BERITA PAJAK HARI INI

Kewenangan Menkeu di UU Pengadilan Pajak Perlu Dikaji Lagi

Redaksi DDTCNews | Jumat, 21 Juli 2023 | 09:13 WIB
Kewenangan Menkeu di UU Pengadilan Pajak Perlu Dikaji Lagi

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Kewenangan menteri keuangan perlu dikaji kembali bersamaan dengan persiapan peralihan pembinaan Pengadilan Pajak sepenuhnya ke Mahkamah Agung (MA). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (21/7/2023).

Wakil Ketua II Pengadilan Pajak Triyono Martanto mengatakan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 26/PUU-XXI/2023 hanya menyangkut Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak. Namun, terdapat pasal-pasal lain yang terkait dengan kewenangan menteri keuangan yang tidak dilakukan uji materiil.

“Ada beberapa kewenangan menteri keuangan, sedangkan yang dilakukan judicial review hanya Pasal 5 ayat (2). Kewenangan menteri masih ada di banyak pasal, ini yang mungkin perlu pengkajian lebih lanjut,” ujar Triyono.

Baca Juga:
Bagikan Buku Baru, Darussalam Tegaskan Lagi Komitmen DDTC

Seperti diketahui, berdasarkan pada Putusan Nomor 26/PUU-XXI/2023, MK mengabulkan sebagian permohonan pengujian materiil atas UU 14/2002 tentang Pengadilan Pajak. Dalam putusannya, MK menyatakan Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak bertentangan dengan UUD 1945.

MK juga menyatakan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan Pajak harus dialihkan dari Kementerian Keuangan ke MA paling lambat pada 31 Desember 2026. Simak pula ‘Putusan MK: Pembinaan Pengadilan Pajak Harus Dialihkan ke MA’.

Selain mengenai kewenangan menteri keuangan dalam UU Pengadilan Pajak, ada pula ulasan terkait dengan rencana Ditjen Pajak (DJP) menyediakan akun wajib pajak (taxpayer account) mulai 1 Mei 2024. Kemudian, masih ada pula ulasan tentang perlakuan pajak atas natura dan/atau kenikmatan.

Baca Juga:
KAFEB UNS, Wadah Alumni Berkontribusi untuk Kampus dan Indonesia

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Masih Ada Kewenangan Menteri Keuangan di UU Pengadilan Pajak

Wakil Ketua II Pengadilan Pajak Triyono Martanto mengatakan sesuai dengan Pasal 8 ayat (1) UU Pengadilan Pajak, hakim di Pengadilan Pajak diangkat oleh presiden dari daftar nama calon yang diusulkan oleh menteri keuangan setelah disetujui oleh ketua MA.

Kemudian, Pada Pasal 29 ayat (4) UU Pengadilan Pajak, menteri keuangan bahkan masih memiliki kewenangan untuk mengangkat dan memberhentikan panitera, wakil panitera, dan panitera pengganti tanpa ada persetujuan dari MA.

Tak hanya itu, Pasal 22 ayat (2) UU Pengadilan Pajak masih memberikan kewenangan kepada menteri keuangan untuk menentukan tunjangan ketua, wakil ketua, dan hakim Pengadilan Pajak berdasarkan pada keputusan menteri keuangan.

Baca Juga:
Sengketa Nilai Pabean atas Bea Masuk Impor Ventilator

Pada Pasal 34 ayat (2) UU Pengadilan Pajak, menteri keuangan juga memiliki kewenangan untuk menetapkan persyaratan lain yang harus dipenuhi guna menjadi kuasa hukum di Pengadilan Pajak.

“Ini akan diubah atau tidak? Kalau kita mengacu undang-undang, ini tidak dilakukan judicial review sehingga masih berlaku sampai saat ini," kata Triyono. (DDTCNews)

Implementasi Akun Wajib Pajak

Direktur Transformasi Proses Bisnis DJP Imam Arifin mengatakan taxpayer account management (TAM) akan diimplementasikan mulai tahun depan. Dengan adanya TAM, segala urusan administrasi pajak bisa diselesaikan tanpa perlu mendatangi kantor pajak.

Baca Juga:
Beralih Pakai Tarif PPN Umum, PKP BHPT Harus Beri Tahu KPP Dahulu

“Insyaallah tahun depan. Arahan pak dirjen pajak, 1 Mei tahun depan [2024] nanti akan ada modul di aplikasi pajak.go.id itu judulnya adalah TAM, taxpayer account management,” ujar Iman dalam sebuah sosialisasi yang digelar DJP. Simak 'Mulai 1 Mei 2024, DJP Implementasikan Akun Wajib Pajak'.

