JAKARTA, DDTCNews – Pagi ini, Rabu (8/11) kabar datang dari pemerintah yang berupaya menggenjot penerimaan pajak yang tampaknya masih belum begitu menampakan hasil. Pasalnya, sampai dengan awal pekan ini atau kurang dari 2 bulan menuju tutup tahun, realisasi setoran pajak masih di bawah 70%.
Realisasi penerimaan pajak per Senin (6/11) tecatat baru mencapai Rp869,6 triliun atau 67,7% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2017, yakni Rp1.283,6 triliun. Jumlah penerimaan berikut merupakan formulasi antara pendapatan bruto dikurangi restitusi melalui surat perintah membayar kelebihan pajak (SPMKP) atau Rp974 triliun dikurangi Rp104,37 triliun. Adapun, kinerja penerimaan pajak tahun lalu apabila dikurangi restitusi adalah sebanyak Rp961,6 triliun.
Ketika dikonfirmasi perihal kinerja penerimaan pajak tersebut, Ditjen pajak pun enggan berkomentar lebih jauh. Menurut Ekonom SKHA Institute dor Global Competitveness eric Alexander Sugandi memperkirakan penerimaan pajak samapai akhir tahun hanya bisa mencapai 85%-90% saja dari target.
Berita lainnya mengenai pelajaran yang bisa diambil dari kasus “Dokumen Surga”. Berikut ulasan ringkas beritanya:
- Memetik Pelajaran Kasus "Dokumen Surga" Untuk Sistem Pajak di Indonesia
Terungkapnya sejumlah nama pengusaha Indonesia dalam laporan Dokumen Surga atau Paradise Papers menimbulkan pertanyaan, apakah pengusaha masih belum memiliki kesadaran pajak seperti yang diharapkan. Bahkan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani pada Senin (6/11) mengakui masih ada sebagian dari pengusaha yang belum mendeklarasi untuk ikut program tax amnesty. Pengamat pajak dari Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam melihat pengusaha harus melek pajak terlebih dahulu baru kemudian timbul kesadaran bayar pajak. Melek pajak berarti tahu tentang mekanisme perpajakan di Indonesia, baik cara pembayaran, hitung-hitungan, sampai manfaat pajak yang dibayarkan kepada negara. "Di Indonesia, saya menduga lebih banyak pihak yang belum sepenuhnya patuh karena ketidaktahuan, kompleksnya sistem pajak, atau belum adanya pelayanan sistem pajak yang menjangkau mereka," ujar Darussalam. Harapannya, jika sudah melek pajak, muncul kesadaran dengan sendirinya untuk membayar pajak. Serta perbaikan pada hal-hal teknis lain agar pemahaman tentang pajak semakin tinggi dan pemerintah bisa mendorong pemasukan dari pajak.
- Masa Jabatan Dirjen Pajak Berakhir 1 Desember 2017 Masa jabatan Ken Dwijugiasteadi sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak segera berakhir. Hal ini dipastikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Keuangan, Hadiyanto. Pasalnya, orang nomor satu di Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) itu berusia 60 tahun pada Rabu (8/11) atau memasuki masa pensiun. Namun, menurut Hadiyanto, Ken masih menjabat Dirjen Pajak sampai 1 Desember 2017. Ken dilantik sebagai Dirjen Pajak pada 1 Maret 2016 oleh Menteri Keuangan saat itu, Bambang Brodjonegoro. Dia menggantikan Sigit Pradi Pramudito yang mengundurkan diri sebagai Dirjen Pajak. Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan sedang mencari pengganti Ken. Beberapa nama diketahui tengah dibidik untuk melewati proses yang sudah ditentukan.
- Wapres JK Berharap Tommy, Mamiek, dan Prabowo Tak Berupaya Hindari Pajak
Wakil Presiden Jusuf Kalla angkat bicara terkait munculnya nama sejumlah tokoh Indonesia dalam " Paradise Papers", kumpulan 13,4 juta dokumen tentang mereka yang secara diam-diam berinvestasi di luar negeri, di tempat yang dinamakan "surga pajak". Tiga tokoh Indonesia yang namanya masuk dokumen itu adalah dua anak presiden kedua RI Soeharto, Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto) dan Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek Soeharto); serta Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Jusuf Kalla berpendapat, ada dua hal yang biasanya menjadi alasan bagi seseorang untuk membuat perusahaan di luar negeri. Apabila motif kedua yang menjadi alasan bagi Tommy Soeharto, Mamiek Soeharto, dan Prabowo Subianto untuk menanam investasi di negeri surga pajak, Kalla tak mempermasalahkan. Namun, Kalla mengingatkan jangan sampai alasan untuk menghindari pajak yang menjadi motif. Ia pun mengingatkan tokoh-tokoh Indonesia yang namanya tercantum dalam Paradise Papers atau Dokumen Surga untuk tetap membayar pajak
- Banyuwangi Luncurkan Aplikasi Bayar Pajak Online
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur membuka fasilitas pembayaran pajak dalam jaringan atau daring melalui aplikasi E-PAD (pajak asli daerah) yang diluncurkan di Banyuwangi, Selasa. Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menjelaskan lewat aplikasi ini, wajib pajak bisa membayar pajak dengan mudah dan cepat, cukup dari telepon seluler mereka dengan mengunduh aplikasinya di Play Store terlebih dahulu. Anas mengatakan peluncuran aplikasi E-PAD ini dilakukan untuk memberikan kemudahan bagi warga dalam membayar pajak. Ini juga sebagai bentuk komitmen daerah dalam pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di segala lini. Aplikasi E-PAD ini dapat digunakan untuk membayar berbaga jenis pajak dan retribusi daerah. Ada 11 jenis pajak yang bisa dibayarkan, yaitu pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam, pajak parkir, pajak air tanah, pajak bumi dan bangunan, pajak mineral bukan logam dan bebatuan, pajak sarang burung walet, dan pajak perolehan hak atas tanah dan bangunan. Ini juga bisa diakses melalui website: layanan.banyuwangikab.go.id, bagi yang belum memiliki handphone android.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.