TAJUK PAJAK

Menjaga Momentum Reformasi Pajak

Redaksi DDTCNews | Rabu, 30 November 2016 | 06:01 WIB
Menjaga Momentum Reformasi Pajak

Ilustrasi. (DDTCNews)

JANUARI 2015, DPR dan pemerintah sepakat memasukkan revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019. Lebih dari itu, keduanya juga sepakat memasukkan RUU KUP inisiatif pemerintah ini dalam Prolegnas Prioritas 2015.

Namun sampai akhir 2015, pemerintah tak kunjung mengirim draf RUU KUP ke DPR, meski laporan hasil penyelarasan naskah akademiknya sudah selesai, dan sudah mendapatkan Surat Keterangan No. PHN.01.03-163 dari Menteri Hukum dan HAM, sebagai salah satu syarat masuk Prolegnas.

Akhirnya, Januari 2016, DPR dan pemerintah kembali memasukkan RUU KUP ke Prolegnas Prioritas 2016. Pada Mei 2016, draf RUU KUP masuk ke DPR, di tengah pembahasan RUU Pengampunan Pajak. Masuknya RUU KUP ini sejalan dengan agenda reformasi pajak pasca-tax amnesty.

Baca Juga:
Bertemu S&P, Sri Mulyani Sebut Konsolidasi Fiskal RI Cepat dan Kuat

DPR juga telah menerima surat presiden (surpres) tentang penunjukan kementerian yang mewakili pembahasan revisi UU KUP. Sayang, RUU KUP tetap belum dapat dibahas karena pemerintah belum mengirimkan naskah akademiknya, sebagai bagian dari prosedur dimulainya pembahasan RUU.

Menkeu Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan revisi UU KUP ditujukan untuk memperbaiki administrasi perpajakan. “Revisi itu mencakup berbagai dimensi, mulai dari penguatan kelembagaan DJP hingga perubahan aturan yang menghambat upaya penghimpunan data,” katanya, Rabu (25/5).

Akhir Juli, Presiden Joko Widodo menunjuk Sri Mulyani Indrawati menggantikan Menkeu Bambang. Menkeu Sri Mulyani kemudian melakukan penilaian ulang (re-assessment) terhadap draf RUU KUP warisan Menkeu Bambang. Hasilnya, draf RUU KUP yang sudah diserahkan ke DPR akan diperbaiki.

Baca Juga:
Pasar Keuangan Tak Stabil, Penarikan Utang APBN Masih Minim

Menurut Menkeu Sri Mulyani, beberapa poin yang dianggap perlu dikoreksi dalam draf RUU KUP tersebut antara lain posisi dan kelembagaan DJP sebagai lembaga semi-otonom serta pemberian diskresi kepada aparat pajak yang tidak diseimbangkan dengan pengawasannya.

“Masyarakat pasti berpikiran, jika [aparat pajak] diberikan diskresi apakah nanti tidak abuse? Dari dulu kan memang seperti itu persoalannya. Bahkan juga kasus operasi tangkap tangan [KPK pada Kasubdit Bukti Permulaan DJP] membuat masyarakat lebih skeptis,” kata Sri Mulyani, Sabtu (29/11).

Sampai di sini, agaknya kita sudah bisa menebak sinyal yang dikirimkan Menkeu: DJP akan tetap menjadi DJP di Kementerian Keuangan seperti praktik selama ini, dan kewenangan aparat pajak yang diperkuat dalam draf lama akan cenderung dibatasi baik melalui aturan maupun pengawasan.

Baca Juga:
Turun 27 Persen, Setoran Pajak dari Sektor Tambang Hanya Rp 19 Triliun

Tidak ada masalah dengan re-assessment yang dilakukan Menkeu. Hampir persis 10 tahun lalu, di tengah dominasi wacana perlunya bersikap ‘business friendly’, Menkeu Sri Mulyani juga melakukan re-assessment seperti itu hingga akhirnya mengoreksi draf RUU KUP versi Menkeu Jusuf Anwar.

Karena itu, tentu Menkeu juga tahu, pengaruh apa yang diberikan UU KUP hasil re-assessment-nya 10 tahun lalu itu hingga kini disimpulkan perlu dikoreksi. Dan dengan pengalaman yang panjang itu, tentu Menkeu tahu, kenapa draf RUU KUP kini perlu memperkuat institusi DJP sekaligus kewenangan fiskus.

Di luar koreksi itu, kami perlu ingatkan, revisi UU KUP ini adalah agenda inti reformasi perpajakan, yang bukan tanpa kebetulan, diniatkan untuk dijalankan segera setelah program pengampunan pajak dilaksanakan. Jangan sampai perbaikan draf RUU KUP melewatkan momentum tax amnesty.

Baca Juga:
Penerimaan Pajak dari PPN Dalam Negeri Turun 26 Persen, Ada Apa?

Karena itu, RUU KUP harus tetap diupayakan masuk ke Prolegnas 2017. Momentum reformasi pajak harus dijaga. Re-assessment Menkeu jangan memakan waktu yang terlalu lama. Akan lebih bagus lagi, jika RUU KUP dibahas pararel dengan RUU PPh dan RUU PPN, yang memang perlu diharmoniskan.

Jangan lupa, agenda reformasi perpajakan ini masih panjang. Masih berderet daftar RUU yang perlu diharmoniskan dengan revisi paket UU Pajak. RUU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, RUU Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, juga RUU Perbankan untuk sekadar menyebut contoh.

Oleh sebab itu, jangan sampai niat untuk melakukan re-assessment RUU KUP malah tak menghasilkan apa-apa selain kehilangan peluang besar untuk menciptakan ‘jembatan’ menuju perubahan sistem dan praktik perpajakan yang lebih baik. Momentum harus tetap dijaga, itu yang perlu diingat. (*)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 27 Maret 2024 | 10:37 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Bertemu S&P, Sri Mulyani Sebut Konsolidasi Fiskal RI Cepat dan Kuat

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:15 WIB KINERJA FISKAL

Pasar Keuangan Tak Stabil, Penarikan Utang APBN Masih Minim

Senin, 25 Maret 2024 | 16:00 WIB PENERIMAAN PAJAK

Turun 27 Persen, Setoran Pajak dari Sektor Tambang Hanya Rp 19 Triliun

Senin, 25 Maret 2024 | 14:00 WIB PENERIMAAN PAJAK

Penerimaan Pajak dari PPN Dalam Negeri Turun 26 Persen, Ada Apa?

BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 08:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Cetak Kartu NPWP Tak Perlu ke Kantor Pajak, Begini Caranya

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Punya Reksadana dan Saham, Gimana Isi Harga Perolehan di SPT Tahunan?

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Cashback Jadi Objek Pajak Penghasilan? Begini Ketentuannya

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:47 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Bansos Beras Hingga Akhir Tahun, Jokowi: Saya Usaha, Tapi Enggak Janji

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:31 WIB PENGAWASAN PAJAK

Data Konkret akan Daluwarsa, WP Berpotensi Di-SP2DK atau Diperiksa

Kamis, 28 Maret 2024 | 14:42 WIB PELAPORAN SPT TAHUNAN

Mau Pembetulan SPT Menyangkut Harta 5 Tahun Terakhir, Apakah Bisa?