LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2022

Mengantisipasi Risiko Hilangnya Potensi Pajak dari Sharing Economy

Redaksi DDTCNews | Rabu, 05 Oktober 2022 | 15:10 WIB
Mengantisipasi Risiko Hilangnya Potensi Pajak dari Sharing Economy

Muslimatul Millah,
Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur

POTENSI ekonomi digital Indonesia terbesar di kawasan Asean. Dengan jumlah penduduk 270 juta jiwa, nilai ekonomi digital diestimasi mencapai US$70 juta pada 2021. Angka ini diproyeksi akan terus naik hingga mencapai US$146 juta per tahunnya pada 2025. (Google, Temasek, & Bain, 2020).

Revolusi industri 4.0 telah mengantarkan negara-negara di dunia ke dalam era kemajuan inovasi teknologi, tidak terkecuali pada sektor ekonomi. Layanan digital dinilai menjadi salah satu sumber perekonomian baru di suatu negara.

Perkembangan digitalisasi yang makin masif juga memunculkan fenomena sharing economy. Sederhananya, ada penggunaan teknologi—misalnya situs web atau aplikasi marketplace—yang menghubungkan antara penjual dan pembeli.

Skema serupa yang bisa diterapkan pada sektor keuangan. Misalnya, penyediaan platform ayng mempertemukan antara pemilik dana dan peminjam atau yang akrab disebut peer-to-peer lending. Artinya, ada peran pihak ketiga yang mempertemukan dua pihak pelaku transaksi.

Selain itu, muncul juga fenomena gig economy. Dalam fenomena ini, ada skema baru yang berhubungan dengan ketenagakerjaan. Pekerja atau pelaku usaha menggunakan sistem kontrak atau freelance. Biasanya, kontrak dilakukan tiap proyek.

Perkembangan sharing and gig economy pada gilirannya memunculkan tantangan tersendiri, tidak terkecuali untuk otoritas pajak. Pasalnya, dengan skema ekonomi lintas negara dan pembayaran digital, ada risiko hilangnya potensi penerimaan negara.

Situasi tersebut pada akhirnya juga memberikan tantangan dari sisi upaya peningkatan kepatuhan pembayaran dan pelaporan pajak. Tantangan ini muncul, terutama terkait dengan kepatuhan pajak yang berkaitan dengan platform dari negara lain.

Senior Tax Advisor Center for Tax Policy and Administration Organitation for Economic Co-operation and Development (OECD) Jakarta Andrew Auerbach pernah mengatakan tantangan ekonomi digital muncul dari perkembangan sharing and gig economy serta cryptocurrency.

Dia juga mengatakan akibat perkembangan sharing and gig economy, ada perubahan cara orang mendapatkan penghasilan atau bekerja. Oleh karena itu, OECD menerbitkan Model Rules for Reporting by Platform Operators with respect to Sellers in the Sharing and Gig Economy.

Dengan diterbitkannya model rules tersebut, negara-negara bisa mengadopsi beberapa rekomendasi pada tataran aturan domestik. Dengan demikian, kepatuhan pajak sangat mungkin untuk ditingkatkan.

Indonesia sendiri sudah menerbitkan UU No.2 Tahun 2020 yang memuat pengenaan pajak terkait digitalisasi ekonomi. Dengan terbitnya aturan turunan berupa PMK 48/2020 s.t.d.d PMK 60/2022, pemerintah sudah memungut PPN produk digital dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) dari luar negeri.

Di sisi lain, untuk pemungutan PPh dan pajak transaksi elektronik (PTE), pemerintah masih belum menerbitkan aturan turunannya. PMK 210/2018 yang menjadi landasan untuk pengaturan pajak e-commerce domestik juga telah dicabut.

Namun demikian, dalam perkembangan terbaru, Pasal 32A UU KUP s.t.d.t.d UU HPP sudah memberikan wewenang kepada menteri keuangan untuk menunjuk pihak lain sebagai pemotong/pemungut pajak. Hal ini seharusnya dapat menjadi kebijakan baru untuk mengantisipasi perkembangan ekonomi digital.

Pendapatan terbesar dari sharing economy banyak berasal dari platform digital asing. Masalahnya, banyak dari mereka yang hadir di Indonesia bukan sebagai bentuk usaha tetap (BUT). Ketidakhadiran secara fisik inilah yang memunculkan risiko hilangnya potensi penerimaan pajak.

Adanya ketentuan baru terkait penunjukan pihak ketiga sebagai pemungut pajak seharusnya sudah memberikan ruang yang cukup luas bagi pemerintah. Hal ini termasuk Ketika berbagai kesepakatan global mengenai digitalisasi ekonomi sudah dicapai.

Harapannya, pemerintah tidak kehilangan potensi dari perkembangan ekonomi digital yang kian masif, termasuk terkait dengan fenomena sharing and gig economy.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2022. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-15 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp55 juta di sini.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Selasa, 19 Maret 2024 | 12:30 WIB KOTA YOGYAKARTA

Ringankan Beban WP, Pemkot Jogja Beri Pemutihan Denda dan Diskon PBB

Selasa, 19 Maret 2024 | 12:21 WIB PENERIMAAN PAJAK

Turun 3,9 Persen, Realisasi Penerimaan Pajak Tembus Rp269 Triliun

Selasa, 19 Maret 2024 | 12:15 WIB KINERJA FISKAL

APBN Catatkan Surplus Rp 22,8 Triliun hingga 15 Maret 2024

Selasa, 19 Maret 2024 | 12:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perubahan Skema Penghitungan PPh Pasal 21 bagi Pegawai Tetap

BERITA PILIHAN