, diperlukan tindakan yang benar agar mampu meminimalisasi kerusakan.

Menjelang pemilihan umum, diskusi terbuka menjadi salah satu jalan bagi calon pemimpin untuk beradu inovasi program ke depan. Meski demikian, inovasi mengenai pajak masih jarang dibahas di hadapan khalayak.

Padahal pajak termasuk pilar penting bagi pembangunan. Terlebih lagi, masyarakat punya andil di dalamnya sebagai wajib pajak. Jadi, sudah seharusnya jika perumusan desain pemungutan, transparansi, hingga rencana pengalokasian menjadi sajian utama dalam meja diskusi.

Ada 2 faktor penting yang tak bisa dianggap sepele, yakni political acceptability dan administrative feasibility. Political acceptability merupakan dukungan antarpemangku kepentingan seperti pemerintah, lembaga legislatif, dunia usaha, masyarakat, dan akademisi.

Sementara itu, administrative feasibility meliputi mekanisme pemungutan, pelaporan kelembagaan, biaya kepatuhan, hingga kerja sama antarpemangku kepentingan (Darussalam, 2022). Sinkronisasi kedua faktor tersebut akan mendukung upaya pengamanan target penerimaan negara yang menjadi sumber pendanaan atas pembangunan.

Oleh karena itu, inovasi kebijakan perpajakan perlu dibuat secara terperinci dan mendalam. Hal ini berguna sebagai membuka kepercayaan publik sekaligus menjadi daya tarik. Terlebih, isu pajak cukup sensitif di mata masyarakat akhir-akhir ini.

Pembangunan Berkelanjutan dan Peran Pajak

Kepercayaan publik menjadi aspek yang krusial karena berkaitan erat dengan kepatuhan pajak. Terlebih, setiap rupiah yang ditarik dari wajib pajak, baik badan maupun perorangan, berkontribusi besar sebagai penyokong utama APBN. Hal ini dikarenakan pajak menyangga hampir 70% dana APBN.

Artinya, wajib pajak berperan sebagai pendorong terlaksananya pembangunan. Adapun Pembangunan yang dimaksud adalah pembangunan berkelanjutan atau sustainable development yang menjadi salah satu bahasan penting dalam penyusunan RPJPN 2025-2045.

Pembangunan berkelanjutan erat kaitannya dengan upaya terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan (UU No. 32 Tahun 2009).

Pada 2023, fokus APBN lebih banyak untuk pembangunan infrastruktur. Tak dapat dimungkiri tiap wilayah membutuhkan konektivitas yang memadai untuk kelancaran aktivitas. Meski begitu, APBN juga tetap dialokasikan untuk pemulihan ekonomi pascapandemi melalui peningkatan penggunaan produksi dalam negeri.

Hingga semester I/2023, penerimaan pajak mencapai 56,47% dari target APBN dengan nominal senilai Rp970,2 triliun. Nilai tersebut bisa terus meningkat apabila perekonomian membaik. Hal ini ditandai dengan angka pendapatan dan daya beli masyarakat yang stabil.

Kembali pada besarnya kontribusi pajak dalam APBN, perlu ada peningkatan tax ratio yang semula berada di bawah 10% menjadi 14%. Tentu, upaya tersebut bukan hal mudah mengingat banyak aspek saling bertautan, termasuk kepatuhan wajib pajak.

Terkait dengan upaya peningkatan kepatuhan wajib pajak, Kementerian Keuangan tengah mempersiapkan coretax administration system (CTAS). Penggunaan teknologi dapat membuat basis data lebih baik sehingga mendukung pelaksanaan tugas otoritas.

Harapannya, ada perlakuan (treatment) yang tepat sesuai dengan profil risiko wajib pajak. Perlakuan yang tepat pada gilirannya juga meningkatkan kepatuhan sekaligus kepercayaan dari masyarakat wajib pajak.

Agar implementasi CTAS berjalan baik perlu dukungan pemimpin terpilih serta anggota legislatif. Terlebih, masa jabatan Presiden Joko Widodo dan anggota legislatif juga berakhir pada 2024, bertepatan dengan tahun pertama penerapan CTAS.

Oleh karena itu, kebijakan perpajakan harus menjadi sajian utama yang dimasukkan ke agenda diskusi pemilu agar calon pemilih, dalam hal ini adalah wajib pajak, bisa menentukan pemimpin yang punya kesamaan visi dan misi untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan sesuai dengan RPJPN 2025-2045.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 18 Mei 2024 | 15:00 WIB IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

WP Penerima Tax Holiday IKN Juga Berhak Dapat Pembebasan PPh Potput

Sabtu, 18 Mei 2024 | 11:30 WIB PER-6/PJ/2011

Berapa Batas Nilai Zakat yang Bisa Dijadikan Pengurang Pajak?

BERITA PILIHAN