Kantor Pusat World Bank di Washington DC, Amerika Serikat. (foto: worldbank.org)
JAKARTA, DDTCNews - Kenaikan tarif PPN tidak akan memberikan dampak yang maksimal jika Indonesia tidak menindaklanjuti masalah ketidakpatuhan wajib pajak.
Dalam laporan bertajuk Indonesia Economic Prospects December 2024: Funding Indonesia's Vision 2045, World Bank menyebut kenaikan tarif PPN akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih tinggi bila kebijakan tersebut turut dibarengi dengan upaya peningkatan kepatuhan pajak.
"Untuk memastikan peningkatan penerimaan pajak tidak terganggu oleh kepatuhan yang buruk, administrasi pajak perlu diperkuat dengan meningkatkan pemanfaatan data pihak ketiga," tulis World Bank, dikutip pada Rabu (18/12/2024).
World Bank menilai penggunaan data pihak ketiga secara optimal akan memperkuat peran manajemen risiko kepatuhan (compliance risk management/CRM) dalam mendeteksi dan mencegah praktik pengelakan pajak.
Data pihak ketiga yang berkualitas tinggi seperti catatan keuangan dan transaksi diperlukan sehingga CRM bisa mengidentifikasi dan mengelola risiko kepatuhan wajib pajak secara lebih baik. Namun, saat ini akses DJP terhadap data pihak ketiga masih sangat terbatas.
"Pertukaran data berdasarkan MoU terbukti tidak cukup untuk mendukung penyediaan data secara komprehensif dan tepat waktu," jelas World Bank.
Oleh karena itu, peningkatan kualitas data pihak ketiga, utamanya dari sektor keuangan, diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.
Guna membantu upaya peningkatan kepatuhan, World Bank memandang Indonesia perlu menghapus beragam pembebasan PPN yang saat ini berlaku.
Fasilitas PPN tidak dipungut atas penyerahan non-ekspor dan skema PPN besaran tertentu juga perlu dihapuskan. Menurut World Bank, kedua skema tersebut memperumit sistem PPN di Indonesia sekaligus membuka celah pengelakan pajak.
Sebagai informasi, pemerintah memutuskan untuk tetap meningkatkan tarif PPN dari 11% ke 12% mulai tahun depan. Menurut Badan Kebijakan Fiskal (BKF), kenaikan tarif PPN akan memberikan tambahan penerimaan negara senilai Rp75 triliun.
"Itu sekitar 75 triliun [potensi tambahan penerimaan karena kenaikan tarif PPN]," kata Kepala BKF Febrio Kacaribu baru-baru ini. (rig)