UU HPP

DJP Tegaskan UU HPP Tak Kurangi Ketentuan Sanksi Pidana Perpajakan

Muhamad Wildan | Jumat, 05 November 2021 | 09:00 WIB
DJP Tegaskan UU HPP Tak Kurangi Ketentuan Sanksi Pidana Perpajakan

Ilustrasi.

DENPASAR, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menjelaskan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) sama sekali tidak mengurangi ketentuan sanksi pidana perpajakan.

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan kesepakatan antara pemerintah dan DPR melalui UU HPP adalah pemberian kesempatan kepada wajib pajak untuk mengembalikan kerugian terhadap pendapatan negara hingga tahap persidangan.

"Sanksi pidana tidak dihilangkan, Pasal 39 UU KUP masih ada. Hanya ada perubahan pada Pasal 44B itu mengenai prinsip ultimum remedium," ujar Yoga dalam Media Gathering DJP yang dilaksanakan di KPP Madya Denpasar, Rabu (3/11/2021).

Baca Juga:
Jaga Kesehatan APBN, Bagaimana Cara Optimalkan Penerimaan Negara?

Melalui ketentuan baru pada Pasal 44B, wajib pajak dapat menghindari pemidanaan penjara hingga tahap persidangan bila yang bersangkutan melunasi pokok dan sanksinya. Perluasan ultimum remedium ini diatur secara lebih terperinci pada Pasal 44B ayat (2), (2a), (2b), dan ayat (2c).

Bagi wajib pajak yang melakukan tindak pidana perpajakan akibat kealpaan, wajib pajak tersebut harus melunasi pokok pajak sekaligus denda sebesar 1 kali dari pajak yang kurang dibayar.

Bila wajib pajak secara sengaja melakukan tindak pidana perpajakan, maka wajib pajak harus membayar pokok pajak sekaligus denda sebesar 3 kali dari kurang bayar.

Baca Juga:
Masih Bisa Lapor Meski Telat, Ada Potensi SPT Dianggap Tak Disampaikan

Bila wajib pajak membuat faktur pajak atau bukti potong fiktif, wajib pajak harus membayar pokok pajak sekaligus denda sebesar 4 kali lipat dari pokok pajak yang kurang dibayar. Pelunasan pokok dan denda akan menjadi pertimbangan untuk dituntut tanpa disertai dengan pidana penjara.

Melalui ketentuan ini, diharapkan penegakan hukum pidana perpajakan tidak berakhir melulu pada pemidanaan fisik wajib pajak tanpa ada pemulihan kerugian terhadap penerimaan negara. "Kami tidak ingin memenjarakan wajib pajak. Pemenjaraan itu adalah yang terakhir," ujar Yoga. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Jumat, 19 April 2024 | 13:44 WIB KEBIJAKAN EKONOMI

Moody’s Pertahankan Rating Kredit Indonesia, Ini Respons Pemerintah

Jumat, 19 April 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

DPR Minta Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel ke APBN

Jumat, 19 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Penghitungan PPh 21 atas Upah Borongan di atas Rp 2,5 Juta per Hari

Jumat, 19 April 2024 | 10:45 WIB RENCANA KERJA PEMERINTAH 2025

Longgarkan Ruang Fiskal, Defisit APBN 2025 Dirancang 2,45-2,8 Persen

Jumat, 19 April 2024 | 10:30 WIB PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Pemprov Kaltim Atur Ulang Ketentuan Pajak Daerah, Ini Perinciannya

Jumat, 19 April 2024 | 10:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Jelang Deadline, DJP Ingatkan WP Segera Sampaikan SPT Tahunan Badan

Jumat, 19 April 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Pembentukan Badan Otorita Penerimaan Negara Masuk Draf RKP 2025

Jumat, 19 April 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ada Kebijakan DHE, Airlangga Klaim Nilai Tukar Rupiah Masih Terkendali