Ilustrasi.
DHAKA, DDTCNews - Otoritas pajak Bangladesh mengeluhkan ekspansi e-commerce di Bangladesh yang tidak berbanding lurus terhadap kepatuhan dan penerimaan pajak.
Chairman of National Board of Revenue (NBR) Abu Hena Rahmatul Muneem mengatakan aktivitas perdagangan melalui Internet sulit dipajaki, terutama perdagangan yang dilakukan melalui media sosial, bukan lewat e-commerce.
"Kami menyambut positif bertumbuhnya sektor e-commerce di Bangladesh. Hanya saja banyak negara termasuk Bangladesh masih kesulitan dalam memajaki sektor ini," ujar Muneem, seperti dikutip Jumat (5/3/2021).
Muneem mengatakan sektor e-commerce di Bangladesh tumbuh sangat pesat mengingat mudahnya proses pesan antar dan sistem pembayaran nontunai yang tersedia pada e-commerce.
Selain itu, penyelenggaraan sektor e-commerce yang murah tanpa memerlukan tenaga kerja yang banyak dan tempat berjualan juga membuat sektor e-commerce sangat kompetitif.
"Untuk mengatasi masalah perpajakan ini, NBR bersama dengan Kementerian Perindustrian telah mengembangkan sistem yang menyatukan banyak e-commerce ke dalam satu platform," ujar Muneem seperti dilansir thefinancialexpress.com.bd.
Pada kesempatan yang sama, asosiasi e-commerce yang tergabung dalam E-Commerce Association of Bangladesh (e-CAB) justru meminta pemberian keringanan pajak.
e-CAB meminta pemerintah untuk memberikan pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) atas pembayaran nontunai secara digital atas produk-produk yang dijual di e-commerce.
Presiden e-CAB Shomi Kaiser mengatakan 40% hingga 50% pembayaran pada e-commerce dilakukan secara nontunai dan digital. Pembebasan PPN diharapkan akan meningkatkan konsumsi.
Lebih lanjut, e-CAB juga meminta pemerintah untuk mengategorikan sektor e-commerce sebagai information technology enabled services agar bisa memanfaatkan insentif pajak. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.