PAJAK INTERNASIONAL

Memahami Persoalan Pajak Global

Redaksi DDTCNews | Rabu, 05 Oktober 2016 | 14:05 WIB
Memahami Persoalan Pajak Global

PERSOALAN terkait pajak internasional seperti persaingan pajak (tax competition), negara tax haven, serta ketimpangan distribusi pendapatan kerap kali merugikan baik negara maju, dan terutama negara berkembang. Lantas, bagaimanakah para pengambil kebijakan menyikapi hal ini?

Buku bertajuk Global Tax Fairness ini memaparkan usulan dari berbagai kontributor ahli untuk memperbaiki sistem pajak internasional. Buku terbitan Oxford University Press pada tahun 2016 ini sangat menarik karena solusi yang ditawarkan tidak terbatas hanya pada solusi yang sering dibahas oleh organisasi internasional seperti OECD, namun juga usulan yang mungkin sedikit asing atau tidak pernah digagas sebelumnya.

Dalam salah satu bab, Vito Tanzi menjelaskan perlunya dibentuk Otoritas Pajak Global (Global Tax Authority). Menurutnya, dalam era globalisasi di mana telah banyak muncul organisasi internasional yang menangani berbagai isu, belum ada sebuah organisasi yang mengatur hubungan perpajakan antarnegara, menangani masalah persaingan pajak, serta membatasi kesempatan untuk melakukan penghindaran pajak secara global (global tax evasion).

Baca Juga:
Merunut Sejarah Perpajakan Tanah Air Sejak Orde Baru hingga Reformasi

Nantinya, terdapat sembilan fungsi otoritas ini, mulai dari mengidentifikasi permasalahan di bidang pajak internasional, mengumpulkan informasi dan statistik perpajakan dari berbagai negara serta memublikasikannya dalam sebuah laporan, sampai yang paling penting yakni membuat sistem pengawasan kebijakan pajak di berbagai negara.

Vito Tanzi berpendapat bahwa tanpa adanya institusi seperti Otoritas Pajak Global, permasalahan terkait kompetisi pajak yang tidak adil dan penghindaran pajak akan selalu ada.

Buku yang disunting oleh Thomas Pogge dan Krishen Mehta ini menekankan persaingan pajak (tax competition) adalah sebuah isu serius, karena merupakan suatu obsesi yang berbahaya. Berbagai negara bersaing untuk menurunkan tarif pajak mereka, memperkecil basis pajak, serta melemahkan pelaksanaan peraturan pajak (race to the bottom). Persaingan pajak kemudian dianggap membuat arus investasi terfokus pada wilayah yang menyediakan berbagai insentif daripada wilayah dengan produktifitas ekonomi yang tinggi.

Baca Juga:
Dampak Digitalisasi terhadap Urusan Pajak Perusahaan dan Otoritas

Pentingnya isu persaingan pajak juga diulas oleh Michael C. Durst dalam artikelnya. Menurutnya, menurunnya tarif pajak badan memiliki pengaruh yang besar bagi negara berkembang. Jika negara maju dapat mengalihkan beban pajak tersebut kepada sektor lain seperti pajak individu atau pajak konsumsi, penerimaan pajak negara berkembang cenderung bertumpu pada pajak badan.

Hal ini disebabkan karena perekonomian negara berkembang masih didominasi oleh sektor informal dengan pembukuan sederhana yang sulit untuk memfasilitasi kebutuhan otoritas pajak atas laporan pajak.

Selain pembahasan di atas, terdapat usulan-usulan lain seperti Financial Transaction Tax (FTT) dan pajak untuk kekayaan anonim (Anonymous Wealth Tax) sebagai solusi untuk mengurangi permasalahan distribusi pendapatan.

Baca Juga:
Nilai-Nilai Utama Peradilan Pajak dan Perannya di Indonesia

Usulan pemajakan atas ‘kekayaan tak bertuan’ terbilang unik karena pemilik harta dapat mengambil kembali sebagian porsi pajak tersebut saat ia telah menyelesaikan kewajiban perpajakan dalam negeri dan aset yang dimiliki di negara lain berasal dari sumber yang sah. Pendapatan dari pajak tersebut kemudian akan dialokasikan untuk membiayai penanganan isu global seperti perubahan iklim sebagai kompensasi atas penghindaran pajak yang telah dilakukan.

Sebagai penutup, terdapat pemaparan mengenai 10 cara bagi negara berkembang agar dapat menarik investasi asing sekaligus mempertahankan kedaulatan pajaknya.

Selain rekomendasi untuk menghindari persaingan pajak dan insentif pajak, penulis memberikan usulan lain kepada negara berkembang, mulai dari usulan untuk lebih berhati-hati dalam menyepakati perjanjian bilateral pajak atau tax treaty, mengenakan withholding tax bagi non-residen, mengatur sebuah kesepakatan yang adil dengan investor di industri ekstraktif, penggunaan profit split method dalam transfer pricing, sampai saran untuk memajaki sektor informal.

Secara keseluruhan, para kontributor mengajak pembaca untuk semakin peduli dengan permasalahan pajak internasional dan dampaknya terutama terhadap negara berkembang. Buku ini sesuai untuk dibaca para pengambil kebijakan dan tersedia di DDTC Library. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

17 Agustus 2019 | 15:12 WIB

bagaimana saya bisa mendapatkan buku2 tersebut?

17 Agustus 2019 | 15:11 WIB

Bagaimana saya bisa memiliki buku2 tersebut?

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 20 Februari 2024 | 19:00 WIB RESENSI BUKU

Dampak Digitalisasi terhadap Urusan Pajak Perusahaan dan Otoritas

Kamis, 21 September 2023 | 08:00 WIB LITERASI PAJAK

Nilai-Nilai Utama Peradilan Pajak dan Perannya di Indonesia

Jumat, 28 Juli 2023 | 08:30 WIB LITERASI PAJAK

Sudah Wajarkah Transaksi Pinjam-Meminjam di Grup Perusahaan Anda?

BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:30 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Disusun, Pedoman Soal Jasa Akuntan Publik dan KAP dalam Audit Koperasi

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Pengangkutan Pupuk

Jumat, 29 Maret 2024 | 09:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Batas Waktu Mepet, Kenapa Sih Kita Perlu Lapor Pajak via SPT Tahunan?

Jumat, 29 Maret 2024 | 08:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Cetak Kartu NPWP Tak Perlu ke Kantor Pajak, Begini Caranya

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Punya Reksadana dan Saham, Gimana Isi Harga Perolehan di SPT Tahunan?

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Cashback Jadi Objek Pajak Penghasilan? Begini Ketentuannya