Tampilan depan mysst.customs.gov.my.
KUALA LUMPUR, DDTCNews – Pemerintah Malaysia menerapkan lima ketentuan untuk memastikan penyedia layanan dan konsumen lokal tidak menghadapi pajak berganda setelah penerapan pajak digital.
Pasalnya, tujuan utama penerapan pajak digital adalah untuk memberikan perlakuan yang adil bagi penyedia layanan lokal dan konsumen di Malaysia. Di sisi lain, pemerintah menyadari penerapan pajak digital memicu kenaikan harga serta cascading effect dari pemajakan berganda.
“Pemerintah sadar akan masalah kenaikan harga dan cascading effect pada konsumen. Untuk itu, pemerintah telah menyiapkan beberapa perlakuan pajak untuk memastikan tidak ada lagi masalah bagi penyedia layanan dan konsumen lokal,” demikian pernyataan Kementerian Keuangan Malaysia, Senin (30/12/2019)
Secara lebih terperinci, Kemenkeu menjabarkan lima langkah pajak untuk mencegah pajak berganda setelah penerapan pajak digital. Pertama, memperluas fasilitas pembebasan pajak atas impor jasa kena pajak (JKP) yang memenuhi syarat oleh penyedia layanan lokal.
Namun, penyedia layanan lokal yang melakukan impor harus berasal dari grup perusahaan yang sama dengan perusahaan yang menyediakan JKP impor. Hal ini berarti, penyedia layanan lokal tidak dikenakan pajak atas JKP yang diimpor dari penyedia layanan asing jika berada dalam grup yang sama.
Kedua, membebaskan perusahaan dari penghitungan dan pembayaran pajak layanan berdasarkan metode self-recipient accounting atas impor jasa profesional dan iklan untuk business-to-business (B2B). Pembebasan ini berlaku jika layanan yang diimpor sama dengan layanan yang disediakan oleh perusahaan.
Ketiga, penyedia layanan lokal yang telah membayar pajak ke penyedia layanan asing atas layanan digital untuk business-to-consumen (B2C) dapat mengajukan klaim pengembalian dana. Klaim itu diajukan pada Royal Customs Department of Malaysia (RCDM) berdasarkan jumlah aktual pajak yang dibayarkan.
Keempat, layanan pembelajaran jarak jauh, termasuk pelatihan kejuruan dan profesional, tidak dikategorikan sebagai objek pajak. Ini berlaku untuk layanan yang disediakan secara daring baik oleh penyedia layanan lokal maupun asing. Dengan demikian, layanan pembelajaran yang disediakan secara daring tidak dikenakan pajak.
Kelima, layanan daring seperti e-koran, dan jurnal pendidikan, teknis, ilmiah, sejarah atau budaya atau bahan bacaan berkala juga bukan objek pajak sehingga tidak dikenakan pajak.
Lebih lanjut, Kemenkeu menekankan pajak digital hanya berlaku pada jasa dan bukan barang. Selain itu, Kemenkeu menyebut RMCD akan mengadakan roadshow tentang penerapan pajak layanan pada layanan digital yang diimpor kepada publik, serta industri lokal.
“RMCD akan melakukan sesi roadshow atau sosialisasi informasi tentang pengenaan layanan digital impor kepada publik dan industri lokal. Selain itu, informasi lebih lanjut dapat diperoleh di portal mysst.customs.gov.my,” demikian pernyataan Kemenkeu, seperti dilansir malaymail.com. (kaw)