OPINI PAJAK

Meningkatkan Kualitas Pendidikan dengan Pajak

Rabu, 30 Juni 2021 | 13:45 WIB
Meningkatkan Kualitas Pendidikan dengan Pajak

Endang Unandar,
Pegawai Ditjen Pajak Kemenkeu
 

ORGANISATION for Economic Co-operation and Development (OECD) telah melakukan survei kualitas layanan pendidikan di Indonesia melalui The Program for International Student Assessment (PISA) pada 2018. Hasil survei ini telah terbit pada 2019.

Skor Indonesia tergolong rendah, yaitu di urutan 74 dari 79 negara. Indonesia masih berada di belakang beberapa negara Asia. Survei ini dilakukan dengan menitikberatkan pada katagori kemampuan membaca, sains, dan matematika.

PISA merupakan survei evaluasi sistem pendidikan di dunia yang mengukur kinerja siswa kelas pendidikan menengah. Penilaian ini dilakukan setiap tiga tahun sekali. PISA menjadi barometer bagi negara-negara di dunia untuk meningkatkan kualitas pendidikan agar mampu bersaing secara Internasional.

Dalam konteks ini, negara jelas mempunyai kewajiban untuk melaksanakan pendidikan bagi warga negara dan semua biaya ditanggung negara. Selain itu, negara juga berkewajiban menyelenggarakan sistem pendidikan nasional sebagaimana termaktub dalam Pasal 31 UUD 1945.

Dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4 tertulis kalimat “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Kalimat ini menggambarkan cita-cita bangsa Indonesia untuk mendidik dan menyamaratakan pendidikan ke seluruh penjuru wilayah negara Indonesia agar kehidupan berbangsa yang cerdas dapat tercapai.

Pendidikan nasional merupakan tujuan utama negara dalam membangun peradaban bangsa yang bermartabat dan mampu bersaing di kancah internasional. Oleh karena itu, pendidikan yang berkualitas dibutuhkan untuk setiap warga negara.

Sesuai dengan Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Tujuan dari pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Terdapat beberapa hal yang berpengaruh dan dapat menjamin tercapainya tujuan pendidikan nasional tersebut. Mulai dari guru/pendidik, lingkungan dalam proses pendidikan, hingga sarana dan prasarana.

Pajak untuk Pendidikan
PADA era pandemi covid-19, peran APBN sangat keras untuk menahan dampak serangan covid-19 yang imbasnya hampir pada seluruh sektor ekonomi, tidak terkecuali sektor pendidikan. Di tengah kondisi pandemi ini, sektor pendidikan tetap menjadi perhatian negara.

Pertama, pemerintah tetap mengalokasikan anggaran sebesar 20% dari APBN atau senilai Rp550 trilliun pada 2021. Sesuai dengan Pasal 31 ayat (4) UUD 1945, dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari APBN pada sektor pendidikan.

Anggaran pendidikan ini diarahkan untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan melalui peningkatan skor PISA dan penguatan penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) serta peningkatan kompetensi guru/pendidik.

Sebagai salah satu sumber pendapatan negara (budgeter), pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran negara, berupa pengeluaran konsumsi pemerintah dan transfer pemerintah. Hampir 80% pendapatan negara dalam APBN berasal dari penerimaan pajak.

Kedua, di samping pengalokasian anggaran pendidikan dalam APBN, pada masa pandemi covid-19, pemerintah juga memberikan insentif pajak kepada badan/lembaga pendidikan. Sisa lebih yang diperoleh badan/lembaga tidak dikenakan pajak.

Sisa lebih itu digunakan untuk pembangunan dan/atau sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan dan dilakukan paling lama dalam jangka waktu 4 tahun sejak sisa lebih diperoleh.

Ketiga, insentif pajak juga dapat dimanfaatkan oleh lembaga pendidikan atau wajib Pajak yang terdampak pandemi covid-19 untuk mendapatkan pengurangan sebesar 50% atas angsuran PPh pasal 25 yang berlaku sampai akhir 2021.

