UTANG LUAR NEGERI

Sektor Swasta Rem Utang Luar Negeri

Redaksi DDTCNews | Jumat, 15 November 2019 | 11:43 WIB
Sektor Swasta Rem Utang Luar Negeri Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir September 2019 tercatat senilai US$395,6 miliar (sekitar Rp5.566,13 triliun). Angka ini mengalami pertumbuhan 10,2% secara tahunan.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), ULN Indonesia pada akhir kuartal III/2019 tersebut terbagi atas utang pemerintah dan bank sentral US$197,1 miliar serta utang swasta – termasuk BUMN – senilai US$198,5 miliar.

“Relatif stabil dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang dipengaruhi oleh meningkatnya pertumbuhan ULN pemerintah di tengah perlambatan ULN swasta,” jelas BI dalam keterangan resmi, Jumat (15/11/2019).

Baca Juga:
JCR Pertahankan Peringkat Investasi RI di Level BBB+, Outlook Stabil

ULN pemerintah pada akhir kuartal III/2019 tercatat tumbuh 10,3% menjadi US$194,4 miliar. Pertumbuhan itu lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya 9,1%. ULN swasta tercatat tumbuh 10,4%, turun dari posisi akhir kuartal sebelumnya 11,3%.

BI menilai peningkatan ULN pemerintah sejalan dengan optimisme investor asing terhadap prospek perekonomian nasional. Sepanjang kuartal III/2019, investor nonresiden membukukan pembelian neto surat berharga negara (SBN) domestik yang cukup besar.

Perkembangan ini, sambung BI, mencerminkan kepercayaan investor yang tinggi terhadap prospek perekonomian nasional di tengah ketidakpastian global. Selain itu, imbal hasil investasi aset keuangan domestik diklaim masih menarik.

Baca Juga:
BI Kembali Pertahankan Suku Bunga di Level 6 Persen

Pengelolaan ULN pemerintah diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dengan porsi terbesar pada beberapa sektor produktif. Sektor itu adalah jasa kesehatan dan kegiatan sosial (19,0%), konstruksi (16,5%), jasa pendidikan (16,0%), administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (15,3%), serta jasa keuangan dan asuransi (13,7%).

Sementara, perlambatan ULN swasta terutama disebabkan oleh penurunan ULN Bank. Secara sektoral, ULN swasta didominasi oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara (LGA), sektor industri pengolahan, serta sektor pertambangan dan penggalian. Pangsa ULN di keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 75,4%.

Otoritas moneter menilai struktur ULN Indonesia masih tetap sehat didukung penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolannya. Kondisi tersebut tercermin dari beberapa indikator, salah satunya adalah rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) kuartal III/2019 sebesar 36,3% atau membaik dibandingkan posisi kuartal sebelumnya.

Baca Juga:
Penuhi Kebutuhan Tukar Uang saat Ramadan, BI Siapkan Rp 197 Triliun

Selain itu, struktur ULN Indonesia tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang dengan porsi sebesar 88,1% dari total ULN. BI melihat ULN Indonesia masih terkendali dengan struktur yang tetap sehat.

Otoritas moneter akan terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk memantau perkembangan ULN yang didikung dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Peran ULN juga akan dioptimalkan.

“Peran ULN akan terus dioptimalkan dalam menyokong pembiayaan pembangunan, dengan meminimalisasi risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” imbuh BI. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 25 Maret 2024 | 16:37 WIB KINERJA INVESTASI

JCR Pertahankan Peringkat Investasi RI di Level BBB+, Outlook Stabil

Kamis, 21 Maret 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

BI Klaim Eksportir yang Tempatkan DHE SDA di Dalam Negeri Makin Ramai

Rabu, 20 Maret 2024 | 14:45 WIB KEBIJAKAN MONETER

BI Kembali Pertahankan Suku Bunga di Level 6 Persen

Minggu, 17 Maret 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN MONETER

Penuhi Kebutuhan Tukar Uang saat Ramadan, BI Siapkan Rp 197 Triliun

BERITA PILIHAN