RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak Perbedaan Interpretasi Objek PPh Pasal 22 TBS Sawit

Hamida Amri Safarina
Jumat, 10 April 2020 | 16.57 WIB
Sengketa Pajak Perbedaan Interpretasi Objek PPh Pasal 22 TBS Sawit

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak tentang perbedaan interpretasi objek pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 atas pembelian tandan buah segar (TBS) sawit yang dibeli dari pedagang pengumpul.

Berdasarkan pemeriksaan, otoritas pajak menyatakan terdapat transaksi pembelian TBS sawit yang belum dilaporkan wajib pajak dalam SPT Masa PPh Pasal 22. Otoritas pajak meyakini bahwa wajib pajak membeli TBS sawit tersebut dari pedagang pengumpul. Atas kegiatan pembelian tersebut dapat diklasifikasikan sebagai objek PPh Pasal 22

Wajib pajak tidak setuju dengan pernyataan otoritas pajak tersebut. Menurut wajib pajak, otoritas pajak hanya melakukan pemeriksaan berdasarkan asumsi saja dan tidak berdasarkan bukti yang kuat. Pembelian TBS sawit yang dilakukan wajib pajak seluruhnya dari para petani dan bukan berasal dari pengumpul. Berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku, TBS sawit yang dibeli dari petani tidak dikenakan PPh Pasal 22.

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Sementara itu, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan dari otoritas pajak selaku Pemohon PK.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan yang dilakukan otoritas pajak. Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa wajib pajak membeli TBS sawit dari petani. Pembelian tersebut bukan berasal dari pedagang pengumpul.

Kegiatan pembelian TBS dari petani bukan merupakan objek PPh Pasal 22 yang harus dipungut oleh wajib pajak. Lebih lanjut, Majelis menyatakan koreksi yang dilakukan otoritas pajak hanya berdasarkan pada asumsi dan tidak mengacu pada bukti-bukti yang kuat.

Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 65717/PP/M.IA/11/2015  tertanggal 16 November 2015, otoritas pajak mengajukan Permohonan PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 11 Maret 2016. Berdasarkan uraian di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berkesimpulan koreksi yang dilakukan otoritas pajak harus dibatalkan.

Pokok sengketa atas perkara ini adalah koreksi atas dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 22 masa pajak Februari 2009 sebesar Rp7.905.158.626,00 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK menyatakan keberatan dengan pendapat Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon PK menemukan transaksi pembelian TBS yang dilakukan Termohon PK.

Pemohon PK menganggap Termohon PK membeli TBS sawit dari pedagang pengumpul. Pembelian TBS dari pedagang pengumpul dapat diklasifikasikan sebagai PPh Pasal 22. Terhadap pembelian TBS ini belum dilaporkan dalam SPT PPh Pasal 22. Oleh karena itu, Pemohon PK melakukan koreksi DPP PPh Pasal 22 masa pajak Februari 2009.

Termohon PK hanya memberikan data pembelian TBS berupa rincian nama penjual TBS yang meliputi kelompok tani, petani, dan pihak lain. Seharusnya, Termohon PK juga memberikan bukti pendukung lainnya berupa data pemasok TBS, daftar nama, beserta alamat petani yang menjadi pemasok.

Termohon PK tidak dapat membuktikan secara kuat atas dalilnya yang menyatakan pembelian TBS dilakukan dari petani. Tidak ada bukti transaksi atas pembelian dari petani yang dapat mendukung pernyataan Termohon PK.

Mengacu pada pertimbangan di atas, Pemohon PK menilai pembelian TBS sawit dilakukan dari pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul yang dimaksud adalah orang pribadi maupun badan hukum yang mengumpulkan dan membeli dari petani kemudian menjualnya kepada suatu badan usaha.

Keputusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak tepat karena hanya mempertimbangkan satu alat bukti saja yaitu daftar rincian TBS. Apabila hanya memberikan satu alat bukti saja maka belum memenuhi syarat sebagai alat bukti.

Berdasarkan fakta-fakta hukum di atas, Pengadilan Pajak telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan Pasal 78 UU No. 14/2002. Oleh karena itu, Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 65717/PP/M.IA/11/2015 harus dibatalkan.

Di sisi lain, Termohon PK menyampaikan bahwa pemeriksaan yang dilakukan Pemohon PK hanya berdasarkan asumsi belaka dan tidak mengacu pada peraturan yang berlaku. Termohon PK membeli TBS sawit dari para petani dan bukan dari pedagang pengumpul. Berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku, TBS sawit yang dibeli dari petani tidak dikenakan PPh Pasal 22.

Termohon PK berdalih dapat sudah sapat membuktikan pembelian TBS sawit dari petani. Melalui daftar rincian nama penjual TBS sawit yang meliputi kelompok tani, petani, dan pihak lain dapat menunjukkan bahwa pembelian TBS sawit tidak dilakukan dari pengumpul.

Pertimbangan Mahkamah Agung

ALASAN-alasan PK yang diajukan Pemohon tidak dapat dipertahankan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya banding permohonan banding dan menetapkan pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil sudah benar.

Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan, permohonan Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta dan melemahkan bukti yang terungkap di persidangan. Kegiatan pembelian TBS sawit yang dilakukan Termohon PK tidak tergolong pembelian dari pedagang pengumpul. Dengan demikian, pembelian tersebut tidak tergolong objek PPh Pasal 22.

Koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan Pasal 29 ayat (2) UU No. 16/2009 juncto Pasal 22 UU 36/2008 juncto PMK 210/PMK.03/2008. Berdasarkan pertimbangan di atas maka permohonan PK dinyatakan ditolak. Dengan ditolaknya permohonan PK, pihak otorits pajak dinyataan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.