INSENTIF ANGKUTAN UDARA

Insentif Fiskal Maskapai Udara Perlu Dikawal

Redaksi DDTCNews | Sabtu, 20 Juli 2019 | 15:44 WIB
Insentif Fiskal Maskapai Udara Perlu Dikawal

JAKARTA, DDTCNews—Pemerintah memberikan relaksasi kebijakan dengan tidak memungut pajak pertambahan nilai (PPN) untuk impor pesawat dan suku cadangnya. Pelaksanaan pemberian fasilitas tersebut perlu dikawal.

Ketua Umum Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Suharto Abdul Majid mengatakan pemberian insentif pajak bagi maskapai nasional idealnya menghasilkan perubahan struktur biaya. Dengan begitu insentif pajak dapat ditransmisikan secara efektif pada penurunan harga jual tiket kepada konsumen.

“Insentif itu pasti akan mengurangi biaya. Maskapai yang buat formulasi tarif seharusnya dengan sendirinya mampu memberikan tarif yang relatif murah,” katanya kepada DDTCNews, Jumat (19/7/2019).

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Usul Insentif Pajak untuk Warga yang Adopsi Hewan Liar

Oleh karena itu, mekanisme pengawasan harus dilakukan secara cermat agar insentif yang diberikan memberikan efek nyata bagi penurunan biaya tiket pesawat. Untuk itu, perlu dibentuk gugus tugas khusus yang berdedikasi melakukan pengawasan pascainsentif pajak tersebut diberikan.

Suharto menambahkan dengan insentif pajak itu, biaya maskapai bisa dipangkas hingga 40%. Pasalnya, aspek pemeliharaan mengambil porsi besar dalam struktur biaya operasional maskapai udara. Namun, pemangkasan biaya hingga 40% tersebut tidak bisa berdiri sendiri.

Maskapai udara, lanjut Soeharto, harus menjalankan efisiensi dalam proses bisnisnya. Selama ini, isu yang terkait dengan biaya tinggi operasional maskapai dinilai menjadi biang keladi meroketnya harga tiket pesawat udara.

Baca Juga:
Catat! Jasa Konstruksi untuk Pembangunan Tempat Ibadah Bebas PPN

“Dari sisi pemerintah harus dilakukan pengawasan yang berkala karena fasilitas (fiskal) sudah diberikan. Sekarang tinggal hitung-hitungan efek kebijakan insentif seharusnya bisa turunkan harga tiket 40%,” paparnya.

Seperti diketahui, Peraturan Pemerintah (PP) No.50 Tahun 2019 menjadi instrumen insentif pajak bagi angkutan darat, laut, dan udara nasional. Relaksasi diberikan dengan tidak dipungutnya PPN atas impor dan penyerahan kapal, pesawat hingga suku cadangnya.

Untuk angkutan udara terdapat dua kelompok. Pertama, pesawat udara dan suku cadangnya serta alat keselamatan penerbangan dan alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan. Alat ini diimpor dan digunakan oleh badan usaha angkutan udara niaga nasional.

Kedua, suku cadang pesawat udara serta peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan pesawat udara. Alat ini diimpor badan usaha angkutan udara niaga nasional dalam rangka pemberian jasa perawatan dan perbaikan pesawat udara kepada badan usaha angkutan udara niaga nasional. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 27 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Formula Penghitungan PPN dengan Besaran Tertentu

Rabu, 27 Maret 2024 | 10:00 WIB SENGKETA PAJAK

Gara-Gara Insentif Pajak Mobil Listrik, AS Digugat China ke WTO

BERITA PILIHAN