ANALISIS

Kontroversi Sengketa Natalia Glebova

Senin, 06 Juni 2016 | 19:22 WIB
Kontroversi Sengketa Natalia Glebova

Ganda Christian Tobing & Darussalam,
DDTC Consulting

PADA September 2005, bertempat di Jakarta, PT LLL dan Trump Model Management LLC (TMM) yang berdomisili di Amerika Serikat, menandatangani perjanjian kerja sama promosi produk minuman ringan dengan menggunakan jasa Natalia Glebova, Miss Universe 2005, sebagai bintang iklan.

PT LLL membayar US$120.000 ke TMM, yang US$100,000 di antaranya merupakan jatah Natalia Glebova. Pokok sengketa perkara ini adalah penghasilan Natalia itu. Menurut PT LLL, pembayarannya kepada TMM selaku agen Miss Universe L.P., LLP (employer Natalia Glebova) adalah pembayaran atas jasa promosi.

Dengan demikian, penghasilan tersebut tidak dapat dipotong PPh Pasal 26 karena ia adalah penghasilan laba usaha (business profits). PT LLL berargumen pembayaran itu hanya dapat dikenai pajak sepanjang TMM memiliki Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.

Namun, menurut Ditjen Pajak (DJP), pembayaran US$100.000 dari PT LLL ke TMM adalah penghasilan yang diatribusikan ke Natalia Glebova. Penghasilan itu merupakan penghasilan dari kegiatan keartisan yang kena pajak sesuai Pasal 17 ayat (1) dan (2) Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) RI-AS.

Pengadilan Pajak menyimpulkan: Pertama, TMM adalah agen Miss Universe L.P., LLP yang menaungi kegiatan Miss Universe. Kedua, PT LLL melibatkan Miss Universe 2005 Natalia Glebova dalam promosi produknya dan disepakati TMM. Ketiga, Natalia menerima penghasilan dari promosi produk PT LLL.

Dengan tiga simpulan itu, Pengadilan Pajak lalu memutuskan imbalan yang diterima Natalia Glebova sebagai Miss Universe sebesar US$100.000 merupakan penghasilan yang terkait dengan kegiatannya sebagai artis, sehingga atas penghasilan tersebut harus dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20%.

Kegiatan Keartisan

Ada paling tidak tiga hal yang membuat putusan tersebut tidak selayaknya serta-merta dipergunakan sebagai preseden atau jurisprudensi dalam sengketa serupa di masa akan datang. Pertama, karakterisasi penghasilan dari kegiatan keartisan.

Metode yang dipergunakan P3B dalam membagi pajak penghasilan adalah dengan menggolongkan penghasilan tersebut berdasarkan suatu penggolongan tertentu atau schedular income. (Darussalam, Hutagaol, & Septriadi, 2010)

Dengan demikian, diperlukan pengujian apakah kegiatan Natalia Glebova sebagai bintang iklan itu termasuk kegiatan keartisan, sehingga bisa dikenai pajak. Kegiatan seorang artis tidak selamanya bisa dikategorikan kegiatan keartisan. Kegiatan artis dan kegiatan keartisan adalah dua hal berbeda.

Sayangnya dalam sengketa ini, Pengadilan Pajak tidak memberikan interpretasi yang memadai atas terminologi kegiatan keartisan. Pengadilan Pajak secara implisit menyatakan kegiatan Natalia Glebova merupakan kegiatan keartisan, hanya karena statusnya sebagai Miss Universe 2005.

Memang, pengertian kegiatan keartisan juga tidak didefinisikan secara terperinci baik dalam OECD Commentary maupun UN Commentary. Keduanya hanya menjelaskan cakupan kegiatannya, antara lain pelaku yang menjalankan pertunjukan, film dan acara televisi komersial.

Dengan tidak adanya ketentuan yang terperinci baik dari sisi regulasi perpajakan di Indonesia maupun di level internasional, interpretasi itu menjadi relevan. Menurut interpretasi kami, unsur terpenting dalam mendefinisikan kegiatan keartisan adalah adanya unsur entertain dalam kegiatan tersebut.

