PMK 85/2024

Pedoman Penilaian PBB-P2 untuk Pemda, Kemenkeu Terbitkan Aturan Baru

Nora Galuh Candra Asmarani
Jumat, 29 November 2024 | 12.00 WIB
Pedoman Penilaian PBB-P2 untuk Pemda, Kemenkeu Terbitkan Aturan Baru

Laman muka dokumen PMK 85/2024.

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani menerbitkan peraturan baru soal penilaian pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2). Peraturan yang dimaksud, yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 85/2024.

PMK tersebut dirilis untuk memberikan pedoman penilaian PBB-P2 bagi pemerintah daerah. Pedoman penilaian tersebut diharapkan dapat menjadi panduan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan peraturan kepala daerah mengenai tata cara penilaian PBB-P2.

“Dalam rangka membantu pemerintah daerah menetapkan nilai jual objek pajak (NJOP) yang relevan dengan kondisi objek pajak terkini dan besaran nilainya dapat dipercaya, pemerintah pusat menyusun pedoman penilaian bumi dan/atau bangunan yang secara detail,” bunyi tujuan penyusunan PMK 85/2024 pada lampiran, dikutip pada Jumat (29/11/2024).

Beleid ini berlaku mulai 26 November 2024. Berlakunya PMK 85/2024 sekaligus mencabut dan menggantikan PMK 208/2018. Sebelumnya, PMK 208/2018 juga menjadi pedoman penilaian PBB-P2 yang disusun oleh pemerintah.

Namun, ketentuan terkait dengan PBB-P2 mengalami perubahan pasca terbitnya UU HKPD serta Peraturan Pemerintah (PP) 35/2023. Untuk itu, PMK 85/2024 disusun guna menjabarkan lebih lanjut teknik dan tata cara penilaian sebagaimana diatur dalam PP 35/2023.

Sesuai dengan ketentuan, dasar pengenaan PBB-P2 adalah NJOP. NJOP tersebut ditetapkan oleh kepala daerah setiap 3 tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu yang dapat ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan wilayahnya.

Adapun NJOP merupakan nilai yang diperoleh dari harga rata-rata transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Dengan demikian, NJOP merupakan instrumen penting dalam pemungutan PBB-P2. Namun, pada kenyataannya setidaknya terdapat 3 kendala dalam mengimplementasikan NJOP hasil pemutakhiran.

Pertama, proses penilaian NJOP belum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kedua, belum terpenuhinya standar kompetensi penilai PBB-P2 di daerah. Ketiga, adanya penolakan dari wajib pajak atas NJOP hasil pemutakhiran karena besarannya mengalami kenaikan yang signifikan dibandingkan dengan NJOP sebelumnya.

Berdasarkan permasalahan tersebut pula, pemerintah pusat menyusun pedoman penilaian PBB-P2 yang akan digunakan oleh pemerintah daerah dalam mengelola PBB-P2 sebagaimana dituangkan dalam PMK 85/2024. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.