JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan Freeport Indonesia mengubah Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi, membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter), dan divestasi saham hingga 51%.
Staf Khusus Menteri ESDM Hadi M. Djuraid menegaskan posisi dan sikap Kementerian ESDM akan tetap mengacu dan berpedoman pada Undang-Undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017.
“Tiga poin tersebut tidak bisa ditawar dan dinegosiasi. Yang bisa dirundingkan adalah bagaimana implementasinya,” tegasnya melalui siaran pers baru-baru ini.
Menurut Hadi, kedua belah pihak (Kementerian ESDM dan Freeport Indonesia)sepakat membagi perundingan dalam dua tahap, yaitu perundingan jangka pendek dan perundingan jangka panjang. Sedangkan jangka waktu perundingan adalah enam bulan, terhitung sejak Februari 2017.
Adapun fokus perundingan jangka pendek adalah perubahan KK menjadi IUPK. “Perubahan KK menjadi IUPK menjadi prioritas karena akan menjadi dasar bagi perundingan tahap berikutnya. Di samping itu, IUPK memungkinkan operasi Freeport Indonesia di Timika, Papua, kembali normal sehingga tidak timbul ekses ekonomi dan sosial berkepanjangan bagi masyarakat Timika khususnya dan Papua umumnya,” jelasnya.
Setelah empat pekan berunding, lanjut Hadi, Freeport sepakat menerima IUPK. Meski demikian Freeport meminta perpanjangan waktu perundingan dari enam bulan sejak Februari menjadi delapan bulan sejak Februari.
“Kementerian ESDM menyepakati permintaan tersebut, sehingga waktu tersisa terhitung sejak April ini adalah enam bulan,” kata Hadi.
Dia menambahkan enam bulan tersebut adalah waktu tersisa untuk perundingan jangka panjang, meliputi pokok bahasan stabilitas investasi yang dituntut Freeport sebagai syarat menerima IUPK, kelangsungan operasi Freeport, dan divestasi saham 51%.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017, lanjut Hadi, pemegang IUPK bisa mengajukan rekomendasi ekspor konsentrat untuk enam bulan, dengan syarat menyampaikan komitmen pembangunan smelter dalam lima tahun, membayar bea keluar yang ditetapkan Menteri Keuangan, dan divestasi saham hingga 51%.
Progres pembangunan smelter itu akan diverifikasi oleh verifikator independen setelah enam bulan. Dia menegaskan jika hasil verifikasi menunjukkan progres pembangunan smelter tidak sesuai dengan rencana yang telah disetujui Kementerian ESDM, maka rekomendasi ekspor akan dicabut.
“Ketentuan tersebut berlaku untuk semua pemegang IUPK, tanpa kecuali. Prosedur ini telah ditempuh pemegang KK lainnya yang telah beralih ke IUPK, yaitu PT Amman Mineral Nusa Tenggara (d/h Newmont),” tegasnya.
Dengan demikian, kata Hadi, jelas bahwa landasan operasi Freeport dalam enam bulan ke depan adalah IUPK. Alhasil target perundingan jangka pendek telah tercapai, termasuk kembali normalnya operasi Freeport Indonesia di Timika sehingga ekses sosial dan ekonomi yang terjadi sejak pelarangan ekspor pada 12 Januari 2017 tidak meluas dan berkepanjangan.
Mengenai perundingan tahap kedua, Hadi mengatakan hal itu akan dimulai pada pekan kedua April, dengan landasan yang kokoh, yaitu IUPK. Perundingan melibatkan instansi/lembaga terkait, di antaranya Kemenkeu, BKPM, Kemendagri, Pemrov Papua -termasuk di dalamnya Pemerintah Kabupaten Timika dan wakil masyarakat adat di Timika.
Apabila setelah enam bulan ke depan tidak tercapai kesepakatan terkait poin-poin perundingan jangka panjang di atas, Hadi menegaskan, Freeport bisa kembali ke KK dengan konsekuensi tidak bisa melakukan ekspor konsentrat.
“Dengan demikian cukup jelas dan gamblang bahwa Pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM konsisten pada komitmen mewujudkan hilirisasi mineral, serta memperkuat kedaulatan nasional melalui kepemilikan 51% saham,” pungkas Hadi.