Hal lain yang perlu dicermati, ketimbang subjeknya, pajak kegiatan keartisan lebih ditimbulkan oleh kegiatannya. Maksudnya, meski seseorang telah dikenal sebagai artis, pajak kegiatan keartisan hanya bisa ditarik dari kegiatan keartisannya. Lalu bagaimana dengan penghasilan US$100.000 Natalia Glebova?

Di AS, individu yang mengiklankan suatu produk tidak dianggap menjalankan kegiatan keartisan. Pasalnya, kegiatan itu bertujuan mempromosikan produk, hingga pasal yang diterapkan adalah pasal pemajakan atas penghasilan independent personal services atau dependent personal services. (Dick Molenaar, 2005)

Hal senada juga dinyatakan Roy Saunders. Menurutnya, pembayaran kepada seorang artis untuk mengucapkan sedikit kata untuk merek produk yang diiklankan di televisi tidak termasuk dalam kategori pembayaran penghasilan atas kegiatan keartisan. (Roy Saunders dalam Aigner & Loukota, 2006)

Namun, berbeda dengan ketentuan di AS, Paragraf 9 dari Commentary atas Pasal 17 ayat (1) OECD Model menyatakan pemajakan atas penghasilan yang diperoleh seseorang dari kegiatannya mengiklankan suatu produk tunduk kepada Pasal 17 ayat (1). (Klaus Vogel, 1998)

Pandangan kami, pemajakan berganda (double taxation) dapat terjadi jika dua negara dalam suatu P3B menerapkan pasal pemajakan yang berbeda atas suatu penghasilan akibat dari perbedaan karakterisasi penghasilan di antara kedua negara.

Status Resident

Kedua, hal penting yang tidak digali lebih banyak dalam persidangan adalah mekanisme penerapan Pasal 17 P3B RI-AS dan kaitannya dengan status resident dari penerima penghasilan. Dalam hal ini, Pengadilan Pajak tidak melakukan konstruksi hukum atas penerapan masing-masing ayat dalam Pasal 17 P3B RI-AS.

Padahal, penerapan masing-masing ayat dari Pasal 17 memiliki mekanisme khusus, terutama apabila penghasilan dari kegiatan keartisan tersebut dibayarkan kepada subjek pajak lain selain individu yang melakukan kegiatan keartisan.

Selain itu, karena tidak dibukanya fakta persidangan yang dapat memverifikasi status kewarganegaraan Natalia Glebova, maka tidak tertutup kemungkinan terdapat kondisi pemajakan yang melibatkan tiga negara (triangular situation) jika Natalia Glebova bukan merupakan resident AS.

Dalam triangular situation, terbuka kemungkinan dua dasar hukum pemajakan yang dapat digunakan yaitu, ketentuan P3B negara sumber dan negara domisili Natalia Glebova serta ketentuan P3B negara sumber dan negara domisili TMM.

Berbeda dengan Pasal 17 ayat (1) OECD Model dan UN Model, Pasal 17 ayat (1) P3B Indonesia dan Amerika Serikat tidak menyertakan pasal pemajakan atas business profits sebagai pasal yang penerapannya dibatasi oleh Pasal 17 ayat (1).

Dengan tidak dibatasinya penerapan pasal pemajakan atas business profit terhadap penghasilan yang termasuk dalam cakupan Pasal 17 ayat (1), apakah pendapat PT LLM bahwa penghasilan ini seharusnya tunduk pada pasal pemajakan atas business profit dapat dibenarkan?

Pasal 17 dirancang guna memajaki penghasilan yang diterima individu dari kegiatan keartisan atau keolahragaan yang dilakukannya. Dalam hal penghasilan langsung diterima individu tersebut, pemajakan atas penghasilan itu tunduk pada Pasal 17 ayat (1).

