PEMBEBASAN BEA MASUK

Celah Pemecahan Nilai Impor Tertutup, Ini Penjelasan Dirjen Bea Cukai

Redaksi DDTCNews
Senin, 17 September 2018 | 15.06 WIB
Celah Pemecahan Nilai Impor Tertutup, Ini Penjelasan Dirjen Bea Cukai

Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi. (DDTCNews- Instagram @beacukairi)

JAKARTA, DDTCNews ā€“ Regulasi teranyar terkait impor barang kiriman diklaim mampu menutup celah praktik pemecahan atauĀ splittingĀ yang biasa dilakukan untuk menikmati pembebasan bea masuk.

DalamĀ Peraturan Menteri Keuangan No. 112/PMK.04/2018, menurut Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi, ada ketentuan nilai akumulatif barang kiriman yang mendapat pembebasan bea masuk. Ambang batas nilai pembebasan bea masuk juga turun dari US$100 menjadi US$75.

ā€œSebelum PMK 112 ini semua transaksiĀ di bawah US$ 100 bebas bea masuk dan pajak. Selain itu, tidak diperhitungkan volume transaksinya dalam satu hari,ā€ katanya di ruang pers Kemenkeu, Senin (17/9/2018).

DenganĀ aturan yang lama, ungkapnya, banyak pihak yang memanfaatkan celah untuk tidak membayar kewajiban perpajakan. Dengan demikian, tindakan ini berisiko merugikan pelaku usaha dalam negeri dan menghilangkan potensi penerimaan negara.

Heru pun memaparkan kasus yang melibatkan satu importir dalam 400 kali transaksi per hari. Importir ini menggunakan fasilitas pembebasan bea masuk dan PPh pasal 22 impor melaluiĀ invoiceĀ barang dengan nilai di bawah US$100. Sebagian besar impor merupakan barang konsumsi, seperti arloji, pelindung ponsel, tas, dan baju.

Dalam ranah kepabeanan, praktik ini sering disebut sebagai modusĀ splittingĀ barang kiriman. Modus ini dijalankan dengan membuat dokumen barang dengan nilai yang tidak melebihi ambang batas pembebasan bea masuk.

ā€œSatu kasus itu dalam satu hari nilai transaksi totalnya mencapai US$20.300. Ini pasti bukan untuk konsumsi karena tidak lazim ganti 75 sarungĀ handphoneĀ dalam satu hari. Ini pasti untuk tujuan dagang bukan konsumsi,ā€ jelas Heru.

Dalam beleid yang efektif berlaku per 10 Oktober 2018 ini, sambungnya, diberlakukan akumulasi untuk transaksi. Kegiatan impor barang kiriman dan yang melebihi US$75 akan dilakukan identifikasi importir berdasarkan nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Heru memberi contoh salah satu importir melakukan tiga kali transaksi US$ 75, US$ 25 dan US$100 dalam satu hari dengan total nilai sebesar US$200. Importir tersebut punya jatah bebas perpajakan untuk transaksi maksimal hingga US$75.

Nilai barang yang melewati ambang batas tersebut akan dikenakan beban perpajakan berupa bea masuk 7,5%, PPN Impor 10%, dan PPh Impor 10%.Ā 

ā€œPemerintah ingin agar pembebasan perpajakan ini memang untuk barang kiriman untuk keperluan pribadi. PMK ini ditujukan untuk menekan modus importasi barang yang tidak membayar bea masuk dan PDRI,ā€ imbuh Heru. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.