PEMULIHAN EKONOMI NASIONAL

Sri Mulyani: Kemungkinan Ekonomi 2021 Hanya Tumbuh 3,7 Persen

Dian Kurniati
Selasa, 04 Januari 2022 | 09.30 WIB
Sri Mulyani: Kemungkinan Ekonomi 2021 Hanya Tumbuh 3,7 Persen

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (3/1/2022).

JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2021 hanya akan mencapai 3,7% atau lebih rendah dari asumsi makro APBN 2021 sebesar 5%.

Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi tidak setinggi yang diharapkan karena Indonesia masih sempat mengalami kontraksi pada kuartal I/2021 dengan minus 0,7% meskipun setelahnya konsisten positif.

"Kalau tahun 2020 pertumbuhan ekonomi minus 2,07%. Tahun 2021 yang tadinya diperkirakan menjadi tahun pemulihan dengan pertumbuhan ekonomi 5%, kemungkinan realisasinya hanya 3,7%," katanya dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (3/1/2022).

Namun, lanjut Sri Mulyani, sinyal pemulihan ekonomi makin menguat seiring dengan kebijakan penanganan pandemi Covid-19. Meski perbaikan ekonomi sempat terganggu varian Delta Covid-19, momentum pemulihan tersebut masih terjaga hingga tutup tahun.

Pada kuartal IV/2021, ia memprediksi pertumbuhan ekonomi berada di atas 5%. Hal itu didukung penguatan aktivitas ekonomi, investasi, dan ekspor. Tak hanya itu, konsumsi rumah tangga juga telah menguat, termasuk transportasi.

“Aktivitas investasi juga meningkat seiring dengan membaiknya supply chain dan penyelesaian proyek strategis nasional,” tuturnya.

Meski demikian, pemerintah tetap akan mewaspadai risiko varian Omicron dan ketidakpastian global, terutama terkait dengan percepatan tapering off AS, meningkatnya inflasi di sejumlah negara, serta perlambatan ekonomi China.

Di Indonesia, tingkat inflasi sepanjang 2021 mencapai 1,87% atau lebih rendah dari asumsi APBN 2021 sebesar 3%. Untuk tingkat bunga SBN 10 tahun, realisasinya 6,35% atau lebih rendah dari asumsi APBN 2021 sebesar 7,3%, sejalan dengan membaiknya kinerja fiskal.

Pada nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, realisasinya Rp14.312 atau di bawah asumsi APBN 2021 sebesar 14.600, sedangkan harga minyak mentah Indonesia realisasinya US$68,5 per barel atau lebih tinggi dari asumsi APBN 2021 senilai US$45 per barel.

Mengenai lifting minyak, realisasi sementara tercatat 662.000 barel minyak per hari atau di bawah target sebesar 705.000 barel minyak per hari. Lalu, realisasi sementara lifting gas 982.000 barel setara minyak per hari atau di bawah target sekitar 1 juta barel minyak per hari.

"Lifting minyak dan gas ada di bawah asumsi APBN 2021. Ini yang memengaruhi dari sisi produksi. Jadi walaupun harganya naik, kita dari sisi produksi atau lifting lebih rendah," ujarnya. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Dr. Bambang Prasetia
baru saja
Konsepnya dlm hal pasar... a.l stop perkembangan gurita Fr'chise ..retail... bayangkan mrk dihimpit oleh para pemodal besar..alibinya mrk menumbuhkan retail kecil,,,tapi dibalik itu bisa dipelajari perjanjian Waralaba..dengan Fr'Chisee .. rielnya jelas akan tidak menumbuhkan pasar tradisional dibawah..ingat mrk sangat kuat penyebarannya klo tidak terhimpit oleh menjamurnya gurita retail .. Ruang pedagang kecil..termarginalkan... .. akan lumpuh. Janji2 pr kepala daerah buat pasar tradisional swt kampanya..sampai skg belum dirasakan... fakta.. maka regulasi ttg Fr'chise harus diatur kembali..
user-comment-photo-profile
Dr. Bambang Prasetia
baru saja
ya gak papa tapi yang tumbuh ekonominya jgn di gebyak uyah saja.. Yang penting masyarakat usaha SMEs bisa tumbuh... klo tumbuhnya dikalangan atas.. khan tidak akan dongkrak daya beli... Masyalahnya duit dipegang kalangan atas sulit koncorin kredit atau modal ke menengah bawah...dampaknya akan terus memburuk.. spending yg seharus meningkatkan daya beli..terhambat... Duit di perbankan ada gejala membaik..kalangan atas ..deposan besar bertambah... namun konsumsi dibawah tertekan...susah untuk bergerak naik.... (just eat) Sebaiknya kuncuran kredit dan juga pemberian incentive pajak dan fasilitas u driver ekonomi bawah terus digenjot..agar ada keseimbangan yg sehat. Inflasi semakin naik UMP tertekan..gmn potendi kemiskinan akan bertambah... itupun yg tidak terdampak c-19..lalu mrk hanya diberikan BLT.. gak tumbuhkan ekonomi....