BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah akan Perluas Jenis Ekspor Jasa PPN 0%

Redaksi DDTCNews
Selasa, 17 Juli 2018 | 09.17 WIB
Pemerintah akan Perluas Jenis Ekspor Jasa PPN 0%

JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Selasa (17/7), kabar datang dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF) yang berupaya memperluas ekspor jasa kena pajak (JKP) yang kena pajak pertambahan nilai (PPN) 0%. Kabarnya langkah ini dalam rangka mendorong kegiatan ekspor.

Sementara itu, Kemenko Perekonomian menilai upaya meningkatkan sektor jasa, selain dari insentif pajak berupa PPN 0%, pemerintah juga harus melihat kualitas sumber daya manusia yang turut mengambil andil dalam ekspor jasa.

Hal ini pun mendapat sorotan dari Managing Partner DDTC Darussalam yang mencatat Indonesia saat ini masih mengenakan tarif normal atas ekspor jasa, sehingga bisa menyebabkan double taxation dan berpotensi mendistorsi daya saing nasional.

Berikut ringkasannya:

  • BKF Perluas JKP Bebas PPN:

Kepala Bidang Kebijakan Pajak dan PNBP BKF Rustam Effendi mengatakan perluasan tarif PPN 0% dilakukan untuk mendorong daya saing sektor jasa nasional. Kebijakan ini pun sebagai respons dari berkembangnya dunia daring. Pemerintah memberi batasan hanya kepada 3 ekspor jenis jasa maklon, jasa perbaikan dan perawatan, serta jasa konstruksi yang dikenakan PPN 0%. Menurutnya untuk sementara waktu, sektor yang akan dimasukkan adalah jasa yang bisa diidentifikasi dan bisa diketahui tingkat pengawasannya, sehingga pengenaan pajak dari aturan yang berlaku tidak mendistorsi daya saing.

  • Pacu Sektor Jasa, SDM Harus Diperbaiki:

Asisten Deputi Moneter dan Neraca Pembayaran Kemenko Perekonomian Edi P. Pambudi mengatakan pajak merupakan satu di antara sekian persoalan dalam mendorong ekspor jasa. Edi menilai ada sejumlah asek lain yang perlu dicarikan titik terangnya, terutama dalam hal mendorong ekspansi ekspor di sektor jasa, seperti pada kualitas sumber daya manusia. Kualitas SDM dianggap berperang penting dalam mendorong daya saing di sektor jasa.

  • Tarif Normal Ekspor Jasa Berpotensi Double Taxation:

Managing Partner DDTC Darussalam mengatakan pengenaan tarif normal untuk ekspor jasa bisa menyebabkan double taxation dan mendistorsi daya saing nasional. Akibatnya Indonesia hanya menduduki posisi ke sembilan pada pertumbuhan ekspor di sektor jasa. Padahal dalam rencana RPJMN dan rencana strategis Kemendag, pertumbuhan ekspor jasa diharapkan mencapai 19% dan berkontribusi 3,5% terhadap PDB. Sebagai solusi, Darussalam mendorong pemerintah untuk menetapkan ekspor JKP sebagai objek PPN 0%. Menurutnya untuk jangka pendek, PMK 30/2011 perlu direvisi untuk memperluas jenis JKP kena PPN 0%.

  • Aturan Cukai Liquid Vape Terbit, Penjualannya Dibatasi:

Pemerintah menerbitkan 3 beleid yang mendukung implementasi pengenaan cukai hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) untuk mengenakan cukai pada liquid rokok elektrik. Beleid itu antara lain Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 66/2018, PMK 67/2018 dan PMK 68/2018. Kepala Subdit Tarif Cukai dan Harga Dasar Ditjen Bea dan Cukai Sunaryo mengatakan secara khusus regulasi itu tidak secara keseluruhan mencakup cukai liquid vape, tapi hanya beberapa pasal yang mengatur hal ini. Volume perdagangan liquid vape pun dibatasi, hanya 15 ml, 30 ml, 60 ml hingga 100 ml. Liquid ini pun harus dikemas dengan pita cukai resmi.

  • BI Klaim Utang Luar Negeri Terkendali:

Bank Indonesia mencatat Utang Luar Negeri (ULN) hingga akhir Mei 2018 mengalami perlambatan seiring arus dana asing yang keluar dari pasar surat berharga negara. Nilai ULN Mei 2018 yaitu US$358,6 miliar yang terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral US$182,5 miliar dan utang swasta termasuk BUMN US$176,1 miliar. Meski mengalami perlambatan 7,8% dibanding bulan sebelumnya, tapi ULN Indonesia tumbuh 6,8% dibanding dengan akhir Mei 2017. BI Menilai perkembangan ULN Indonesia tetap terkendali dengan struktur yang sehat.

  • DJP Minta Pengadilan Tolak Gugatan Panasonic:

Ditjen Pajak menilai gugatan pajak yang diajukan oleh PT Panasonic Industrial Components Indonesia harus ditolak. Dalam sidang pemeriksaan cepat untuk menilai syarat formal pengajuan gugatan, Petugas Penelaah Gugatan Ditjen Pajak Edi Purwanto mengatakan objek gugatan yang dilayangkan Panasonic (penggugat) atas gugatan yang mengarah pada surat pemberitahuan (SPT) tahunan, tidaklah tepat. Menurutnya SPT bukanlah suatu keputusan sehingga tidak bisa digugat. Dengan melihat kesalahan objek gugatan itu, Edi berpendapat gugatan yang dilayangkan Panasonic mesti ditolak. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.