PENERIMAAN NEGARA

Negara Raup Rp185 Triliun, 66 Persennya Berasal dari Cukai Rokok

Dian Kurniati
Jumat, 12 Agustus 2022 | 10.00 WIB
Negara Raup Rp185 Triliun, 66 Persennya Berasal dari Cukai Rokok

Salah satu slide yang dipaparkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita. 

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah berhasil mengumpulkan penerimaan negara dari kepabeanan dan cukai senilai Rp185,1 triliun hingga Juli 2022 atau tumbuh 31% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi itu setara dengan 61,9% dari target sejumlah Rp299 triliun. Menurutnya, setoran kepabeanan dan cukai terus mencatatkan pertumbuhan yang konsisten, termasuk selama pandemi Covid-19.

"Harap diingat, bea dan cukai ini bahkan selama musim pandemi pun mereka memberikan kontribusi dan pertumbuhan yang relatif sangat stabil," katanya dalam konferensi pers APBN Kita, dikutip pada Jumat (12/8/2022).

Sri Mulyani menuturkan kinerja penerimaan positif terjadi pada seluruh komponen kepabeanan dan cukai. Pada cukai, penerimaannya mengalami pertumbuhan 31,5% karena dipengaruhi beberapa faktor.

Secara terperinci, realisasi penerimaan cukai hasil tembakau mencapai Rp122,14 triliun, naik 21%. Pertumbuhan dua digit tersebut salah satunya dipengaruhi implementasi kebijakan kenaikan tarif cukai.

Meski demikian, realisasi setoran cukai hasil tembakau secara bulanan pada Juni 2022 sempat anjlok dengan hanya berhasil mengumpulkan Rp5 triliun, atau turun 61% ketimbang periode yang sama tahun lalu senilai Rp12,7 triliun.

Untuk bea masuk, pemerintah meraup penerimaan sejumlah Rp27,35 triliun atau tumbuh 31,54%. Pertumbuhan tersebut dipengaruhi membaiknya kinerja impor nasional, sebagai dampak tingginya harga komoditas dan BBM.

Pada bea keluar, realisasi penerimaan mencapai Rp31,41 triliun atau tumbuh 98%. Realisasi yang tinggi tersebut didorong oleh tingginya harga CPO pada awal tahun hingga Mei 2022, serta kebijakan flush out yang meningkatkan volume ekspor pada Juni dan Juli 2022.

"Ini juga pengaruh dari policy mengenai CPO yang pada bulan April dilarang ekspor, kemudian terlihat pada bulan Mei menurun tajam, tetapi sekarang dengan adanya normalisasi sudah mulai pulih kembali," ujarnya. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.