Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan memandang kenaikan tarif PPN secara bertahap menjadi 12% yang diatur dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) terbilang moderat.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan tarif PPN sebesar 12% yang berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025 masih relatif rendah bila dibandingkan dengan tarif yang berlaku di negara lain.
"Ada yang lebih ekstrem contohnya Arab Saudi. Mereka baru memperkenalkan tarif PPN 5% lalu menaikkan tarifnya ke 15%," ujar Yon, dikutip Jumat (5/11/2021).
Kenaikan tarif PPN yang dilakukan oleh pemerintah sesungguhnya bukanlah kebijakan yang unik bila dibandingkan dengan negara-negara lain.
Di negara-negara maju yang mengalami penurunan penerimaan PPh badan, negara-negara maju tersebut kebanyakan akan mengoptimalkan penerimaan dari 2 jenis pajak, yakni PPN atau PPh orang pribadi.
Meski tarif PPN diputuskan untuk naik, Yon mengatakan kenaikan tarif PPN yang disepakati oleh pemerintah dan DPR RI akan dilakukan secara bertahap sembari memperhatikan situasi perekonomian serta wajib pajak. Per 1 April 2022, tarif PPN masih akan dinaikkan ke 11%, tidak langsung ke 12%.
Meski tarif PPN diputuskan naik, pemerintah akan mempermudah mekanisme PPN yang selama ini tergolong rumit. Kemudahan akan diberikan kepada wajib pajak melalui penerapan PPN final Pasal 9A.
Nantinya, PPN final akan diterapkan kepada wajib pajak yang memiliki peredaran usaha tertentu, melakukan kegiatan usaha tertentu, atau melakukan penyerahan BKP/JKP tertentu.
Sebagaimana yang tertuang oleh pasal penjelas, PPN final adalah kebijakan yang dirancang untuk memberikan kemudahan dan penyederhanaan administrasi perpajakan sekaligus memberikan rasa keadilan. (sap)