BERITA PAJAK HARI INI

Selain Kenaikan Tarif PPN, Dirjen Pajak Kaji Beberapa Opsi Ini

Redaksi DDTCNews | Selasa, 11 Mei 2021 | 08:02 WIB
Selain Kenaikan Tarif PPN, Dirjen Pajak Kaji Beberapa Opsi Ini

Dirjen Pajak Suryo Utomo. 

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah terus mengkaji rencana perubahan kebijakan PPN sebagai bagian dari upaya untuk merespons keterbatasan ruang fiskal tanpa mengganggu pemulihan ekonomi. Langkah tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (11/5/2021).

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan pada masa pandemi Covid-19, ada peningkatan kebutuhan belanja negara. Pada saat bersamaan, penerimaan negara mengalami penurunan. Dalam situasi ini, konsolidasi fiskal sangat dibutuhkan.

Menurutnya, ada 3 tren konsolidasi fiskal global. Pertama, strategi konsolidasi fiskal untuk mengatasi isu ekonomi, seperti defisit, utang, ketimpangan, dan pengangguran. Kedua, utang global makin tinggi sehingga butuh pembiayaan berkelanjutan.

Baca Juga:
Setoran Pajak Hanya Tumbuh 3%, DJP Jakarta Pusat Fokuskan Pengawasan

Ketiga, kebijakan perpajakan untuk mengatasi masalah ketimpangan dan meningkatkan penerimaan pajak. Terkait dengan peningkatan penerimaan pajak, salah satu yang dikaji adalah perubahan skema kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN), termasuk kenaikan tarif.

“Kita perlu mencari alternatif di tengah ruang fiskal yang makin sempit," ujar Suryo.

Kendati demikian, sambung dia, pemerintah tidak akan serta-merta menaikkan tarif PPN guna menyokong penerimaan pajak yang tertekan akibat pandemi Covid-19. Selain melihat tren global, pemerintah juga akan melakukan kajian secara komprehensif mengenai dampak yang ditimbulkan.

Baca Juga:
DJP: Pengembalian Pembayaran Pajak Hingga Maret 2024 Rp83,51 triliun

Selain tentang perubahan skema kebijakan PPN, ada pula bahasan terkait dengan transaksi cryptocurrency atau aset kripto. Ditjen Pajak (DJP) sedang mengkaji skema pemajakan yang tepat atas penghasilan yang bersumber dari transaksi cryptocurrency.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • 3 Isu Soal PPN

Dirjen Pajak Suryo Utomo menerangkan setidaknya terdapat 3 isu terkait dengan PPN yang perlu untuk direspons guna meningkatkan ruang fiskal. Pertama, masih terdapat banyak barang dan jasa yang penyerahannya tidak dipungut PPN.

Baca Juga:
Berjalan Sebulan Lebih, Kurs Pajak Berlanjut Melemah terhadap Dolar AS

Kedua, C-efficiency ratio PPN Indonesia tercatat masih sekitar 60%. Artinya, efektivitas pemungutan masih 60% dari total yang seharusnya bisa dipungut. Ketiga, perbandingan antara penerimaan PPN dan PDB yang hanya sebesar 3,62%.

Suryo mengatakan Indonesia termasuk salah satu dari 21 negara yang mengenakan PPN dengan tarif sebesar 10%. Sebanyak 124 negara tercatat mengenakan PPN dengan tarif 11% hingga 20%. Sebanyak 24 negara yang mengenakan PPN dengan tarif lebih dari 20%. (DDTCNews/Kontan)

  • Skema Multitarif

Selain kenaikan tarif, pemerintah juga tengah mengkaji penerapan skema PPN multitarif. Barang-barang yang sifatnya sangat dibutuhkan masyarakat dikenai tarif yang lebih rendah dari tarif normal. Sebaliknya, terdapat tarif yang lebih tinggi atas penyerahan barang tertentu yang tergolong mewah.

Baca Juga:
Realisasi Restitusi Pajak Tumbuh 96,72 Persen pada Kuartal I/2024

"UU PPN saat ini [mengatur skema] single rate. Kalau akan multiple rate, itu akan didiskusikan. Semua akan kami diskusikan di internal oleh antarunit Kemenkeu dan antarkementerian serta pengusaha. Di beberapa negara PPN multitarif mulai diterapkan,” ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo. (DDTCNews/Kontan)

  • Pengecualian PPN

Tidak hanya menyangkut tarif, pemerintah juga sedang mempertimbangkan jumlah pengecualian PPN yang diberikan pemerintah terhadap barang dan jasa tertentu. Pasalnya, bila dibandingkan dengan negara-negara lain, pengecualian PPN yang berlaku di Indonesia cenderung lebih banyak.

