BERITA PAJAK HARI INI

Kemenkeu Ungkap Perlunya PPN Multitarif

Redaksi DDTCNews | Jumat, 25 Juni 2021 | 08:14 WIB
Kemenkeu Ungkap Perlunya PPN Multitarif

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Rencana pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) multitarif kembali menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (25/6/2021).

Dalam laporan APBN Kita edisi Juni 2021, pemerintah mengatakan pengenaan PPN multarif sebagai bagian dari upaya untuk menciptakan keadilan bagi masyarakat. Skema PPN multitarif juga sudah umum diterapkan di berbagai negara.

Kemenkeu menegaskan bentuk konkret peningkatan keadilan adalah dengan tidak mengenakan PPN atas sembako yang dijual di pasar tradisional, jasa pendidikan yang mengemban misi sosial kemanusiaan (nonkomersial), dan jasa kesehatan yang dibayar melalui BPJS.

Baca Juga:
Hingga Batas Akhir, Sebanyak 14,18 Juta WP Sudah Lapor SPT Tahunan

Kemudian, hasil pertanian dari petani dalam negeri tidak akan dikenakan PPN, sedangkan hasil pertanian impor akan dikenai PPN. Hal tersebut dinilai sebagai bentuk perlindungan kepada petani selain pemberian subsidi.

Di luar itu, sambung Kemenkeu, PPN akan dikenakan atas produk sembako premium, jasa pendidikan komersial, dan jasa kesehatan selain kebutuhan dasar kesehatan. Otoritas memberi contoh biaya operasi plastik untuk kecantikan yang hanya bisa dinikmati kalangan tertentu akan dikenakan PPN.

“Tentunya tarif PPN atas barang dan jasa tersebut di atas lebih rendah daripada tarif umum PPN. Di sinilah perlunya multitarif dalam pengenaan PPN. Maksudnya, tarif PPN menjadi bervariasi, tidak dalam satu tarif PPN yang selama ini berlaku yaitu 10%,” tulis Kemenkeu dalam laporan tersebut.

Baca Juga:
Dirjen Pajak: Kami Tidak Akan Ambil yang Bukan Hak Negara

Terkait dengan kebijakan PPN, simak pula Perspektif 'Tren Global PPN: Kenaikan Tarif, Multitarif, dan Pembatasan Fasilitas'.

Kemudian, ada pula bahasan mengenai sudah bisa digunakannya layanan elektronik Ditjen Pajak (DJP) yang sebelumnya mengalami gangguan validasi data kependudukan. Ada pula temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait dengan restitusi pajak dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2020.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

Baca Juga:
Link Aktivasi Ereg Tak Diterima dalam 24 Jam, Harus Pakai Email Lain
  • Sudah Dilakukan Banyak Negara

Kemenkeu mengatakan pengenaan macam-macam tarif (PPN multitarif) atas barang atau jasa kena pajak itu sudah dilakukan banyak negara lain. Menurut Kemenkeu, rata-rata tarif standar PPN di atas 20%, sedangkan rata-rata tarif rendahnya sekitar 8%.

“Pengenaan tarif lebih rendah untuk barang dan jasa tertentu yang dibutuhkan masyarakat berpenghasilan rendah. Ini memberikan rasa keadilan dengan pengenaan tarif yang lebih tinggi untuk barang mewah atau sangat mewah,” imbuh Kemenkeu.

Saat ini, Austria menerapkan tarif standar PPN sebesar 20% dan tarif rendah hanya 13%. Lalu, Turki menerapkan tarif standar PPN 18% dan tarif rendah 8%. Ada juga, Spanyol menerapkan tarif standar PPN sebesar 21% dengan tarif rendahnya 4%. (DDTCNews)

Baca Juga:
Profil DJP Online Berstatus Kepala Keluarga Padahal Bukan, Bagaimana?
  • Layanan Elektronik DJP

Direktur Teknologi Informasi dan Komunikasi DJP Iwan Djuniardi mengatakan proses normalisasi layananan elektronik yang terdampak kendala validasi data kependudukan sudah dirampungkan. Menurutnya, layanan elektronik sudah bisa dimanfaatkan.

Iwan menerangkan salah satu penyebab terjadinya kendala proses validasi data kependudukan adalah adanya proses pembaruan aplikasi dalam sistem elektronik DJP. Hal ini memerlukan penyesuaian pada integrasi basis data kependudukan Kemendagri. Simak ‘Layanan Elektronik DJP yang Sempat Gangguan Sudah Bisa Dipakai Lagi’. (DDTCNews)

  • Restitusi Pajak

Dalam LHP atas LKPP 2020, BPK kembali menyoroti masalah pembayaran restitusi pajak. Berdasarkan pada hasil pemeriksaan, per 31 Desember 2020, Ditjen Pajak (DJP) belum memproses pembayaran restitusi yang telah terbit Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP) senilai Rp2,78 triliun.