Keempat, ada pula fasilitas pajak berupa superdeduction vokasi, yaitu atas pengeluaran/biaya yang dikeluarkan wajib pajak untuk kegiatan praktek kerja, pemagangan, atau pembelajaran dalam pengembangan kompetensi tertentu dapat menerima insentif pajak. Insentif itu berupa pengurangan penghasilan bruto hingga 200% sesuai dengan PMK 128/2019.

Dari data yang diperoleh, sebanyak 39.096 peserta yang telah mengikuti praktek kerja lapangan, magang kerja, dan pembelajaran pengembangan kompetensi. Mereka berada di sektor usaha manufaktur, pariwisata dan industri kreatif, agrobisnis, kesehatan, dan ekonomi digital. Kemudian, baru sekitar 36 wajib pajak yang memanfaatkan PMK 128/2019 sehingga masih besar peluang wajib pajak lainnya untuk dapat turut serta dalam pengembangan sektor pendidikan.

Kelima, diberikan juga fasilitas superdeduction atas kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu di Indonesia. Wajib pajak dapat diberikan pengurangan penghasilan bruto paling tinggi 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan yang dibebankan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan PMK 153/2020.

Sebagai informasi, superdeduction tax merupakan bagian dari upaya pemerintah agar seluruh elemen bangsa dapat terlibat dan mendukung dunia pendidikan. Pemerintah sadar upaya untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas tidak hanya dipikul negara, tapi perlu dilakukan secara gotong royong.

Oleh karena itu, wajib pajak yang turut serta dalam rangka pengembangan sektor pendidikan dapat memanfaatkan fasilitas superdeduction tax. Tujuan superdeduction tentu saja untuk mengurangi pajak penghasilan, bahkan bisa jadi pajak penghasilan menjadi nihil.

Keenam, selain insentif tersebut, pemerintah juga mempunyai kebijakan lain untuk pengembangan dunia pendidikan. Hal ini terkait dengan sumbangan dari pihak ketiga yang langsung digunakan untuk investasi di bidang pendidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf j dan huruf l UU PPh.

Sesuai dengan UU PPh, terhadap wajib pajak yang memberikan sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia serta sumbangan fasilitas pendidikan, sumbangan tersebut menjadi biaya yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak. Hal ini dikarenakan biaya itu dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Dengan demikian, insentif atau keringanan pajak yang diberikan pemerintah diharapkan mampu menguatkan kerja sama badan nirlaba di bidang pendidikan dengan pihak lain.

Terakhir, pemerintah juga memberikan insentif nonpajak di bidang pendidikan seperti bantuan pulsa untuk mengikuti kegiatan pembelajaran jarak jauh (PJJ), dana bantuan operasioanal sekolah (BOS), dan pemberian beasiswa bagi masyarakat melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP)-Kementerian Keuangan.

Berdasarkan berbagai hal di atas, dapat disimpulkan bahwa pemerintah memiliki komitmen yang tinggi bagi pendidikan nasional. Baik berupa belanja pendidikan yang dibiayai oleh pajak, maupun berbagai insentif di sektor pajak.

Ketentuan tersebut sekaligus untuk menghindari pengelolaan pendidikan sebagai investasi dan komersialisasi. Dengan demikian, penambahan dana pendidikan tidak lagi mengandalkan iuran dari siswa atau mahasiswa. Dampak ikutannya, skor PISA juga bakal naik.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 23 April 2024 | 16:00 WIB HARI BUKU SEDUNIA

World Book Day, Ini 3 Ketentuan Fasilitas Perpajakan untuk Buku

Senin, 22 April 2024 | 12:30 WIB UNI EMIRAT ARAB

Uni Emirat Arab Godok Insentif Pajak untuk Kegiatan Litbang

Sabtu, 20 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Faktor-Faktor yang Menentukan Postur APBN Indonesia

BERITA PILIHAN