Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pengadaan sistem inti perpajakan (core tax system) terancam molor dari rencana awal bisa efektif berjalan pada 2021. Topik ini menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Selasa (9/7/2019)
Proses pengadaan procurement agent yang rencananya dilakukan sejak awal April ternyata mundur hingga September 2019. Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan memang ada pergeseran beberapa bulan terkait pengadaan procurement agent.
“Ini tidak masalah, justru meningkatkan kredibilitas proses pengadaaanya,” katanya.
Hal itu terjadi karena otoritas pajak ingin memastikan adanya tata kelola pengadaan yang baik melalui pendampingan dari Inspektorat Jenderal (Irjen) Kementerian Keuangan dengan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Selain itu, beberapa media juga menyoroti topik terkait pemajakan ekonomi digital. Di tataran domestik, pemerintah masih merumuskan kebijakan terkait pemajakan ekonomi digital. Pasalnya, perumusan regulasi harus mempertimbangkan aspek keadilan.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan meski terjadi pergerseran waktu, proses pengadaan core tax system tetap berjalan seperti yang direncanakan. Otoritas berharap pada September 2019, pengadaan procurement agent sudah bisa dilakukan.
“Jadi untuk hal-hal lainnya, semua masih seperti yang direncanakan,” ujarnya.
Core tax system merupakan sistem teknologi informasi yang menyediakan dukungan terpadu bagi pelaksanaan tugas DJP, termasuk automasi proses bisnis mulai dari proses pendaftaran wajib pajak, pemrosesan surat pemberitahuan dan dokumen perpajakan lainnya, pemrosesan pembayaran pajak, dukungan pemeriksaan dan penagihan, hingga fungsi tax payer accounting.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Suahasil Nazara mengakui pemerintah kesulitan untuk merumuskan skema pemajakan bagi ekonomi digital. Namun, Kemenkeu mulai mengkaji peraturan perpajakan di dalam negeri untuk mengantisipasi perkembangan e-commerce.
Salah satu tujuannya agar pemerintah dapat membuat aturan yang menegaskan kewajiban perusahaan over-the-top (OTT) sebagai wajib pungut pajak pertambahan nilai (PPN) atas produk yang dijual di Indonesia.
Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol mengatakan berbagai aspek menjadi pertimbangan pemerintah dalam menyusun regulasi terkait pajak digital. Hal ini dilakukan agar menjaga keadilan dalam pemajakan.
“Ekonomi digital tidak hanya tentang perusahaan digital raksasa lintas negara, tetapi juga pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Pungutan pajak jangan sampai mengganggu iklim usaha dan merugikan konsumen,” jelasnya.
Pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II/2019 diperkirakan lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu 5,27%. Pada kuartal kedua tahun ini, perekonomian diperkirakan berada di kisaran 5,07—5,1%.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memproyeksi laju pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) masih akan ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Dia mengestimasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga bisa lebih dari 5,1% karena efek momentum Pemilu 2019 dan Lebaran.
Presiden Joko Widodo melihat adanya kesempatan bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke Amerika Serikat saat perang dagang Negeri Paman Sam dengan China masih terjadi. Pemerintah, sambungnya, perlu memberikan berbagai insentif agar eksportir Indonesia bisa menembus pasar Amerika Serikat dan pasar-pasar baru lainnya.
“Ada kesempatan yang tidak bisa diambil karena insentif-insentif itu tidak diberikan,” katanya. (kaw)