Dengan demikian, P3B-nya adalah P3B antara negara domisili individu yang melakukan kegiatan keartisan dan negara tempat kegiatan dilakukan. Tapi, jika penghasilan individu dari kegiatan keartisan itu dibayar pada subjek pajak lain, maka pemajakan atas penghasilan tersebut tunduk pada Pasal 17 ayat (2).

Perlu diperhatikan, penerapan Pasal 17 ayat (2) ini membatasi penerapan pasal pemajakan atas business profits. Lantas, P3B manakah yang berlaku dalam penerapan Pasal 17 ayat (2) ini? Apakah P3B antara negara domisili subjek pajak lain itu dan negara sumber tempat kegiatan dilakukan?

Ataukah, P3B antara negara domisili individu yang menjalankan kegiatan keartisan dan negara tempat kegiatan dilakukan? Paragraf 11.1 Commentary atas Pasal 17 OECD Model menyatakan P3B yang berlaku pada kondisi ini yakni P3B antara negara domisili subjek pajak lain dan negara tempat kegiatan dilakukan.

Artinya, terlepas dari negara mana individu yang menjalankan kegiatan keartisan, namun jika pihak yang memperoleh penghasilan adalah subjek pajak lainnya, pemajakan atas penghasilan tersebut tunduk pada Pasal 17 ayat (2) P3B antara negara domisili subjek pajak lainnya dan negara tempat kegiatan dilakukan.

Dalam sengketa ini, mengingat TMM adalah pihak yang memperoleh penghasilan atas kegiatan keartisan yang dilakukan Natalia Glebova, maka sesuai dengan mekanisme penerapan Pasal 17 di atas, pemajakan atas penghasilan dari kegiatan keartisan tersebut pada dasarnya tunduk pada Pasal 17 ayat (2).

Negara Sumber

Ketiga, permasalahan penentuan suatu negara sebagai negara sumber. Ketentuan Pasal 17 ayat (1) dan (2) OECD Model, UN Model maupun P3B RI dan AS menyatakan penghasilan yang diperoleh individu dari kegiatan keartisan dikenakan pajak di negara tempat kegiatan tersebut dilakukan.

Terkait dengan penghasilan seorang individu yang diperoleh dari kegiatan keartisan yang dilakukan di lebih dari satu negara, Vogel berpendapat bahwa penghasilan tersebut dapat dibagi secara pro rata berdasarkan volume kegiatan di setiap negara tempat kegiatan tersebut dilakukan. (Klaus Vogel, 1998)

Dari fakta sengketa di atas, Pasal 2 perjanjian antara pemohon banding dan TMM menyebut pengerjaan kegiatan iklan dilakukan di Malaysia atau Singapura atau tempat lainnya yang ditentukan oleh pihak-pihak yang mengadakan kontrak.

Adapun, Indonesia disebut sebagai tempat dibuatnya kontrak antara pemohon banding dan TMM dan juga negara tempat pembayar penghasilan (PT LLM) berdomisili. Jika kegiatan pembuatan iklan tidak dilakukan di Indonesia, lalu negara manakah yang seharusnya menjadi negara sumber penghasilan?

Dapat disimpulkan pasal pemajakan atas penghasilan dari kegiatan keartisan ditujukan pada penghasilan individu dari kegiatan keartisan yang dilakukannya. Pasal ini membatasi pasal pemajakan atas penghasilan yang juga diterima dalam independent personal services dan dependent personal services.

Selain itu, hak pemajakan bagi negara sumber atas penghasilan kegiatan keartisan lebih besar dari hak pemajakan negara sumber atas penghasilan independent personal services dan dependent personal services yang mensyaratkan ambang batas tertentu bagi hak pemajakan negara sumber.

Namun, harus diakui, ada kesulitan praktis bagi negara tempat kegiatan dilakukan dalam pengenaan pajak atas penghasilan kegiatan keartisan yang diperoleh individu resident negara lain. Dalam hal ini, kesulitan itu disebabkan oleh pembayaran penghasilan yang dilakukan di luar negara tempat kegiatan dilakukan.*

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

BERITA PILIHAN