Iman mengatakan TAM berisi data-data wajib pajak, seperti pembayaran, bukti transfer, permohonan keberatan, dan lainnya. Urusan terkait penunjukan daerah terpencil – terkait dengan pengecualian objek PPh atas natura dan/atau kenikmatan— bisa juga diselesaikan melalui TAM. (DDTCNews)

Kendaraan dari Pemberi Kerja

Dalam perlakuan pajak penghasilan (PPh) atas natura dan/atau kenikmatan, penilaian atas kendaraan dari pemberi kerja bisa masuk ke 2 skema. Pelaksana Direktorat Peraturan Perpajakan II DJP Rahma Intan mengatakan kendaraan tidak secara otomatis masuk kelompok natura.

Baca Juga:
PMK Terbit! Kemenkeu Atur Mekanisme Pemberian Insentif Pajak di IKN

“Jadi kalau kendaraan itu diserahterimakan kepada pegawai atau hak kepemilikannya itu beralih dari perusahaan kepada pegawai maka itu natura. Kalau kendaraan itu hanya dipinjami saja maka itu berupa fasilitas [kenikmatan],” ujarnya.

Jika masuk kelompok penghasilan dalam bentuk natura, penilaian menggunakan nilai pasar. Sementara itu, jika kendaraan masuk kelompok penghasilan dalam bentuk kenikmatan, penilaian sesuai dengan biaya yang dikeluarkan atau seharusnya dikeluarkan pemberi. (DDTCNews)

Pemberlakuan Pilar 1

Pilar 1: Unified Approach tak akan serta-merta berlaku meski seluruh negara anggota Inclusive Framework sudah menandatangani multilateral convention (MLC) pada akhir 2023.

Baca Juga:
Mengenal Pajak Usaha yang Dikenakan ke Pedagang di Era Mataram Kuno

Pilar 1 baru akan berlaku (entry into force) bila critical mass of jurisdiction sudah meratifikasi MLC. Adapun yurisdiksi yang dimaksud adalah yurisdiksi tempat ultimate parent entity (UPE) yang tercakup dalam Pilar 1 bermarkas.

"Entry into force ditentukan oleh yurisdiksi penanda-tangan MLC setelah 30 yurisdiksi dengan 60% dari UPE yang tercakup dalam Amount A Pilar 1 telah meratifikasi MLC," ujar Senior Advisor of Center for Tax Policy and Administration OECD Jesse Eggert dalam OECD Tax Talks 21. (DDTCNews)

Fasilitas Tempat Tinggal dari Kantor

DJP akan mempertegas perbedaan fasilitas tempat tinggal yang dikecualikan dari objek PPh, baik yang bersifat komunal maupun individual. Sesuai dengan PMK 66/2023, fasilitas tempat tinggal yang bersifat komunal dari pemberi kerja sepenuhnya dikecualikan dari objek PPh sepanjang diterima pegawai.

Baca Juga:
Apa Itu Dokumen CK-1 dalam Konteks Percukaian?

Sementara itu, fasilitas tempat tinggal yang hak pemanfaatannya bersifat individual dikecualikan dari objek PPh jika nilainya tidak lebih dari Rp20 juta per pegawai per bulan.

"Memang nanti perlu kita mendefinisikan secara lebih clear cut dalam konteks memang pasti ada yang tipis-tipis ya. Ini yang kami coba tegaskan," kata Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 17 Mei 2024 | 20:35 WIB HUT KE-17 DDTC

Bagikan Buku Baru, Darussalam Tegaskan Lagi Komitmen DDTC

Jumat, 17 Mei 2024 | 19:51 WIB UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

KAFEB UNS, Wadah Alumni Berkontribusi untuk Kampus dan Indonesia

Jumat, 17 Mei 2024 | 19:45 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Nilai Pabean atas Bea Masuk Impor Ventilator

Jumat, 17 Mei 2024 | 19:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Beralih Pakai Tarif PPN Umum, PKP BHPT Harus Beri Tahu KPP Dahulu

BERITA PILIHAN
Jumat, 17 Mei 2024 | 20:35 WIB HUT KE-17 DDTC

Bagikan Buku Baru, Darussalam Tegaskan Lagi Komitmen DDTC

Jumat, 17 Mei 2024 | 19:51 WIB UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS)

KAFEB UNS, Wadah Alumni Berkontribusi untuk Kampus dan Indonesia

Jumat, 17 Mei 2024 | 19:45 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Nilai Pabean atas Bea Masuk Impor Ventilator

Jumat, 17 Mei 2024 | 19:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Beralih Pakai Tarif PPN Umum, PKP BHPT Harus Beri Tahu KPP Dahulu

Jumat, 17 Mei 2024 | 17:30 WIB SEJARAH PAJAK INDONESIA

Mengenal Pajak Usaha yang Dikenakan ke Pedagang di Era Mataram Kuno

Jumat, 17 Mei 2024 | 17:00 WIB KAMUS CUKAI

Apa Itu Dokumen CK-1 dalam Konteks Percukaian?

Jumat, 17 Mei 2024 | 16:30 WIB PENERIMAAN PAJAK

Setoran Pajak Kripto Tembus Rp689 Miliar dalam 2 Tahun Terakhir