KEBIJAKAN PAJAK

DJP: Revisi Beleid Kuasa Wajib Pajak Tinggal Tunggu Kemenkumham

Redaksi DDTCNews
Rabu, 06 Maret 2019 | 14.50 WIB
DJP: Revisi Beleid Kuasa Wajib Pajak Tinggal Tunggu Kemenkumham

Suasana diskusi bertajuk ‘Kuasa Wajib Pajak’ di Kampus Fisip UI, Rabu (6/3/2019). 

DEPOK, DDTCNews – Aturan main untuk menjadi kuasa wajib pajak pascaterbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) masih disusun ulang oleh otoritas fiskal. Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RPMK) sudah disetor ke Kemenkumham.

Kepala Seksi Peraturan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Direktorat Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak (DJP) Andik Tri Sulistyono mengatakan proses harmonisasi RPMK dengan aturan yang lebih tinggi masih berlangsung di Kemenkumham.

“PMK soal kuasa itu saat ini posisinya sudah kita sampaikan kepada Kemenkumham untuk dilakukan harmonisasi. Hal ini dilakukan agar PMK ini inline dengan undang-undang dan PP 74/2011,” katanya dalam diskusi bertajuk ‘Kuasa Wajib Pajak’ di Kampus Fisip UI, Rabu (6/3/2019).

Dia mengungkapkan DJP telah mempunyai dua opsi pascakeluarnya putusan MK diketok pada akhir 2017 silam. Pertama, mengubah PMK 229/2014 tentang Persyaratan Serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa. Kedua, mengganti alias merombak total beleid tersebut.

Meskipun tidak merinci keputusan apa yang diambil otoritas, Andik memastikan aturan baru nantinya akan sejalan dengan aturan yang lebih tinggi. Faktor ini yang menurutnya tidak terkandung dalam PMK 229/2014, sehingga berujung sengketa konstitusi.

“DJP akui dalam PMK 229 sedikit lakukan penyimpangan karena lakukan pembatasan terkait kuasa wajib pajak. Padahal, yang tersebut tidak dibatasi dalam PP 74/2011,” imbuhnya.

Agar tidak terjadi kekosongan aturan main, Direktorat Peraturan Perpajakan I sudah memutuskan dasar hukum yang dipakai sebagai syarat menjadi kuasa. PP No.74/2011 tentang tata cara pelaksana dan pemenuhan kewajiban perpajakan menjadi pijakan utama selama PMK hasil revisi belum rilis.

“Jadi kami putuskan pascaputusan MK, jika ada KPP yang bertanya dasar hukum apa yang dipakai dalam pelaksanaan kuasa maka kami sampaikan saat ini gunakan PP 74/2011. Artinya, kuasa boleh konsultan dan bukan konsultan syaratnya mengikuti aturan dalam PP 74/2011,” tegasnya.

Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan terkait pengujian Pasal 32 ayat (3a) UU KUP No.16/2009, yang syarat dan pelaksanaannya diatur Menteri Keuangan.

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 63/PUU-XV/2017 telah memberi kesempatan bagi profesi lain termasuk advokat untuk dapat menjadi kuasa hukum WP yang sebelumnya hanya berlaku bagi konsultan pajak dan pegawai internal WP seperti diatur dalam PMK 229/2014. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.