Salah satu sudut di Kota Bangkok, Thailand
BANGKOK, DDTCNews - Pemerintah Thailand optimistis menjadi yang paling diuntungkan atas kesepakatan perdagangan antara Amerika Serikat-China, dengan jurus mengucurkan banyak insentif pajak untuk para investor.
Kocstak Pootrakool, Penasihat Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, mengatakan Thailand berpeluang menarik lebih banyak investor asing, setelah terjalin kesepakatan antara Presiden AS Donald Trump dan utusan perdagangan utama Beijing.
"Terima kasih Presiden Trump," kata Pootrakool, Jumat (17/01/2020).
Pootrakool mengatakan pemerintah akan menawarkan diskon pajak yang lebih besar sekaligus melonggarkan batasan untuk investor agar iklim bisnis di Thailand lebih menarik.
Keringanan pajak tersebut terutama diberikan pada sektor industri prioritas, seperti manufaktur yang menyerap banyak tenaga kerja. Insentif juga siap diberikan pada industri yang mengusung teknologi canggih, seperti pencetakan tiga dimensi (3-D).
Selain menebar insentif pajak, strategi lain dari Thailand untuk menarik investasi adalah merampingkan prosedur imigrasi, yang selama ini dianggap memberatkan pekerja asing.
“Trump dan perang dagang hanyalah faktor percepatan. Ada banyak hal yang perlu kita lakukan secara internal,” tambah Direktur Jenderal Kebijakan dan Strategi Perdagangan, Kementerian Perdagangan, Pimchanok Vonkorpon.
Dalam menarik investasi, Thailand akan bersaing ketat dari negara-negara tetangga, seperti Malaysia, Indonesia, Taiwan, dan Vietnam. Mengutip khaosodenglish.com, kesepakatan perdagangan AS-China menjadi fase baru setelah kedua negara melakukan perang tarif sejak 2018.
Meski telah ada kesepakatan, menurut Pootrakool, Thailand tetap berpotensi menjadi negara tujuan pemindahan perusahaan-perusahaan dari China. Alasannya, investor selalu berpikir jangka panjang, serta tetap mewaspadai berbagai risiko.
Sepanjang 2019, banyak perusahaan China yang datang berinvestasi ke Thailand, terutama produsen alat elektronik. Nilainya mencapai Th฿8,6 miliar atau US$280 juta, jauh di atas Jepang yang hanya Th฿2,4 miliar atau US$79 juta.
Beberapa perusahaan tersebut bahkan berasal dari Thailand yang telah pindah ke China, tapi akhirnya memilih untuk kembali. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.