Baca Juga:
Setoran Pajak Hanya Tumbuh 3%, DJP Jakarta Pusat Fokuskan Pengawasan

"Atas SKPKPP tersebut belum terbit SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana) sehingga UKPP (utang kelebihan pembayaran pajak) tersebut masih tercatat sebagai penerimaan pajak per 31 Desember 2020," tulis BPK dalam LHP LKPP 2020.

Terkait dengan temuan tersebut, sambung BPK, DJP menjelaskan penyebabnya adalah sebagian besar wajib pajak belum menyampaikan nomor rekening sehingga proses pembayaran belum dapat dilaksanakan. Simak ‘Masalah Pembayaran Restitusi Pajak Kembali Jadi Temuan BPK’.

Terkait dengan pajak BPK juga menyoroti realisasi insentif dan fasilitas perpajakan dalam rangka penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional pada 2020 minimal senilai Rp1,69 triliun tidak sesuai ketentuan. (DDTCNews/Kontan)

Baca Juga:
DJP: Pengembalian Pembayaran Pajak Hingga Maret 2024 Rp83,51 triliun
  • Threshold PKP

Ambang batas (threshold) pengusaha kena pajak (PKP) di Indonesia tercatat sangat tinggi bila dibandingkan dengan ketentuan di negara lain. Berdasarkan pada data threshold omzet pengusaha – penentu PKP dalam ketentuan pajak pertambahan nilai (PPN) – di 92 negara yang dihimpun DDTC Fiscal Research, rata-ratanya mendekati Rp1,2 miliar.

Threshold di Indonesia jauh lebih besar, yakni Rp4,8 miliar atau sekitar 4 kali lipat rata-rata sampel. Adapun nilai threshold tertinggi dari sampel hanya sebesar Rp10,8 miliar. Ada pula negara lain di luar sampel – seperti Chili, Meksiko, Spanyol, dan Turki – yang tidak menerapkan threshold PKP.

“Dapat disimpulkan threshold PKP Indonesia saat ini terbilang sangat tinggi dari kacamata global,” ujar Assistant Manager DDTC Fiscal Research Awwaliatul Mukarromah. Simak ‘Ternyata Threshold PKP di Indonesia Sangat Tinggi, Ini Kata Periset’. (DDTCNews)

Baca Juga:
Berjalan Sebulan Lebih, Kurs Pajak Berlanjut Melemah terhadap Dolar AS
  • Revisi UU KUP

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mengatakan revisi Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) merupakan grand strategy menuju reformasi perpajakan berkeadilan.

Menurutnya, rencana pemerintah yang akan masuk dalam revisi UU KUP tidak akan memberatkan masyarakat. Dia meminta agar isu yang terkait dengan revisi UU KUP tidak dianggap sebagai rencana kebijakan yang akan menurunkan daya beli masyarakat.

Said juga menyatakan revisi ketentuan pajak dalam RUU KUP juga tidak hanya mencakup kebijakan PPN. Menurutnya, ada pula kebijakan yang menyangkut pajak penghasilan (PPh) badan, PPh perdagangan melalui sistem elekronik (PMSE), PPh orang pribadi, dan pajak karbon. (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

30 Juni 2021 | 19:14 WIB

Rencana PPN Multitarif akan berimplikasi pada pengenaan PPN pada penyerahan barang tertentu akan dikenakai tarif PPN lebih tinggi. Sedangkan, penyerahan barang yang bersifat strategis akan dikenai tarif yang lebih rendah. Dengan demikian, akan timbul keadilan dalam penerapan PPN di Indonesia, sehingga masyarakat dapat bergotong royong dalam mengoptimalkan penerimaan pajak.

28 Juni 2021 | 09:32 WIB

Terima kasih kepada DDTC News yang sudah memberikan berita yang informatif. Pemerintah saat ini sudah mulai memikirkan pengenaan pajak multitarif. Upaya tersebut dilakukan untuk menghasilkan keadilan di masyarakat. Misalnya, pengenaan pajak barang konsumtif yang bersifat 'premium' yang dikenakan pajak, sedangkan produk dalam negeri tidak dikenakan, seperti beras, daging, dan lain-lain.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 02 Mei 2024 | 17:31 WIB KEPATUHAN PAJAK

Hingga Batas Akhir, Sebanyak 14,18 Juta WP Sudah Lapor SPT Tahunan

Kamis, 02 Mei 2024 | 15:08 WIB DITJEN PAJAK

Dirjen Pajak: Kami Tidak Akan Ambil yang Bukan Hak Negara

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Link Aktivasi Ereg Tak Diterima dalam 24 Jam, Harus Pakai Email Lain

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:15 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Profil DJP Online Berstatus Kepala Keluarga Padahal Bukan, Bagaimana?

BERITA PILIHAN