Fasilitas PPN yang diberikan, mulai dari fasilitas PPN tidak dipungut dan dibebaskan, juga sangat beragam. Hal ini berpengaruh terhadap kinerja penerimaan PPN Indonesia bila dibandingkan dengan negara-negara peers di Asia Tenggara. Simak pula 'Tren Global PPN: Kenaikan Tarif, Multitarif, dan Pembatasan Fasilitas'. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

Baca Juga:
Impor Barang Bawaan Tak Dibatasi, Bea Masuk Tetap Sesuai PMK 203/2017
  • Pemajakan Transaksi Cryptocurrency

Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan perkembangan cryptocurrency di Indonesia perlu dicermati dan didalami dengan saksama. Langkah itu penting sebelum dikeluarkan respons kebijakan atau perlakuan pajak khusus atas penghasilan yang didapatkan dari transaksi cryptocurrency.

"Untuk aset kripto ini sendiri kami sedang terus melakukan pendalaman. Seperti apa sih model bisnis cryptocurrency ini," ujar Suryo. Simak ‘Soal Skema Pemajakan Transaksi Cryptocurrency, Ini Kata Dirjen Pajak’.

Secara umum, dia menerangkan masih terdapat masalah yang perlu dipertimbangkan sebelum PPN dikenakan atas penyerahan aset kripto. Dari sisi pajak penghasilan (PPh), Suryo mengatakan DJP telah mengadakan diskusi dengan pihak terkait mengenai skema laba yang diperoleh wajib pajak. (DDTCNews/Kontan)

Baca Juga:
Tingkatkan Kepatuhan Wajib Pajak, DJP Teken Kerja Sama dengan TNI
  • Insentif Pajak

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah meminta pemerintah lebih selektif dalam memberikan insentif fiskal pajak. Said menilai rencana pemberian insentif pajak untuk sektor ritel belum tepat untuk saat ini. Menurutnya, pemberian insentif tersebut tidak akan terlalu berdampak pada pemulihan perekonomian nasional.

"Industri ritel bahkan sebelum pandemi telah mengalami kontraksi karena pergeseran perilaku masyarakat yang memilih memanfaatkan e-commerce," katanya. Simak ‘Insentif Pajak Sektor Ritel Dikaji, Ini Respons Ketua Banggar DPR’. (DDTCNews) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

13 Mei 2021 | 18:38 WIB

Gross premi asuransi mnasional per tahun sekitar 500 trilun yg sebagian besar di reasuransikan. Ada pertambahan nilai yg bisa dikenakan PPN dan/atau pph 23/26. Kenaikkan PPN mustinya tidak menjadi beban pengusaha jika mengacu kepada PPN keluaran dan PPN masukan. Jika PPN naik, konsumen akhir (end user) yg harus menanggungnya

11 Mei 2021 | 09:12 WIB

Aduh, apabila tarif PPN dinaikin menjadi 20% , kami pelaku usaja merasa keberatan. Terkadang untuk biaya bahan baku saja sudah tinggi, kalo PPNnya sampai dinaikin kami tambah menderita lagi, terpaksa akan mengurangi pembelian bahan baku yang tentunya produksi semakin berkurang, produksi semakin berkurang tentu saja ini akan mempengaruhi penjualan kami. Ini akan semakin menyusahkan usaha kami. Kenapa harus melihat tarif pajak negara lain? perekonomian negara lain tentu saja berbeda dengan indonesia.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 02 Mei 2024 | 11:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA PUSAT

Setoran Pajak Hanya Tumbuh 3%, DJP Jakarta Pusat Fokuskan Pengawasan

Kamis, 02 Mei 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

DJP: Pengembalian Pembayaran Pajak Hingga Maret 2024 Rp83,51 triliun

Rabu, 01 Mei 2024 | 09:33 WIB KURS PAJAK 01 MEI 2024 - 07 MEI 2024

Berjalan Sebulan Lebih, Kurs Pajak Berlanjut Melemah terhadap Dolar AS

BERITA PILIHAN
Kamis, 02 Mei 2024 | 12:00 WIB INFLASI TAHUNAN

Inflasi Turun Jadi 3 Persen pada April 2024, Ini Kata BPS

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:30 WIB KANWIL DJP JAKARTA PUSAT

Setoran Pajak Hanya Tumbuh 3%, DJP Jakarta Pusat Fokuskan Pengawasan

Kamis, 02 Mei 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS KEPABEANAN

Sederet Kriteria Barang Kiriman Hasil Perdagangan

Kamis, 02 Mei 2024 | 10:30 WIB PERMENDAG 7/2024

Pembebasan Batasan Impor Kiriman PMI Berlaku Surut Sejak Akhir 2023

Kamis, 02 Mei 2024 | 10:21 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN DAN CUKAI

Piutang Kepabeanan-Cukai Capai Rp46 Triliun, DJBC Optimalkan Penagihan

Kamis, 02 Mei 2024 | 10:00 WIB APARATUR SIPIL NEGARA

Pendaftaran CASN Akan Dibuka, K/L Diminta Lengkapi Perincian Formasi

Kamis, 02 Mei 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

DJP: Pengembalian Pembayaran Pajak Hingga Maret 2024 Rp83,51 triliun