ilustrasi.
BRUSSEL, DDTCNews—Keberadaan negara tax havens membuat negara-negara di Uni Eropa (UE) kehilangan pendapatan pajak dalam nominal yang tinggi, yakni mencapai 170 miliar euro atau Rp2.580 triliun per tahun.
Sekjen Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) Angel Gurria menyebut perusahaan yang memindahkan laba untuk menghindari pajak berarti melakukan tindakan yang tidak etis meski tidak melawan hukum.
“Dengan memindahkan keuntungan melalui skema yang dibuat-buat berarti korporasi multinasional bertindak secara tidak etis meski masih dalam kerangka hukum yang berlaku," ujar Gurria dalam Forum Ekonomi Global di Davos.
Laporan bertajuk tax havens di Uni Eropa yang dikeluarkan Institut Ekonomi Polandia dan Bank Gospodarstwa Krajowego (BGK) menyebutkan kerugian agregat akibat penghindaran pajak lintas-batas selama 7 tahun terakhir ini melampaui seperempat anggaran UE.
Laporan itu juga mendapati sebagian besar pendapatan yang hilang disebabkan perusahaan multinasional dan wajib pajak kaya di UE yang berupaya menghindari pajak dengan cara mengalihkan laba mereka ke negara UE lainnya.
Negara yang diidentifikasi oleh European Commission (EC) sebagai negara tax haven paling terkemuka di antaranya Belgia, Siprus, Belanda, Irlandia, Luksemburg dan Malta. Kepulauan Cayman juga menjadi surga pajak di luar Eropa.
Dari total 170 miliar euro yang hilang, sebanyak 46 miliar berasal dari aset yang ditransfer ke luar negeri oleh orang kaya. Sementara itu, 60 miliar berasal dari entitas perusahaan yang memindahkan keuntungannya ke negara suaka pajak.
Lalu, 64 miliar euro berasal dari berbagai kegiatan yang melanggar hukum dan kecurangan terkait PPN atas transaksi di dalam UE. Adapun, Jerman dan Prancis menjadi negara yang menanggung beban paling besar, karena masing-masing kehilangan 29% dan 24%.
Menkeu Prancis Bruno Le Maire menyatakan negara Eropa saat ini menghadapi perlakuan tak adil dan memicu populisme di seluruh Eropa. Untuk itu, upaya kolektif atas negara anggota UE diperlukan untuk mengatasi penghindaran pajak yang agresif.
"Kami tidak dapat mengizinkan perusahaan besar membayar pajak yang lebih rendah hanya karena mereka belum memiliki kehadiran fisik mereka di negara tertentu," tegas Le maire, seperti dilansir iclg.com. (rig)