LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2023

Mendorong Keterbukaan Rekam Jejak Pajak Para Capres, Caleg, dan Cakada

Redaksi DDTCNews | Jumat, 20 Oktober 2023 | 13:45 WIB
Mendorong Keterbukaan Rekam Jejak Pajak Para Capres, Caleg, dan Cakada

Elam Sanurihim Ayatuna,
Depok, Jawa Barat

TAHUN depan, rakyat Indonesia akan merayakan pesta demokrasi berupa pemilihan umum (pemilu). Rakyat akan memilih presiden dan wakil presiden, anggota legislatif, serta kepala daerah. Pemilihan presiden dan anggota legislatif digelar pada Februari 2024. Sementara pemilihan kepala daerah digelar secara serentak pada November 2024.

Meskipun belum ada penetapan calon presiden (capres), calon legislatif (caleg), dan calon kepala daerah (cakada) secara final, beberapa bakal calon sudah mulai menunjukkan diri. Mereka sudah mulai adu gagasan dan rekam jejak.

Seperti pada pemilu-pemilu sebelumnya, adu gagasan dan rekam jejak ini makin jamak dilakukan saat masa kampanye tiba. Dalam adu gagasan, para kandidat mulai menawarkan ide-ide penggunaan dana negara untuk kesejahteraan rakyat lewat belanja negara.

Sementara pada adu rekam jejak, para kandidat menunjukkan dirinya adalah sosok yang berintegritas, nasionalis, amanah, dan sebagainya. Sosok yang pada intinya adalah pribadi paling berkualitas dan layak dipilih oleh rakyat.

Di antara berbagai saling klaim kualitas dari para kandidat, ada satu indikator yang kerap kali luput dalam dirkusus setiap pemilu. Padahal indikator ini adalah salah satu anasir penting dalam kehidupan bernegara. Indikator yang dimaksud adalah kepatuhan pajak para kandidat.

Terlebih, mayoritas pendapatan negara berasal dari penerimaan pajak. Apabila para kandidat ini nanti terpilih, program mereka yang dijalankan sebagian besar dibiayai dari pajak.

Rekam Jejak Pajak

TIDAK perlu melangkah terlalu jauh dengan membahas gagasan atau ide para kandidat dalam meningkatkan penerimaan pajak yang selama ini juga jarang didiskusikan. Hal kecil lainnya yang luput dibahas adalah rekam jejak pajak para kandidat.

Sebagai pihak yang nantinya mengemban amanah dalam pengelolaan uang negara, yang mayoritas berasal dari penerimaan pajak, sudah seyogianya para kandidat terdepan dalam urusan patuh. Oleh karena itu, rekam jejak pajak para kandidat menjadi penting untuk diketahui masyarakat.

Sayangnya, regulasi terkait dengan pemilu baru mengatur sebatas keharusan capres dan cawapres menyampaikan fotokopi dan bukti pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) untuk lima tahun terakhir sebagaimana diatur dalam Pasal 169 Undang-Undang Pemilu.

Kewajiban itu bahkan tidak berlaku bagi caleg dan cakada. Oleh sebab itu, masyarakat tidak tahu persis berapa kewajiban pajak para kandidat. Hal ini berbeda di beberapa negara lain, misalnya Amerika Serikat.

Para kandidat presiden Amerika Serikat secara sukarela dan rutin mengungkapkan laporan pajaknya pada publik sejak 1971. Presiden yang pertama merilis data pajaknya adalah Presiden Richard Nixon (1969-1974). Walau tidak ada ketentuan yang mengharuskan, tradisi sukarela membuka data pajak tersebut diikuti para calon presiden Amerika Serikat sesudahnya.

Setiap kandidat presiden dari Partai Republik ataupun Partai Demokrat di Amerika Serikat selalu merilis laporan pajaknya minimal untuk satu tahun (Eshoo, 2014). Dengan adanya tradisi ini, publik Amerika Serikat dapat melihat data pajak para kandidat sebelum memilih mereka.

Tentunya tradisi baik tersebut dapat diterapkan pula di Indonesia. Pemerintah, terutama pejabat otoritas pajak memang dilarang keras untuk membuka data wajib pajak berdasarkan pada Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Namun, tidak ada larangan wajib pajak membuka datanya sendiri. Oleh karena itu, para kandidat pemilu boleh saja secara sukarela membuka data pajaknya sendiri kepada masyarakat.

Dengan membuka data pajak para kandidat, masyarakat sebagai pemilih memiliki informasi yang terang-benderang mengenai calon pilihan mereka pada pemilu. Masyarakat dapat melihat pemenuhan kewajiban pajak, asal-usul harta, jumlah kekayaan, utang piutang, afiliasi keuangan, dan sebagainya.

Selanjutnya, data pajak tersebut dengan dapat dibandingkan dengan berbagai informasi yang dipunyai masyarakat, termasuk Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) bagi kandidat yang sebelumnya merupakan pejabat negara.

Lebih jauh, keterbukaan data informasi menunjukkan kesiapan para kandidat untuk menciptakan budaya pemerintahan yang transparan. Hasil penelitian Djankov dkk (2010) atas keterbukaan informasi pajak pada politisi atau anggota parlemen di 175 negara di dunia menunjukkan kesimpulan yang menarik. Budaya keterbukaan informasi pajak berhubungan positif dengan kualitas pemerintahan, termasuk rendahnya angka korupsi.

Selain transparansi informasi, keterbukaan data pajak dapat pula menunjukkan keteladanan. Para kandidat akan menjadi penentu penggunaan dana pajak. Oleh karena itu, keterbukaan data bisa menjadi contoh terdepan dalam kepatuhan perpajakan. Masyarakat bisa turut serta terinspirasi untuk patuh pajak seperti para pemimpinnya.

Dengan demikian, sudah selayaknya para capres, caleg, dan cakada didorong untuk mau mengungkapkan data pajaknya. Apalagi, jika para kandidat merasa yakin tidak ada hal yang harus ditutupi, keterbukaan rekam jejak pajak kepada masyarakat seharusnya bukah hal yang muskil dilakukan.

Sebagai penutup, tulisan ini mengutip perkataan terkenal Hakim Agung Amerika Serikat, Oliver Wendell (1927) bahwa pajak adalah ongkos peradaban. Oleh karenanya, pertanyaan yang bisa muncul adalah adalah peradaban seperti apa yang akan bisa dibangun oleh pemimpin yang terbuka terkait dengan data pajaknya?

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis DDTCNews 2023. Lomba diselenggarakan sebagai bagian dari perayaan HUT ke-16 DDTC. Anda dapat membaca artikel lain yang berhak memperebutkan total hadiah Rp57 juta di sini.

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

Sabtu, 18 Mei 2024 | 15:00 WIB IBU KOTA NUSANTARA (IKN)

WP Penerima Tax Holiday IKN Juga Berhak Dapat Pembebasan PPh Potput

Sabtu, 18 Mei 2024 | 11:30 WIB PER-6/PJ/2011

Berapa Batas Nilai Zakat yang Bisa Dijadikan Pengurang Pajak?

BERITA PILIHAN