RUSIA

Pengusaha Migas Minta Rencana Kenaikan Pajak Dikaji Ulang

Redaksi DDTCNews | Selasa, 27 Oktober 2020 | 12:07 WIB
Pengusaha Migas Minta Rencana Kenaikan Pajak Dikaji Ulang

Ilustrasi. (DDTCNews)

MOSCOW, DDTCNews – Perusahaan migas dari Rusia, LukOil menyebutkan kebijakan pajak baru pemerintah untuk industri ekstraktif sebagai upaya menutup defisit fiskal justru berpotensi menekan proses pemulihan usaha.

Chief Executive Officer (CEO) LukOil Vagit Alekperov memahami keputusan pemerintah menaikkan pajak industri ekstraktif seperti migas dan pertambangan untuk menutup defisit fiskal akibat pandemi Covid-19.

"Perusahaan memahami bahwa negara sedang menghadapi iklim ekonomi yang sulit, tetapi itu [kebijakan pajak] akan berdampak negatif pada hasil keuangan kami," katanya dikutip Selasa (27/10/2020).

Baca Juga:
Pilar 1 Tak Kunjung Dilaksanakan, Kanada Bersiap Kenakan Pajak Digital

Saat ini, lanjut Alekperov, pengusaha migas akan melobi pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan pajak baru yang akan dirilis awal bulan ini. Dia menyebutkan langkah pemerintah menyelamatkan anggaran harus dibarengi dengan dukungan untuk pemulihan usaha swasta.

Industri migas saat ini tengah menghadapi dua tantangan besar antara lain penurunan permintaan dan rendahnya harga minyak mentah. Jika harga bertahan pada US$40 per barel dan ditambah kebijakan pajak baru, kegiatan usaha diprediksi belum akan pulih hingga 2023.

Menurutnya, rebound bisnis Migas sudah mulai terasa pada kuartal IV/2020 dengan adanya potensi kenaikan harga minyak mentah dunia pada kuartal I/2021. Untuk itu, kebijakan pajak baru idealnya ditinjau ulang karena akan menghambat proses pemulihan usaha.

Baca Juga:
Tingkatkan Kesadaran Pajak, Uni Emirat Arab Terbitkan Taxpayer Charter

"Saya akan mencurahkan perhatian untuk tahun depan dengan membahas kebijakan pajak dengan pemerintah," ujar Alekperov.

Seperti dilansir indiatimes.com, pemerintah mengubah skema rezim PPh khusus industri migas dan pertambangan pada awal Oktober sehingga industri ekstraktif harus membayar PPh dengan rezim normal yakni dengan basis tarif umum dan berdasarkan laba yang didapatkan.

Dari kebijakan tersebut, Pemerintah Rusia memproyeksikan tambahan setoran pajak US$4,5 miliar per tahun atau setara dengan Rp66,3 triliun. Sumber baru penerimaan ini menjadi salah satu solusi menghadapi defisit anggaran negara dan harga minyak mentah yang melemah. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN
Sabtu, 20 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Faktor-Faktor yang Menentukan Postur APBN Indonesia

Sabtu, 20 April 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jasa Konstruksi Bangunan bagi Korban Bencana Bebas PPN, Ini Aturannya

Sabtu, 20 April 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Jaga Kesinambungan Fiskal 2025, Pemerintah Waspadai Tiga Hal Ini

Sabtu, 20 April 2024 | 09:00 WIB KABUPATEN SUKABUMI

Ada Hadiah Umrah untuk WP Patuh, Jenis Pajaknya akan Diperluas

Sabtu, 20 April 2024 | 08:47 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

SPT yang Berstatus Rugi Bisa Berujung Pemeriksaan oleh Kantor Pajak

Sabtu, 20 April 2024 | 08:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Dorong Pertumbuhan Ekonomi 2025, Insentif Ini Disiapkan untuk Investor

Jumat, 19 April 2024 | 18:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Makanan dan Minuman?

Jumat, 19 April 2024 | 17:45 WIB KEANGGOTAAN FATF

PPATK: Masuknya Indonesia di FATF Perlu Diikuti Perbaikan Kelembagaan