SINGAPURA, DDTCNews – Singapura menegaskan kembali komitmennya untuk memerangi potensi gangguan terhadap ekosistem dan masyarakat manusia, serta untuk mengurangi intensitas emisi dengan menerapkan pajak karbon mulai 2019.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Sekretariat Perubahan Iklim Nasional (NCCS) sebagai tanggapan atas keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump baru-baru ini yang mengumumkan bahwa negara tersebut menarik diri dari kesepakatan perubahan iklim global Paris 2015.
“Sebagai negara kecil, Singapura sangat rentan terhadap konsekuensi perubahan iklim. Kami juga secara kukuh mendukung sistem multilateral berbasis peraturan, dan menguatkan peran penting diplomasi dalam memecahkan masalah pada kepentingan global,” ungkap pernyataan NCCS, Jumat (2/6).
Sebelumnya, Singapura telah menyatakan akan turut berkontribusi dalam mengurangi intensitas emisi sebesar 36% mulai dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2030.
Pemerintah Singapura mengumumkan niatnya untuk memperkenalkan pajak karbon dalam APBN 2017 pada bulan Februari lalu. Ini berarti Singapura akan memungut biaya berdasarkan emisi gas rumah kaca dari pembangkit listrik dan pemancar langsung lainnya.
Dewan Lingkungan Singapura (SEC) mengatakan dalam sebuah pernyataan terpisah pada hari Jumat bahwa keputusan yang diambil oleh AS untuk menarik diri dari Persetujuan Paris tidak akan menghentikan Singapura mengambil tindakan melawan perubahan iklim.
Ketua SEC Isabella Loh, seperti dilansir straitstimes.com, mendesak negara tersebut untuk terus melangkah maju dengan rencananya untuk menciptakan masa depan energi yang berkelanjutan berdasarkan industri hemat energi dan pengembangan teknologi energi bersih.
“Kami percaya bahwa pendekatan global untuk menghadapi perubahan iklim menjadi salah satu cara untuk mengatasi dampaknya secara efektif. Kami tetap berkomitmen untuk melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai janji kami di Paris, termasuk menerapkan pajak karbon dari tahun 2019,” pungkasnya. (Amu)